Restoran tampak sepi pelanggan saat aku tiba di sana. Pelanggan yang jumlahnya bisa dihitung dengan jari, sedang mengantre memesan makanan untuk dibawa pulang.
Aku mendorong kereta bayi Kirana, langsung menuju tempat duduk Frans yang sudah menungguku sejak tadi. Di depan Frans, ada satu gelas jus alpukat yang telah habis setengahnya.
Aku duduk menempati kursi yang ada di depan Frans dan aku biarkan Kirana berada di kereta bayi di sebelah tempat duduk ku.
“Ada perlu apa, Frans?”
“Ah Balin, begini...” Frans memajukan sedikit kursinya ke depan. “Aku telah menganalisa omset penjualan di restoran kita, dan aku menyadari bahwa semakin hari omset semakin turun.”
“Yah, aku juga menyadari hal itu. Tapi aku sudah memastikan pelayan dan kebersihan restoran sudah sesuai standar operasional.”
“Iya, maka dari itu aku mengajakmu untuk mendiskusikan hal ini. Apakah kamu punya ide brilian, Balin?”
Aku menempelkan punggungku ke sandaran kursi. Berpikir sejenak, “menurutku kita perlu menambah menu baru.”
Mata Frans membelalak, senyum mengembang di bibirnya, dan dia mengayunkan jari telunjuknya, “ah iya. Ide bagus. Sekarang ini banyak menu makanan yang sedang viral. Kita bisa modifikasi sedikit agar menu di restoran kita ada pembeda dengan restoran yang lain.”
“Iya ya, aku setuju dan satu lagi.”
“Apa itu?” tanya Frans penasaran.
“Aku pikir restoran kita perlu mengadakan promo untuk memancing pelanggan memesan lebih banyak.”
“Frans?” terdengar suara tertegun seorang wanita.
Aku dan Frans menoleh ke arah yang sama. Di depanku sudah berdiri Cindy dengan seragam reporternya. Dia duduk di kursi yang berada di antara aku dan Frans. Menyapa kami semua satu persatu, dimulai dari Frans.
Aku terkejut menyadari Cindy juga mengenal Frans dan sepertinya sudah sangat akrab.
Kemudian Cindy beralih menyapaku dan mata sipitnya tertuju pada Kirana yang berada di dalam kereta bayi.
Aku menahan napas menunggu reaksi Cindy. Tapi ternyata Cindy tidak menunjukkan rasa curiga. Dia seakan menyapa bayi kecil itu hanya sebatas formalitas saja.
Akhirnya aku bisa bernapas lega. Aku pikir Cindy dapat menyadari Kirana adalah anak Karina begitu melihat wajahnya. Ternyata aku salah.
“Cindy, kamu kenal juga dengan Balin?” tanya Frans yang tampak tercengang.
“Aku juga mau bertanya hal yang sama. Kalian sudah saling kenal?” Cindy malah balik bertanya.
“Balin ini teman bisnisku,” jawab Frans.
“Apa?” Cindy tergelak. “Balin juga teman satu kampus denganku dulu.”
“Tapi kita beda fakultas,” imbuhku.
Frans mengangguk. Sedangkan Cindy melambaikan tangan memanggil seorang pelayan bernama Hilda. Dia memesan burger dan minuman coklat yang langsung dicatat oleh Hilda.
Setelah itu, Hilda pergi meninggalkan meja kami dan Cindy mulai mengoceh tentang dirinya yang baru saja meliput berita lalu lintas pagi ini. Lalu mampir ke restoran karena belum sempat sarapan.
Aku dapat melihat, antusias Frans saat Cindy bercerita.
“Kalian sepertinya terlihat akrab,” kataku melirik Cindy dan Frans bergantian.
“Iya, kami pernah bertemu di acara talkshow 'bincang-bincang bisnis'. Waktu itu Cindy yang menjadi pembawa acaranya,” tutur Frans. Dia melirik Cindy dan tersenyum.
“Pembawa acara dadakan,” Cindy merendah. “Aku menggantikan temanku yang tiba-tiba saja sakit.”
“Balin, kau pasti tidak menyangka orang seperti aku ini bisa diwawancara bersama Harsa Russell, pebisnis sukses asal Amerika itu. Tahu kan?”
Frans beralih ke Cindy. “Kamu masih ingat kan, Cindy?”
Apa? Aku tercengang mendapati fakta bahwa Frans pernah bertemu dengan Harsa. Aku tak pernah menduga sebelumnya.
Apakah Frans hanya sekali itu saja bertemu Harsa? Atau mereka kenal lebih dekat?
“Iya aku masih ingat dong. Topik pembicaraan kita waktu itu tentang bisnis anak muda.”
