Keluarga Dimas datang kerumah Anton untuk melamar Inah. Dengan acara yang sederhana, Inah dan Dimas saling bertukar cincin. Senyum Inah tak henti-hentinya menghiasi wajah manisnya. Ia merasa menjadi wanita yang paling bahagia saat itu.
Dimas terpesona memandangi wajah Inah yang terlihat manis dengan riasan tipis diwajahnya. Inah memang tidak pernah memakai riasan, jadi sekalinya ia memakai riasan, Dimas pun terpana oleh kecantikannya. Sederhana dan manis, sedap untuk dipandang.
"Kami berencana akan menggelar pernikahan hari Jum'at besok. Karena Simbok masih belum begitu sehat, jadi pernikahannya secara Agama dulu. Saya harap Simbok setuju dengan rencana kita," kata pak Darko ayah Dimas.
"Jika itu yang terbaik, saya setuju saja Pak, yang terpenting bagaimana anak-anak yang menjalaninya," sahut simbok tersenyum.
Akhirnya merekapun bersepakat untuk melaksanakan pernikahan secara Agama terlebih dahulu dan akan melakukan resepsi setelah simbok benar-benar sembuh dari sakitnya. Karena memang simbok saat itu masih belum pulih dari sakitnya. Entah sakit apa yang di deritanya, karena simbok selalu menolak ketika Inah maupun Anton membawanya kerumah sakit.
"Selamat ya Mbak Inah, akhirnya Dimas melamar mu juga. Aku jadi iri, aku kan gak pernah dilamar Kak Anton," kata Dinda memberi selamat sambil memeluk Inah.
"Terima kasih Non," sahut Inah tersenyum sumringah.
"Mulai sekarang jangan panggil aku Non lagi dong Mbak, panggil namaku saja, kita kan berteman," protes Dinda.
Mereka berdua pun tertawa kecil sambil membicarakan Dimas yang saat itu terlihat lebih tampan dari biasanya. Bersyukur, Sarita waktu itu bisa menempatkan diri, jadi acara lamaran tersebut berjalan tanpa ada hal yang tidak menyenangkan.
Dimas yang menyadari bahwa Inah dan Dinda sedang membicarakannya pun pergi menghampiri mereka berdua. Dimas ingin berduaan dengan Inah, karena dia belum puas memandangi wajah manis Inah. Dinda pun pergi, memberi kesempatan untuk mereka berdua saling mengobrol.
"Inah, bagaimana perasaanmu?" tanya Dimas tersenyum kearah Inah.
"Gimana ya Mas, perasaanku ya senang," jawab Inah tertunduk malu.
"Kita kan sudah bertunangan dan beberapa hari lagi kita akan menikah, kamu jangan malu gitu dong sama aku," kata Dimas melihat Inah yang terlihat menggemaskan.
Sementara orangtua Dimas, simbok dan Anton saling mengobrol, membicarakan rencana pernikahan anak-anak mereka. Sedangkan saudara perempuannya Dimas mengobrol dengan Dinda. Hal itu memberi kesempatan untuk Dimas dan Inah berduaan. Kemudian Dimas mengajak Inah duduk di taman belakang.
"Kamu ingin punya anak berapa?" tanya Dimas ingin tahu reaksi Inah.
"Apa sih Mas, kita kan belum sah menikah, jadi pamali ngomongin anak. Lagipula, berapapun yang Allah berikan, kita harus tetap bersyukur," jawab Inah tertunduk malu.
"Beruntungnya diriku memiliki calon istri sepertimu. Wajahnya manis, baik perilakunya dan sopan santun pula. Terima kasih Inah, kamu sudah hadir dalam hidupku!" kata Dimas memuji.
Inah sendiri masih tidak percaya jika Dimas juga mencintainya. Apalagi sampai menikah, benar-benar tidak pernah terlintas dalam benaknya.
*****
Keesokan harinya, Dimas menjemput Inah. Mereka berdua berencana untuk pergi kesebuah butik untuk membeli beberapa baju untuk pernikahan mereka. Karena pernikahan mereka akan diselenggarakan secara Agama, Inah memberitahu Dimas untuk tidak membeli baju yang harganya terlalu mahal.
"Setelah ini, kamu mau gak pergi ke mall? Kita jalan-jalan sebentar," ajak Dimas penuh harap.
"Boleh, tapi pulangnya jangan malam-malam ya, soalnya simbok kan masih gak enak badan," sahut Inah.
"Baik Nyonya Dimas!" canda Dimas.
Setelah selesai membayar baju yang mereka beli, Dimas langsung mengajak pergi ke mall terdekat. Tujuan Dimas mengajak Inah jalan-jalan, karena dia masih ingin menghabiskan waktu berduaan dengan Inah. Semakin hari Dimas semakin tidak bisa jauh dari Inah.
"Kak Dimas!" seseorang memanggil nama Dimas.
