Inah Dan Dimas
"Jadi kamu yang namanya Inah?" tanya ibunya Dimas yang bernama Sarita.
"Iya Bu, saya yang bernama Inah," jawab Inah dengan sopan.
Inah mencoba untuk bersalaman dengan Sarita, tetapi Sarita menolaknya dan mengabaikan tangan Inah yang masih terjulur. Dimas pun segera menatap wajah sang ibu dengan tatapan tajam. Memprotes atas sikap ibunya yang tidak menghargai Inah.
Karena sang ibu tidak ingin Dimas marah kepadanya, ia pun dengan terpaksa bersikap baik terhadap Inah, walaupun dalam hatinya merasa kesal dan tidak ingin melihat Inah.
"Namaku Sarita, Ibunya Dimas!" Sarita meraih tangan Inah dan memperkenalkan dirinya.
"Terima kasih sudah mengijinkan saya datang kesini," Inah melemparkan senyuman kepada Sarita.
"Karena semua ini atas keinginan Dimas!" sahut Sarita dengan lirih yang hanya didengar oleh Inah.
Inah pun menyadari jika ibunya Dimas tidak menyukainya. Tetapi, rasa cintanya terhadap Dimas membuat Inah tidak ingin menyerah begitu saja. Karena semua perlu waktu dan penyesuaian. Inah bertekad dalam hatinya, bahwa dia akan berusaha untuk membuat calon mertuanya menyukai dirinya.
Karena desakan dari Dimas, Sarita pun membicarakan tentang rencananya untuk melamar Inah Minggu depan. Inah pun tersenyum, karena hari-hari yang selama ini ia tunggu pun akan segera datang.
"Minggu depan kita akan melamar mu, jadi katakanlah kepada Ibumu kalau kita akan datang!" kata Sarita dengan nada dingin.
"Baik, saya akan memberitahu Ibu dan mempersiapkan semuanya," sahut Inah dengan lembut.
Setelah mereka selesai membicarakan tentang rencana lamaran. Dimas pun mengajak Inah untuk masuk kedalam kamarnya dan memperlihatkan foto-fotonya waktu masih kecil. Inah tampak serius membuka album masa kecilnya Dimas. Sesekali ia tersenyum melihat foto Dimas yang masih imut.
"Inah, maafkan aku ya! Beberapa bulan, aku tidak menghubungi atau memberimu kabar," kata Dimas sambil berlutut di depan Inah yang masih serius melihat foto-foto.
"Iya gak apa-apa, kan yang terpenting sekarang kita sudah bertemu!" sahut Inah memandangi wajah tampannya Dimas.
"Terima kasih sudah mengerti," kata Dimas tersenyum manis pada Inah.
Setelah selesai melihat-lihat foto Dimas waktu masih kecil, mereka berdua pun keluar dari kamar, karena ibunya Dimas sudah menyuruh mereka berdua untuk makan malam.
Sarita nampak kesal sambil melirik ke arah Inah. Ia merasa Inah tak pantas makan bersamanya, apalagi status Inah yang hanya sebagai pekerja rumah tangga, hal itu semakin membuat Sarita kehilangan selera makannya.
"Papa pulangnya kapan Ma?" tanya Dimas sambil mengambilkan ayam panggang untuk Inah.
"Besok Papa pulang! Mama udahan makannya, kalian terusin saja, Mama mau istirahat dikamar," jawab Sarita yang langsung beranjak dari duduknya dan pergi masuk ke kamarnya.
Saat itu Dimas nampak kesal dengan sikap sang ibu. Ia ingin memarahinya, tetapi dia ibu kandungnya dan tak sepantasnya ia marah dengan sang ibu. Disisi lain Dimas tidak ingin perasaan Inah terluka karena sikap sang ibu.
"Inah, maafin sikap Mama ya! Mama memang seperti itu, tapi kamu jangan pernah tersinggung sama sikap Mama," kata Dimas memandangi Inah.
"Gak apa-apa kok Mas, aku tahu bagaimana perasaan Mama. Tetapi tenang saja, aku akan berusaha sebaik mungkin, agar aku lebih dekat dengan Mama kamu," sahut Inah dengan yakin.
Setelah selesai makan malam, Dimas mengantar Inah pulang. Mereka tidak pamitan dengan Sarita, karena ketika Dimas mengetuk pintu kamarnya, Sarita pura-pura tidur dan tidak mendengar panggilan dari Dimas.
