"Sah!"
"Sah!"
"Bagaimana saksi, sah?"
"Sah!"
Inah dan Dimas sah menjadi sepasang suami istri. Senyum mengembang di wajah mereka berdua. Para tamu undangan pun satu persatu mulai berpamitan untuk pulang. Kini waktunya Inah diboyong oleh Dimas pulang kerumahnya.
"Mbok, Inah pulang kerumah Mas Dimas ya! Maafkan Inah yang belum bisa bahagiain Simbok," pamit Inah sambil mencium kaki sang ibu.
"Iya nduk, jadilah istri yang berbakti pada suami dan juga mertua mu. Jangan pernah membantah atau menyakiti mereka. Bersabarlah jika ada masalah datang pada hidupmu. Jangan pernah putus asa dan tetaplah bersabar. Melihatmu menikah, Simbok sudah sangat bahagia," kata simbok menasehati Inah.
Suara tangisan pun pecah, Inah memeluk simbok dengan erat. Hatinya terenyuh mendengar perkataan sang ibu. Ingin sekali Inah memboyong sang ibu, tetapi apalah daya, sekarang dia sudah menjadi seorang istri dan dia tidak bisa melakukan apa yang ingin ia lakukan lagi. Semua harus dibicarakan dengan sang suami terlebih dahulu.
"Dimas, jaga anak ibu. Dia gadis yang hebat, pandai memasak dan tak pernah mengeluh. Dia juga gadis yang manis, patuh dan sopan. Jangan pernah sakiti dia, buatlah dia bahagia. Jika dia melakukan kesalahan, nasehati dan jangan memarahinya, karena ibu tidak pernah memarahinya. Hanya dengan menasehatinya, Inah sudah mengerti," kata simbok memberitahu Dimas.
"Inah tumbuh dewasa tanpa peran seorang Ayah, jadilah suami dan sekaligus ayah untuknya. Yang selalu menjaga dan melindunginya. Ini pesan Simbok, jangan pernah lupakan pesan ini," imbuh simbok meneteskan air matanya.
Semua orang yang mendengar perkataan simbok pun ikut menangis. Bahkan Sarita, ibunya Dimas yang tidak menyukai Inah pun menangis. Dinda memeluk Inah dengan erat, mendoakannya semoga pernikahannya dengan Dimas langgeng sampai akhirat.
Inah membawa beberapa bajunya didalam koper. Air matanya terus mengalir, tak tega meninggalkan sang ibu yang saat itu masih belum sehat. Dinda meminta Inah untuk tidak menghawatirkan sang ibu, karena dia berjanji akan menjaga simbok seperti ia menjaga neneknya.
"Inah, kamu jangan khawatir. Aku sama Kak Anton akan menjaga Simbok, seperti kita menjaga Nenek. Mulai besok juga ada dua asisten yang datang. Satu bantu menjaga Simbok dan yang satunya bersih-bersih rumah," kata Dinda memberitahu.
"Terima kasih banyak ya Non, Semoga Allah membalas semua kebaikannya Non Dinda dan Den Dimas," sahut Inah mendoakan.
"Tuh kan! Dibilangin jangan panggil Non lagi kok bandel!" protes Dinda.
Dimas menggandeng tangan Inah dan masuk kedalam mobil. Lalu Inah melambaikan tangannya kepada sang ibu, ketika mobil mulai melaju. Air matanya tak berhenti mengalir, melihat simbok yang rentan membuatnya benar-benar tidak tega.
Ketika mobil sudah menjauh dari rumah, Inah pun menenggelamkan wajahnya ke dada Dimas. Ia menangis sesenggukan dan Dimas pun memeluknya dan mencoba menenangkan Inah agar tidak menangis lagi.
"Sayang, nangisnya sudah ya! Rumah kita sama rumah Anton kan gak terlalu jauh, kamu bisa jenguk Simbok kapan saja, ketika kamu merindukannya," kata Dimas sambil mengelus rambut Inah.
"Jadi, aku boleh menjenguk Simbok setiap hari?" tanya Inah mendongakkan kepalanya.
"Boleh, tapi harus sama aku, gak boleh sendirian!" sahut Dimas tersenyum dan mengecup kening Inah.
Tak lama kemudian, mereka pun sampai di rumah. Inah turun dari mobil dan memandangi rumah besar dan mewah milik Dimas. Ia tersenyum, tak menyangka bahwa dirinya adalah bagian dari penghuni rumah mewah tersebut.
Dimas menggandeng tangan Inah masuk kedalam rumah, asisten rumah tangga pun menyambut mereka dengan senyuman. Tetapi, ketika mereka berdua memasuki ruang tamu, rumah yang begitu luas nampak sepi, seperti tanpa penghuni.
"Mas, Mama sama Papa kemana?" tanya Inah yang masih canggung.
"Mereka paling dikamar! Tadi kan mereka pulang duluan," jawab Dimas membantu Inah membawakan tasnya.
