Pacarku Putri Seorang Mafia
POV: Arno
Namaku Arno Alvara. Seorang mahasiswa biasa dengan kehidupan normalnya. Aku tidak menganggap diriku sebagai pria tampan apalagi pria idaman. Hidupku sendiri sangat berkecukupan untuk sehari-harinya. Walaupun aku masih sering mendengar beberapa orang yang membicarakanku di belakang.
Mungkin memang benar bahwa aku punya wajah yang cukup rupawan. Kulit yang tidak terlalu coklat, rambut lurus hitam serta mata hitam. Tinggi badanku sekitar 183 cm, dan berat badan ideal.
Yah, mereka hanya berani bicara di belakangku karena ... aku sudah punya pacar.
"Arno!"
Itu dia. Namanya Varesa Madea, bunga kampus yang selalu menarik perhatian. Aku juga tidak percaya bagaimana aku bisa berpacaran dengannya. Tapi aku benar-benar bahagia sekarang.
"Kau sudah pulang?" tanyaku lalu menarik pinggangnya ke pelukanku. Dia hanya tersenyum cerah sambil sesekali berkedip menatapku.
"Ada apa?" tanyaku lembut.
"Tidak ... sepertinya, hari ini kau jangan bekerja. Di rumah saja ya?" ucapnya dengan nada yang sedikit memelas. Aku mengusap pucuk kepalanya pelan lalu mengecupnya. Tidak biasanya dia memelas seperti ini. Selama 3 tahun kami berpacaran, tidak pernah dia menunjukkan sikap seperti ini.
"Kenapa? Apakah ada sesuatu?" tanyaku dengan nada khawatir. Tanganku menangkup kedua pipinya, mata kami saling bertatapan.
"Emm, tidak apa-apa sih. Tapi jangan keluar rumah malam ini! Kumohon!" ucapnya lagi dengan nada yang lebih memelas. Aku menarik nafas panjang lalu merapikan rambut yang menutupi matanya.
"Aku tidak bisa sayang, hari ini aku harus bekerja," ucapku dengan nada yang selembut mungkin. Dia terlihat sedikit kecewa, tapi sesegera mungkin memperbaiki ekspresinya.
"Baiklah, jika terjadi apa-apa. Telpon aku! Ingat, telpon aku!" tegas Varesa sambil mencubit hidungku. Aku tertawa kecil sambil menganggukkan kepala.
Yah, memangnya apa yang akan terjadi? Ini hanya akan jadi malam yang sama seperti biasa.
***
Harusnya aku tidak bicara seperti itu. Harusnya aku menuruti perkataan Varesa tadi siang! Situasi apa ini?!
Kedua tanganku diikat di sebuah tiang, bahkan mulutku disumpal dengan gumpalan kertas. Di depanku, duduk seorang pria dengan jas hitam dengan kemeja putih lengan pendek. Matanya menatapku dengan tajam, begitu juga dengan seluruh bodyguard yang berada di sampingnya.
Sebenarnya siapa mereka?! Apa salahku hingga terlibat dengan kelompok semacam ini?!
Srak!
"Ack!" ucapku saat merasa gumpalan kertas itu ditarik paksa dari mulutku.
"Baguslah kau sudah sadar, aku tidak perlu menyirammu dengan air dingin," ucap pria yang duduk dengan jas hitam. Suaranya begitu rendah dan mengintimidasi. Badannya juga sangat kekar, hampir seperti atlet binaraga.
"Apa yang kalian mau?" tanyaku dengan nada setenang mungkin. Aku berusaha agar tidak panik. Suasana ruangan itu begitu hening, tidak ada satupun yang menjawab pertanyaanku.
"Hei, bawa itu ke sini," bisik pria itu pada bodyguard di samping kirinya. Bodyguardnya mengangguk dan mengambilkan sebuah amplop di sana. Pria itu membuka amplopnya, lalu melemparkan sejumlah kertas ke arahku.
Tidak, ini bukan kertas. Ini ... foto? Loh ... INI KAN FOTOKU DAN VARESA? ASTAGA! APAKAH MEREKA JUGA MENGINCAR VARESA?!
"Apa yang hendak kalian lakukan pada Varesa?!" teriakku pada mereka.
BUAGH!
Salah satu bodyguard di sana langsung memukul wajahku dengan papan kayu. Bisa kurasakan amis darah di dalam mulutku, dan rasa ngilu di gusi serta pelipisku.
"Beraninya kau menyebut nama nona dengan mulut kotormu!" bentak bodyguard itu sambil menjambak rambutku. Aku dipaksa untuk menatap matanya secara langsung, bisa kulihat bahwa dia bersiap memukulku lagi dengan papan kayu tadi.
"Siapa yang mengizinkanmu memukulnya?" suara berat pria dengan jas itu langsung mengheningkan suasana. Bodyguard yang awalnya hendak memukulku, langsung bersimpuh dengan lutut yang gemetar.