Inah dan Dimas menoleh kebelakang dan dilihatnya Yuki yang sudah melambaikan tangannya kearah mereka berdua. Yuki berjalan menghampiri mereka berdua dan melingkarkan tangannya ke lengan Dimas dengan mesra. Seketika Dimas menarik tangannya, karena tidak mau melihat Inah cemburu.
"Kalian kok pergi berduaan?" tanya Yuki dengan heran.
"Iya, karena Inah calon istriku," jawab Dimas sambil menggandeng tangan Inah.
"Gak mungkin! Kalian becanda kan? Lagipula kalian tidak cocok kok, cocoknya Kak Dimas tuh sama aku," Yuki tersenyum manja.
Karena Yuki tidak percaya, Dimas dan Inah pun langsung menunjukkan jari-jari mereka yang terpasang dua cincin yang sama. Tetapi tetap saja, Yuki tidak peduli. Dia malah semakin mendekatkan badannya dengan Dimas dan melingkarkan tangannya di lengan Dimas lagi. Hal itu membuat Inah kesal dan cemburu jadi satu.
"Mas, aku mau pulang saja!" Inah ingin pulang karena kesal.
"Kita makan malam dulu ya, setelah itu baru kita pulang! " sahut Dimas yang masih ingin berduaan dengan Inah.
"Aku makan di rumahsaja, lagian sekarang aku belum begitu lapar," tolak Inah.
Tetapi, Yuki terus merengek mengajak Inah untuk makan malam bersamanya. Karena merasa risih dengan rengekan Yuki, Inah pun terpaksa bersedia makan malam terlebih dahulu sebelum pulang. Dimas menyadari dengan raut wajah Inah yang tidak ceria seperti sebelumnya.
Rencana ingin berduaan pun gagal, karena kedatangannya Yuki. Dimas yang juga kesal pun mengurungkan niatnya untuk makan malam dengan Inah dan mengajak Inah pulang.
"Ya sudah, kalau kamu belum lapar, kita pulang saja," ajak Dimas yang kesal atas kehadirannya Yuki.
"Gak apa-apa, kita makan dulu. Kasihan Yuki, nanti dia makan sendirian," sahut Inah mencoba untuk menyembunyikan kekesalannya.
Mereka bertiga pun akhirnya makan malam bersama disebuah restoran yang berada didalam mall. Dimas sesekali melirik kearah Inah, ia benar-benar khawatir jika Inah marah padanya. Tetapi, ketika ia memandang ke arah Inah dan ia tersenyum kepadanya, hal itu membuat Dimas sedikit lega.
"Bukankah kamu sedang kuliah di Jepang?" tanya Inah kepada Yuki.
"Baru saja aku sampai Jakarta tadi pagi, aku juga belum sempat kerumah Dinda," jawab Yuki.
"Tadi aku sama orangtuaku beli sesuatu, tetapi karena aku lihat kalian, jadi aku nyamperin kalian dan aku menyuruh orangtuaku untuk pulang duluan," imbuh Yuki sambil tersenyum memandangi Dimas.
Sepertinya Yuki tidak peduli dengan hubungan Inah dan Dimas. Dia tetap saja curi-curi pandang dan menggoda Dimas di depan Inah. Tidak mau melihat Inah cemburu, Dimas pun memberitahu Yuki kalau beberapa hari lagi dia akan menikahi Inah. Dan Dimas dengan tegas melarang Yuki untuk tidak menggodanya lagi.
Sesudah mereka selesai makan, Dimas mengajak Inah pulang. Tetapi, karena orangtuanya Yuki sudah pulang, ia pun meminta Dimas untuk mengantarkannya pulang. Lagi-lagi Dimas melirik kearah Inah, memastikan jika Inah tidak marah.
"Papa sama Mama sudah pulang Kak. Kak Dimas antar aku pulang dulu ya!" rengek Yuki sambil menarik tangannya Dimas.
"Aku pesankan kamu taksi Online saja ya, soalnya aku sama Inah masih mau ambil baju di butik," kata Dimas yang semakin kesal dengan sikap Yuki.
"Gak apa-apa, antar dia pulang dulu Mas. Kasian sudah malam kan," suruh Inah.
Beruntung rumahnya Yuki satu arah dengan arah butik, jadi Dimas bisa menurunkannya lebih dulu dan kemudian mengambil baju di butik yang sebelumnya mereka sudah pesan. Baju untuk acara ijab Kabul, sederhana tetapi cukup elegan. Karena Inah ingin mengenakan Hijab ketika Ijab Kabul.
Bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments
Putri Minwa
Awal cerita yang menarik thor
2022-10-22
0
Crypton
apa yuki mau jadi pelakor nih, jangan sampe dah
2022-05-09
2
kia
kenapa pelakor bertebaran dimana mana ya
2022-05-08
2