Tidak ada sambutan atau hal semacamnya. Ada sedikit rasa kecewa di hati Inah, ia merasa dirinya sama sekali tidak berarti untuk keluarganya Dimas. Tapi, rasa kecewa itu segera pudar ketika melihat wajah Dimas yang super tampan sedang memandanginya.
Dengan segera Dimas mengajak Inah pergi ke kamarnya yang terletak di lantai dua. Hati Inah terasa mau keluar dari tempatnya, ketika Dimas membuka pintu kamarnya. Pikirannya melayang jauh kearah sana, hingga membuat Inah merasa tegang.
"Inah, kamu kenapa takut seperti itu?" tanya Dimas tersenyum membelai rambut Inah.
"A-aku ha-hanya belum ter-biasa saja," jawab Inah gugup.
Ketika pintu ditutup dan Dimas mengunci pintunya, Inah terkejut dan ketakutan melihat Dimas jalan menghampirinya. Inah berjalan mundur, saat Dimas hampir meraihnya. Hal itu membuat Dimas tertawa gemas melihat tingkah Inah yang sangat lucu.
"Sayang, kamu takut sama suamimu sendiri?" Dimas tertawa kecil sambil meraih tangan Inah.
"Enggak, gak gitu Mas! Tapi, tapi aku hanya merasa gugup saja," jawab Inah dengan tangan yang gemetar.
"Jangan gugup, aku sudah sah menjadi suamimu dan tidak ada dosa bagi kita jika kita melakukan hal yang lebih dari ini," kata Dimas memeluk Inah.
Memang dasarnya Dimas mantan Playboy, jadi ia pun sudah pandai dalam rayu merayu. Inah pun mendorong tubuh Dimas, ketika Dimas memberinya ciuman di lehernya. Ia benar-benar belum siap untuk melakukan hubungan suami-istri. Bukan berarti dia menolak, tetapi Inah butuh waktu.
Bersyukur Dimas sangat mengerti Inah yang sangat polos. Ia pun membiarkan Inah untuk istirahat terlebih dahulu, kemudian Dimas pergi mandi. Inah pun bisa bernafas lega ketika Dimas masuk kedalam kamar mandi.
"Sayang, ambilkan handuk di lemari! Stok handuk disini habis," teriak Dimas memanggil Inah.
"Iya sebentar, aku cari dulu di lemari," sahut Inah yang langsung beranjak dari ranjang.
Inah berlarian menuju ke kamar mandi untuk memberi Dimas handuk. Ia menjulurkan tangannya dai sela-sela pintu. Tetapi hal tak terduga terjadi, Dimas menarik tangannya hingga Inah masuk kedalam kamar mandi.
Ternyata tubuh Dimas sudah terlilit oleh handuk. Dimas hanya mencari alasan, agar Inah mendekat kepadanya. Seketika Dimas mencium bibir Inah dengan agresif, hingga membuat Inah susah bernafas. Dengan sekuat tenaga Inah mendorong tubuh Dimas agar melepaskan ciumannya.
"Maaf sayang, aku membohongi mu," kata Dimas melepaskan ciumannya.
"Ih... Mas Dimas nakal banget sih!" protes Inah yang langsung keluar dari kamar mandi.
Dengan hanya melilitkan handuk di pinggangnya, Dimas keluar dari kamar mandi. Dia mengambil baju rumah dengan kaos dan celana pendek. Inah dari balik selimut memandangi tubuh Dimas yang begitu atletis, bahkan diperut Dimas ada roti sobeknya.
Karena merasa lelah, Dimas pun langsung merebahkan badannya di atas ranjang tanpa menyentuh Inah. Kemudian Inah mengambil pakaian gantinya dan masuk kedalam kamar mandi. Sepertinya Inah juga ingin mandi.
"Mas, baju kotornya taruh dimana?" tanya Inah.
"Kamu masukkan ke lubang dekat toilet, nanti langsung ketempat laundry," jawab Dimas sambil memainkan ponselnya.
Melihat Dimas yang sedikit cuek kepadanya, Inah pun mengira kalau Dimas marah padanya. Tiba-tiba ia teringat perkataan sang ibu, jika tidak boleh menolak suami walau dalam keadaan apapun. Inah yang merasa bersalah pun berjalan menghampiri Dimas.
Membuang rasa malunya, Inah merebahkan badannya di samping Dimas. Tetapi Dimas malah merubah posisinya dengan membelakangi Inah sambil bermain ponselnya.
"Mas Dimas marah sama Inah?" tanya Inah sambil memeluk Dimas dari belakang.
Mendapat pelukan dari Inah, Dimas pun menaruh ponselnya di atas nakas. Ia membalikkan badannya dan memandangi wajah Inah dengan seksama.
Bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments
Putri Minwa
mantap thor cerita yang menarik
2022-10-22
0
Crypton
di dunia nyata apa ada yg kya Inah ya?
2022-05-10
1
Tanti Zahra
ih bikin baper Inah mah! polos banget ya,
2022-05-09
2