Lima tahun aku melupakan Karina.
Tak pernah lagi bertemu dan mendengar kabarnya. Aku dapat menerima kenyataan bahwa Karina telah menikah. Pria yang dipilih Karina untuk menjadi pendamping hidupnya pastilah orang yang memang benar-benar layak.
Sekarang aku hanya memfokuskan diriku untuk pekerjaan dan keluarga. Hingga orang yang baru mengenalku tak akan pernah menduga kalau aku anak seorang petani.
Suatu hari, Rama demam tinggi. Sepulang bekerja, aku berniat membeli obat untuk Rama. Mobilku terparkir di depan apotek dua puluh empat jam.
Aku membuka pintu apotek yang terbuat dari kaca. Hanya ada satu orang wanita yang sedang berbicara dengan apoteker.
Alangkah terkejutnya aku mengetahui wanita itu tidak lain dan juga tidak bukan ialah Karina. Dia juga tampak sama kagetnya denganku.
Penampilan Karina berbeda seratus delapan puluh derajat dari yang aku lihat terakhir kali. Wajahnya pucat, aku melihat dia tengah berbadan dua.
Meskipun begitu badannya sangatlah kurus. Tulang pipinya menonjol dan ditambah kantung mata hitam yang semakin terlihat jelas di wajah Karina yang putih. Karina tersenyum. Tapi bukan senyuman yang aku kenal dari seorang Karina.
“Balin, apa kabar?”
“Oh hai, Karina, sedang apa kamu di sini?”
“Oh, aku sedang membeli susu ibu hamil.”
Mataku tertuju pada perut Karina. “Berapa bulan usia kandunganmu?” tanyaku berbasa-basi.
“Tujuh bulan.” Jawab Karina singkat.
“Sudah lima tahun tidak bertemu. Ini kehamilanmu yang keberapa?”
“Ini kehamilan yang kedua.”
“Jadi, sebentar lagi kamu akan memiliki dua anak? Aku sudah lama tidak mendengar kabarmu. Anakmu yang pertama laki-laki atau perempuan?”
“Tapi kehamilan pertamaku, aku mengalami keguguran.”
Deg. Aku menelan salivaku. Aku menyesal dengan pertanyaanku tadi. “Oh, aku minta maaf.”
“Iya, tidak apa-apa.” Karina tersenyum seperti terpaksa.
Bodohnya aku, pastilah Karina tersinggung atas pertanyaanku tadi.
“Kamu sendiri, sedang apa ke apotek?”
“Aku sedang membeli obat untuk adikku. Dia sedang demam. Kamu sendirian?” Tanyaku sambil menengok kanan kiri. Mencari sosok orang yang menemani Karina.
“Iya aku sendirian.”
Kemudian petugas apotek yang tadi berbicara dengan Karina datang membawa sekotak susu khusus ibu hamil dan menyebutkan harga. Karina membuka tasnya, mencari sesuatu. Lama Karina tak menemukan benda yang dia cari, dia semakin gusar.
Aku melirik dan membaca keterangan yang ada pada kemasan susu ibu hamil yang dipesan Karina. Satu kotak berukuran kecil itu bisa untuk sepuluh gelas, dengan anjuran minum dua gelas sehari.
“Saya mau lima kotak susu yang seperti ini lagi.” Kataku pada wanita petugas apotek.
“Oh baik, Pak. Mohon ditunggu sebentar ya.” Wanita itu menghilang ke balik rak tinggi penyimpanan barang-barang.
Aku melihat Karina mengerutkan dahi kebingungan. “Dompetmu ketinggalan, kan? Sudahlah aku yang bayar. Aku sengaja pesan banyak untuk stok di rumah supaya kamu tidak perlu bolak-balik ke apotek.”
“Terima kasih banyak, Balin. Aku jadi merepotkanmu.”
“Sama sekali tidak merepotkan. Kamu juga sering mentraktirku ketika kuliah dulu. Kamu masih ingat?”
“Ya. Ya. Aku ingat.”
Wanita petugas apotek kembali lagi membawa barang yang aku minta. Mengemasnya ke dalam kantong belanja. “Ada tambahannya lagi? Barangkali vitamin untuk ibu hamilnya sekalian?”
Aku menoleh ke Karina yang langsung menggeleng cepat.