Frans menjentikkan jari, “kamu ingat rupanya. Tapi sayang sekali ya. Sejak istrinya hilang, Harsa menjadi sangat terpuruk, yang aku dengar dia kembali ke Amerika untuk menenangkan diri.”
Pembicaraan kami terjeda oleh Hilda yang mengantarkan pesanan Cindy. Gadis pelayanan itu tersenyum dan mengangguk setelah Cindy mengucapkan terima kasih, lalu dia pergi ke meja pelanggan yang lain.
Sementara mataku terus memperhatikan raut wajah dan gestur tubuh Frans. Aku sengaja terdiam, agar Frans lebih banyak lagi bercerita tentang Harsa.
“Ya. Kabarnya memang saat ini Harsa sedang berada di luar negeri, tapi tidak ada yang tahu pasti. Kepala pelayan di rumah Harsa meminta pada media untuk jangan mengekspos berita keluarganya lagi. Karena Harsa saat ini sedang depresi berat akibat ditinggal sang istri.”
“Dia sangat mencintai istrinya. Tak bisa aku bayangkan betapa berat hatinya sekarang ini.”
“Frans, kau tahu dari mana dia sangat mencintai istrinya?” tanyaku penasaran.
“Aku pernah bertemu di sebuah acara pesta beberapa tahun yang lalu. Dia datang beserta istrinya dan mereka tampak begitu harmonis.”
Aku semakin menatap dalam pada Frans. Mulai detik ini juga aku harus waspada padanya.
Selama ini, Frans tidak pernah bertanya padaku soal Kirana atau pernikahanku, yang sebenarnya hanya sebuah kebohongan. Yang dia tahu aku telah menikah dan memiliki anak bernama Kirana dan semoga dia percaya itu.
Akan tetapi tidak menutup kemungkinan, Frans diam-diam menyelidiki identitas Kirana kecilku dan melaporkannya pada Harsa.
Tapi bisa juga Cindy. Aku berpaling melirik Cindy yang tengah melahap burger pesanannya.
Cindy juga mengenal Harsa. Terlebih tindakan Cindy yang selalu datang ke restoranku dan pernah bertanya pada Hilda waktu biasanya aku datang ke restoran.
Apakah dia sedang mengamatiku?
Atau bisa jadi, seperti yang dibilang Rama, ada orang lain yang tidak aku sadari sedang menyelidikiku.
“Aku kagum dengan Harsa, selain sukses sebagai pebisnis, dia juga sering terlibat dalam beberapa acara amal,” ungkap Frans lalu dia menyeletuk, “sungguh pria yang baik hati.”
“Baik hati?” tak sadar mulutku mengeluarkan kalimat itu yang membuat Cindy dan Frans bersama-sama menoleh ke arahku.
Sorot mata mereka seolah bertanya-tanya.
Aku buru-buru menambahkan, “Ya, baik hati. Aku tidak tahu kalau dia terlibat dalam acara amal.”
Cindy tertawa, “kamu sih jarang nonton berita.”
Kami bertiga ikut tergelak.
Selanjutnya, kami sibuk dengan urusan masing-masing. Cindy menyantap sarapannya sampai tandas tak bersisa. Frans sibuk dengan ponsel, sepertinya sedang membalas pesan dari seseorang.
Sedangkan aku memilih untuk memisahkan diri bersama Kirana. Mengajaknya bermain. Kasihan dia sejak tadi terabaikan olehku.
Namun, pikiranku terisi lagi oleh perkataan Frans. Apa yang diungkapkan Frans jauh berbanding terbalik dengan ucapan Karina malam itu.
Harsa orang yang jahat.
Tapi Frans berkata sebaliknya, dia pria yang baik hati. Ada satu lagi informasi yang aku dapat. Harsa sedang ada di luar negeri. Itu berarti dia bukan orang yang menabrak mobilku, tapi bisa jadi dia menyuruh orang untuk melakukannya.
Atau Harsa sengaja membuat kabar palsu bahwa dia sekarang ada di luar negeri supaya media tidak lagi menyorotinya.
Semua mungkin saja terjadi.
Tangan kecil Kirana menepuk-nepuk pipiku, yang menyadarkan aku dari lamunan. Aku menunduk melihat wajah Kirana yang ada di pelukanku.
Kirana mengoceh tak jelas lalu tersenyum. Aku pun membalas senyuman itu dan mendaratkan sebuah kecupan di pipi tembemnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments
ARINA YUANITA
membingungkan ikut menduga duga
2023-03-09
0
Ⓝⓨⓐⓘ Ⓖⓐⓑⓤⓣ
Waspada...
Alexa bisa jadi orang suruhan Karina
2022-05-26
3
Ⓝⓨⓐⓘ Ⓖⓐⓑⓤⓣ
Kan kan.... duh
2022-05-26
1