Hari itu Inah sangat kecewa, tetapi ia berusaha untuk tidak memperlihatkan rasa kecewaannya. Karena setelah kurang lebih selama dua bulan ia terpisah dengan Dimas, ia baru menyadari jika dirinya sangat mencintai dan takut kehilangan Dimas.
"Berarti, sekarang Mas Dimas sudah mulai bekerja di perusahaan orangtuamu?" tanya Inah sambil memasangkan sabuk pengaman.
"Iya, karena memang orangtuaku dari dulu menginginkan aku meneruskan bisnis mereka. Jadi mereka setuju dengan hubungan kita, tetapi aku harus mengurus perusahaan," jawab Dimas melajukan mobilnya.
Inah tahu, kalau Dimas terlahir dari keluarga kaya raya. Awalnya ia tidak percaya diri untuk mendapatkan hati Dimas, tetapi karena Inah mencintai Dimas bukan karena Harta dan Dimas juga terlihat tulus kepadanya, jadi Inah memutuskan untuk bertahan mencintai Dimas.
Tiba-tiba Dimas menghentikan laju mobilnya. Ia keluar dari mobil dan membukakan pintu untuk Inah. Inah pun nampak bingung, karena belum sampai, tetapi Dimas sudah berhenti.
"Kok berhenti Mas?" tanya Inah kebingungan.
"Karena aku mau memperlihatkan mu sesuatu," jawab Dimas tersenyum tipis dan membantu Inah keluar dari dalam mobil.
Dimas menyuruh Inah untuk memejamkan matanya. Mereka berdua berjalan mendaki bukit dan setelah sampai, Dimas pun menyuruh Inah untuk membuka matanya. Perlahan Inah membuka matanya dan dilihatnya pemandangan kota yang dipenuhi dengan kelap-kelip lampu.
Pemandangan yang membuat Inah takjub. Ternyata masih ada pemandangan yang bagus di balik padatnya penduduk kota. Hal itu membuat Inah tersenyum sumringah. Dimas pun menggandeng tangan Inah dan memandangi pemandangan bersama-sama.
"Ini kali pertama bagiku, melihat pemandangan yang indah dengan orang yang aku cintai," kata Inah menarik nafas panjang.
"Berarti, aku orang pertama yang kamu cintai?" tanya Dimas sedikit meledek.
"Iya! Mas Dimas lah orang pertama yang mengisi kekosongan hatiku," jawab Inah menundukkan kepalanya.
Bukan karena malu, tetapi karena Inah merasa terharu bisa menghabiskan waktu dengan orang yang ia cintai. Ia masih tidak yakin dengan apa yang ia rasakan saat itu. Seorang Dimas bisa mencintainya adalah hal yang sulit dipercaya.
"Terkadang aku masih tidak percaya, berada di sampingmu dan bergandengan tangan seperti ini. Aku merasa ini hanyalah mimpi," Inah memandangi hamparan lampu-lampu perkotaan.
"Inah, tatap mataku dan rasakan detak jantungku. Ini bukan mimpi dan aku sangat mencintaimu, aku ingin kita segera menikah!" kata Dimas menuntun tangan Inah menyentuh dadanya.
Mereka berdua saling berpandangan, ingin rasanya memeluk tubuh Inah, tapi Dimas mengurungkan niatnya, karena dia takut kalau Inah marah atas perlakuannya yang tidak disukai Inah. Mengingat kejadian didalam lift, yang membuat Inah marah hingga berhari-hari.
Setelah puas melihat pemandangan, Dimas pun mengantar Inah pulang. Sesampainya mereka di depan pagar rumah, tiba-tiba Inah meluncurkan sebuah ciuman di pipi Dimas. Itu kedua kalinya Inah mencium Dimas.
"Sudah malam, Mas Dimas cepetan pulang!" suruh Inah sambil menundukkan kepalanya karena malu.
"Baru jam sembilan, aku mau menemui Simbok. Tadi siang kan aku belum sempat mengobrol," Dimas ingin berlama-lamaan dengan Inah.
"Ini sudah jam sembilan, Simbok juga sudah tidur!" kata Inah memberitahu.
Tanpa mereka sadari, Anton dan Dinda mengintip mereka berdua dari jendela lantai dua. Akhirnya, Dimas pun pulang karena dia juga tidak mau menggangu simbok yang sudah tidur.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments
Putri Minwa
hai say kk putri Minwa mampir ya
2022-10-22
0
Maulana ya_Rohman
mampir thor
2022-06-15
0
Anak kampung
kyaknya seru nih, tapi belum selesai baca yang dinda sama anton
2022-05-15
1