“Oh Tidak. Tidak perlu. Cukup itu saja.”
“Yakin, Karina?”
“Iya, Balin. Cukup itu saja. Vitamin aku masih banyak di rumah.”
Setelah membayar, aku menawari mengantar pulang Karina. Awalnya dia menolak. Namun hujan turun di saat yang tepat. Karina menerima tawaranku.
Sepanjang perjalanan aku bercerita banyak hal tentang masa kuliah kami dulu.
Tapi ada yang aneh.
Karina tidak fokus dengan pembicaraanku dan hanya menanggapi seperlunya saja. Dia selalu melamun. Aku menanyakan ada apa tapi Karina beralasan dia hanya kelelahan.
Aku merasa ada yang aneh dengan Karina.
Tiba-tiba Karina memintaku berhenti. Aku melihat sekeliling, mobilku sedang berada di sebuah pertigaan yang sepi.
“Sampai sini saja. Aku turun di sini. Terima kasih, Balin atas tumpangannya.” Kata Karina melepas sabuk pengaman.
“Kamu yakin tidak mau aku antarkan sampai depan rumahmu?”
Karina mengangguk.
“Tunggu, Karina. Ini masih hujan lho.”
“Tidak apa-apa. Ini sudah dekat dengan rumahku kok.”
“Kamu duduk dulu sebentar. Aku punya payung yang bisa kamu pakai.”
Aku selalu menaruh payung di dalam bagasi mobilku. Hanya untuk jaga-jaga bila turun hujan. Aku keluar dan berjalan ke belakang mobil, mengambil payungku.
Lalu aku membukakan pintu untuk Karina. Aku posisiskan payung yang ada di tanganku agar Karina tidak kebasahan ketika dia turun dari mobil.
Karina tersenyum. Bahkan aku melihat mata Karina berkaca-kaca. Aku menyerahkan payungku pada Karina.
“Oh iya, boleh aku minta nomor teleponmu. Supaya aku bisa mengembalikan payungmu ini.”
Sebenarnya mau payung itu hilangpun tak masalah bagiku. Namun aku tetap menyebutkan deretan nomor teleponku.
Lalu Karina menyimpannya. Bersama kami berada di bawah naungan payung. Sudah lama aku tak sedekat ini dengan Karina. Aku takut perasaanku yang dulu aku pendam akan muncul kembali.
Jadi aku segera masuk ke dalam mobil. Menyeka rambut yang basah karena tetesan air hujan. Aku menengok ke arah Karina sebelum aku putar balik. Dia masih berdiri di samping mobilku, melambaikan tangan.
Beberapa bulan setelah aku bertemu Karina di apotek, kejadian itu terjadi.
Ingatan saat Karina meninggal dunia tepat di hadapanku masuk ke dalam pikiranku. Sampai detik ini aku masih tak percaya Karina telah tiada dan menitipkan bayinya kepadaku.
Tiga hari aku absen kerja karena mengurus pemakaman Karina. Aku memakamkan Karina dengan layak tapi juga dengan sangat hati-hati agar tidak banyak orang yang tahu.
Di hari yang sama aku melihat berita bahwa ayah Karina dinyatakan hilang sejak malam Karina berada sendirian di Taman Merpati.
Apakah hilangnya Pak Indra ada kaitannya dengan Karina menangis di Taman Merpati? Karina juga tidak ingin aku menghubungi ayahnya ketika bayinya lahir. Apakah sebenarnya dia tahu apa yang terjadi dengan ayahnya?
Andai Karina mempunyai waktu beberapa menit saja untuk menceritakan semuanya padaku.
Aku memijit keningku. Memikirkan semua hal yang menimpa keluarga Irawan membuatku pusing.
Lalu ke mana suami Karina? Kenapa Karina menyebutnya jahat? Padahal Karina sangat bahagia sekali saat mengatakan bahwa dia akan menikah dengan pria itu.
Dan satu lagi. Karina melarang aku mempertemukan anaknya dengan suaminya. Sebenarnya apa yang telah terjadi?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments
Gendhuk sri
penasaran
2022-11-24
1
Senajudifa
mampir lg thor
2022-06-16
1
Sebutir Debu
misteri Nih ya
2022-06-09
1