Mobil melaju menyalip kendaraan yang ada di depanku. Membelah jalanan yang ramai. Selama aku mengendarai mobil, benakku melayang masih memikirkan Karina yang malang. Sampai sekarang akupun masih tak percaya Karina telah meninggal.
Masih segar di ingatanku bagaimana aku dan Karina bertemu. Dia adalah teman kuliahku. Hanya bedanya dia dari keluarga kaya raya, sedangkan aku anak seorang petani.
Aku cukup beruntung mendapatkan beasiswa di Universitas bergengsi di negeri ini. Hampir rata-rata temanku berasal dari keluarga berada. Aku sering menjadi bahan perundungan hanya karena status pekerjaan orang tuaku.
Namun, aku tak pernah menghiraukan ucapan teman-temanku. Bahkan mereka membuat nama panggilan yang merendahkanku.
Sungguh, aku tidak peduli. Karena aku merasa lebih unggul dari mereka dari segi akademik. Namun, sepertinya Karina risih melihat kelakuan orang lain padaku.
Saat itu, aku sedang dihadang lima orang temanku yang paling sering mengejekku. Aku menanggapinya dengan santai. Aku mengatakan pada mereka kalau mereka seorang pengecut.
Lima lawan satu. Sebutan apa lagi yang pantas untuk mereka, kalau bukan pengecut. Tapi perkataanku itu malah menyulut amarah teman-temanku.
“Hei," kata salah satu temanku yang bernama, Jordan. Si ketua geng. Dia meremas dan menarik bagian depan kaosku. Satu tangannya terkepal siap memberikan tinju.
“Bilang apa tadi? Pengecut? Kau sendiri apa pecundang. Anak miskin*.”
Keempat teman Jordan memanasi keadaan. memerintah Jordan untuk segera mendaratkan tinjunya.
“Hajar saja, Bos. Buat dia babak belur.”
“Bener, Bos. Berani-beraninya dia ngatain kita.”
Aku lebih dulu menepis tangannya dari pakaianku, “Jangan panggil aku anak miskin, kalau kau sendiri masih minta uang ke orang tuamu," ucapku masih dengan nada santai.
Jordan menyeringai, “Setidaknya orang tuaku punya banyak uang. Daripada orang tuamu bisa membelikanmu apa? Lihat, guys, kaos yang dia pakai. Paling kaos obral. Tasnya apalagi. Beli di mana kamu? Aku tebak, pasti di toko barang bekas.”
“Bukan. Tapi mulung di tempat sampah," celetuk salah satu anak buah Jordan.
Semua bala tentara Jordan tertawa.
Hah. Tidak akan pernah selesai jika berseteru dengan Jordan. Membuang-buang waktu saja. Aku berniat berjalan meninggalkan mereka.
Tapi, Tiba-tiba Karina datang tepat di depanku. Dia berkacak pinggang di hadapan Jordan. Sontak aku tak percaya dengan penglihatanku. Entah alasan apa Karina membelaku.
“Kamu pikir, kamu yang paling hebat, Jordan.”
“Eh, Karina," sikap Jordan melunak seketika. Dia menggaruk-garukan kepala salah tingkah. “Aku hanya sedang bergurau dengan... dengan...”
Jordan terlihat sedang berpikir. Menyenggol lengan teman yang ada di samping kanannya dan berbisik. Tapi aku masih bisa mendengarnya.
“Si anak miskin itu, siapa namanya?”
“Balin, Bos.”
“Ah ya, Balin. Aku sedang bergurau dengan Balin. Kamu jangan salah paham denganku, Karina?”
“Kamu pikir aku percaya. Aku perintahkan padamu, Jordan. Jangan pernah mengganggu Balin lagi! Kamu ataupun teman-temanmu.” Tegas Karina sambil mengacungkan telunjuknya.
“Tapi kenapa? Dia itu anak miskin. Paling enak dijadikan bahan ejekan. Ups.” Jordan segera menutup mulutnya. Dia telah salah bicara di depan Karina. Lalu dia mengatup kan kedua tangan di depan dada. Memohon pada Karina.
“Karina aku mohon. Aku ini pengagum setiamu. Aku bermimpi suatu hari kita bisa menikah dan memiliki anak. Jangan coret aku dari daftar calon suamimu.”
Aku berusaha sekuat tenaga untuk tidak tertawa. Karina memang primadona di kampus. Dia cantik, lemah lembut, pintar dan dari keluarga kaya. Pria mana yang tidak jatuh hati padanya.
Banyak teman laki-laki di kampus yang menaruh hati padanya. Termasuk aku. Sejak kejadian itu, aku dan Karina menjadi akrab.
Kami sering menghabiskan waktu bersama. Meski hal itu malah membuatku makin sering diganggu karena banyak yang iri dengan kedekatan Karina dan aku.
Suatu hari aku diajak makan malam di rumah Karina. Sebuah rumah mewah yang hanya dihuni Karina dan ayahnya. Ibu Karina telah meninggal ketika Karina masih kecil.
Aku mengagumi setiap sudut rumah Karina. Termasuk perabotan-perabotan mahal yang ada di dalam rumah.
Aku bertemu dengan ayah Karina yang seorang banker kaya raya, Indra Irawan. Salah satu orang kaya yang paling tidak sombong yang pernah aku temui.
Kami berjabat tangan dan ayah Karina menyambutku dengan ramah.