"Maafkan saya bos, saya tidak suka dia menyebut nama nona muda sembarang," ucapnya sambil berlutut dan menundukkan kepala. Orang yang dipanggil bos itu hanya diam dan memperhatikan. Beberapa kali dia mengetukkan jarinya pada lengan kursi.
"Bagaimana kalau kupotong satu jarimu sebagai jaminan bahwa kau akan patuh?" tanya pria itu dengan nada dingin. Mendengar perkataan pria tadi, bodyguard itu semakin menunduk dan ketakutan.
"M-mohon jangan bos, saya janji tidak akan melakukan hal seperti ini lagi!" ucap bodyguard itu. Pria dengan jas itu hanya tersenyum remeh lalu melirik ke arah bodyguard lainnya.
"Baik bos," ucap mereka bersamaan. Mereka mulai mengangkat bodyguard yang tadi memukulku dan membawanya pergi dengan paksa.
"Ti-tidak! Saya mohon ampuni saya bos! Bos!" teriak bodyguard tadi sambil meneteskan air mata.
"Nah, karena gangguannya sudah hilang. Kita langsung mulai saja," ucap pria itu sambil berdiri, lalu berjalan ke arahku.
Berdasar pada apa yang kulihat dan kudengar, dia adalah pemimpin kelompok ini. Apa yang akan dia lakukan? Langsung mengeksekusiku?
"Apa kau kenal siapa itu Varesa?" tanya pria itu sambil menepuk pundakku. Aku langsung menggigil ketakutan saat merasakan tekanan dari matanya.
"A-aku ti-," ucapku terpotong. Aku bingung dengan apa yang harus kukatakan.
Jika kujawab bahwa aku mengenalnya, apakah dia akan berada dalam bahaya? Tapi bagaimana jika sebaliknya? Jika aku bilang tidak mengenalnya, bukankah itu sama berbahayanya?
Orang ini sudah mengenal Varesa, bahkan dia menyebut namanya seolah sangat akrab. Bagaimana ini?
BUAGH!
Pria itu langsung meninju wajahku. Ini bahkan lebih sakit daripada dipukul oleh papan kayu. Seberapa kuat pukulannya?!
"Uhuk! Uhuk!" Aku terbatuk beberapa kali, bisa kulihat bahwa ada darah yang menetes keluar dari mulutku.
"Aku tidak membawamu ke sini untuk diam membisu. Jawab pertanyaanku, kau kenal atau tidak?" tanyanya lagi dengan nada yang lebih dingin. Aku merinding ketakutan, bibirku mulai menggigil, rasanya aku ingin segera pergi dari tempat ini.
BUAGH!
Lagi-lagi dia memukulku. Semakin lama rasanya kepalaku semakin pusing. Samar-samar kulihat pria itu mulai mengeluarkan sebilah pedang. Seringaian aneh terpampang jelas di wajahnya.
"Kita ganti cara mainnya. Dipukul saja tidak membuatmu bicara ya? Bagaimana kalau kita main kupas kulit?" tanyanya sambil mengasah pedang. Aku mulai menutup mataku, berharap siksaan ini akan segera berakhir.
BRAK!
"DADDY! APA YANG KAU LAKUKAN?!"
Tunggu, ini suara Varesa?
Aku membuka mataku perlahan, ternyata benar ... itu adalah Vares.
Dia memanggilnya, Daddy?
"Oh putri tercintaku datang menjemput, apa kau rindu dengan Daddy? ucap pria tadi dengan wajah yang melembut. Varesa melihatku beberapa kali, wajahnya semakin marah setiap kali dia menatapku.
"Apa ini perbuatanmu? Ayah?" tanya Varesa dengan penekanan di setiap kalimatnya.
"Benar! Karena pria ini, kau mulai memanggilku ayah! Bukan Daddy lagi! Apa kau sudah tidak sayang pada Daddy?!" bentak pria itu. Varesa yang dibentak, bukannya menangis, dia malah mengeluarkan pistol dan menodongkannya tepat ke wajah ayahnya.
..."Lepaskan dia, sebelum kutarik pelatuknya."...
TBC.
Jangan lupa likenya ya guys! Anw ini novel romance pertamaku! Maaf kalau kaku:(
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 21 Episodes
Comments
Dewi
Varesa mungkin benci kepada ayahnya namun di satu sisi sangat mencintai Arno
2022-12-07
1
Disa disa
Keren nih, Varessa, Vanessa(?) ya pokoknya ceweknya keren. Cowoknya juga, kyknya lucu deh kalo si cewek ini didepan orang² rada dingin gitu, tapi didepan cowoknya jadi manis, Bucin gitu pasti lucu
2022-05-10
2
«Brooke X»
Lumayan sihh
Tapi adegan romance yg kamu buat sedikit..... erghhh
Ntahlahh😭
2022-05-10
3