Kami makan malam bertiga. Aku, Karina, dan ayah Karina. Sebenarnya aku tidak tahu alasan Karina hanya mengundangku saja. Tidak mengundang teman Karina yang lain.
Banyak makanan enak tersaji di meja. Aku tidak mau terlihat heboh tapi lidahku tidak bisa berbohong. Aku makan cukup banyak.
“Karina, ada yang ingin aku tanyakan padamu?” Kataku selepas makan malam. Kami sedang duduk di ruang tengah. Ayah Karina sedang pergi untuk mengangkat telepon.
“Apa?”
“Kenapa hanya aku yang diundang untuk makan malam di rumahmu?”
“Karena kamu teman baikku," jawab Karina singkat.
Oh selama ini Karina hanya menganggapku seorang teman. Itu saja. Tidak lebih. Aku juga sadar diri. Aku bukan pria yang sebanding dengan Karina.
Aku putuskan untuk mengubur perasaanku pada Karina. Daripada Karina tahu kebenarannya, lalu dia menjaga jarak dariku dan merusak persahabatan kami.
Namun seiring berjalannya waktu aku tersiksa dengan perasaan yang terpendam ini. Hingga saat hari kelulusan, aku putuskan untuk menyatakan cinta pada Karina. Entah apa jawaban Karina, aku siap menerimanya.
Lagi pula aku telah mendapat tawaran pekerjaan yang lumayan bagus. Aku semakin bersemangat untuk memantaskan diri menjadi pasangan Karina.
Tepat setelah acara wisuda, aku mencari sosok Karina. Aku menemukannya sedang berbicara dengan ayahnya. Aku memanggil namanya dan dia berlari ke arahku dengan wajah berseri.
Seketika aku gugup ketika Karina telah berada di depanku.
“Aku ingin bicara... “ ucap aku dan Karina bersamaan.
Kami tertawa.
“Kamu dulu yang bicara, Balin.”
“Oh tidak. Kamu yang duluan.”
“Kamu dulu. Kamu mau bicara apa?”
“Kamu dulu yang bicara. Ladies first.”
Karina tertawa. “Oke, aku mau bilang kalau besok aku dan ayahku akan ke Paris. Aku akan menikah dengan seorang pria kenalan ayahku.”
Aku merasa ada yang menancapkan pisau tepat ke jantungku. Terasa perih dan sesak. Aku menunduk menatap rerumputan yang sedang kuinjak. Berusaha agar Karina tak melihat ekspresi kekecewaanku.
“Oh, menikah ya.” ucapku lirih.
“Iya, hari pernikahannya sih masih sebulan lagi. Tapi aku dan ayahku perlu menyiapkan segala macam keperluan untuk acara pesta.”
“Kenapa harus menikah di Paris? Apakah calon suamimu orang sana?” aku berpura-pura sekedar bertanya. Berusaha bersikap biasa saja.
“Oh tidak. Calon suamiku itu orang Amerika tapi dia memang ada keturunan dari Indonesia. Calon suamiku juga yang memilih tempat pernikahan kami, yaitu Paris.”
Aku melihat senyum merekah di bibir Karina. Bola matanya menerawang. Mungkin dia tengah membayangkan wajah calon suaminya itu.
Amarah berkobar di dalam diriku. Tanpa Karina sadari aku mengepalkan tangan hingga kuku tangan melukai diriku sendiri.
“Aku selalu memimpikan bisa menikah dan berbulan madu di Paris dan sebentar lagi hal itu menjadi kenyataan. Oh, Balin. Aku senang sekali.”
Aku mengusahakan untuk tersenyum, “Kamu pernah bertemu dengan calon suamimu sebelumnya?”
Karina mengangguk. “Kami bertemu enam bulan yang lalu, ketika acara ulang tahun ayahku. Oh tadi kamu mau bicara apa?”
Aku gelagapan mencari alasan. “Aku... Aku hanya ingin bilang kalau aku sudah diterima bekerja sebagai manajer keuangan.”
“Kamu hebat, Balin. Semoga kamu bisa menjadi orang yang sukses.”
“Ya, Terima kasih, Karina. Sepertinya aku tidak bisa datang ke pernikahanmu. Yah, Paris itu kan jauh.”
Aku meyakinkan Karina alasanku tidak akan datang ke pernikahannya. Sekalipun pernikahannya dilangsungkan di negeri ini, aku tak akan datang.
Karina mengangguk, “Aku mengerti. Cukup kamu mendoakan supaya acaranya lancar, aku dan suamiku menjadi keluarga bahagia itu saja sudah cukup bagiku.”
“Pasti. Pasti aku akan mendoakanmu untuk selalu bahagia.”
“Aku pergi dulu ya. Ayahku sudah menunggu. Bye, Balin.”
Kutatap punggung Karina yang makin menjauh dariku. Aku tidak sempat menanyakan nama calon suami Karina dan tak akan pernah ingin tahu.
Itu kali terakhir aku bertemu Karina. Hari itu juga aku mengubur perasaanku pada Karina untuk selamanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments
Nf@. Conan 😎
thor nama ibu sm anak, sama ya nmanya
2022-11-27
1
tria sulistia
iya kak kalo pindah dari word suka gitu
2022-06-10
0
Eni pua
ini harusnya miring kan eh kyk aku kadang ada bintangnya karena tdnya dah miring kok bisa berubah ya🤔
2022-06-09
1