Little Dead Flower
Four
Suasana di meja makan sangat hening. Suara dentingan sendok, garpu, serta piring menjadi satu-satunya sumber suara di sini. Aku menatap Hellga yang duduk di depanku, di samping Amanda. Gadisku itu tanpa ekspresi, tanpa nafsu melahap sarapannya. Sedangkan Amanda sibuk dengan donat aneka rasa di piringnya. Aku heran, gadis programer itu bisa kenyang hanya dengan mengonsumsi roti bertabur meeses dan selai.
“Holaa ... guys, kenapa kalian semua diam?” seru Lynn tiba\-tiba yang spontan membuat Amanda dan aku terlonjak. Berbeda dengan Hellga yang masih bertahan di posisinya.
“Shit, dasar trouble maker,” semprot Amanda.
“Lynn, apa\-apaan kau ini?” tanyaku seraya melipat tangan di dada.
Lynn menggaruk kepalanya lalu memasang cengir kuda. “Hehe ... habisnya kalian semua tidak ada yang bersuara, ya biar aku yang bersuara.”
Hellga bangkit dari kursinya. Dia pergi meninggalkan meja makan tanpa mengeluarkan sepatah kata pun.
Kami bertiga saling memandang.
“Tampaknya dia masih marah?” tanya Lynn.
Amanda melipat tangan di dada. “Iya, karena kau membututinya sampai ke perpustakaan. Jelas dia makin kesal.”
“Hei, aku melakukan untuk menjaganya tahu. Kenapa kau selalu menyalahkanku, Mand? Kau ada masalah denganku?” balas Lynn.
“Yes i have.”
Lynn tersenyum licik. “Lalu kau mau apa?”
Amanda menatap Lynn dengan tatapan menantang. “Ayo kita selesaikan di Agni!”
Agni adalah cara kami menyebut pertandingan duel satu lawan satu di sebuah lapangan, padang rumput, atau kawasan hutan yang sudah disepakati. Aku ingat aku pernah melakukan Agni dengan penyihir laki\-laki muda, namun aku tidak ingat namanya.
“Oke, aku tunggu di lapangan pukul dua pagi, bagaimana?” balas Lynn.
Brak! Perhatian dua gadis itu tertuju padaku.
“Kalau kalian terus begini, kutendang bokong kalian ke neraka, paham? Apa tidak bisa sehari saja kalian tidak ribut? Kita harus fokus pada Hellga, majikan kita! Apa\-apaan kalian ini?”
Si penyihir dan si programer itu bertatapan sesaat lalu keduanya pergi meninggalkan ruang makan. Aku duduk di kursi lalu menghela napas panjang.
“Huuff ....”
***
Sore harinya, kudapati Hellga berpakaian dengan rapi. Di punggungnya terdapat ransel biru favoritnya. Tampaknya dia akan pergi lagi entah ke mana. Begitu dia lewat di depanku, aku memalingkan wajah ke arah yang lain, bersikap seolah\-olah tidak peduli.
Tak lama kemudian, Amanda berlari menyusul Hellga dari belakang.
“Maaf membuatmu menunggu, Hell.” Amanda segera membukakan pintu, membiarkan Hellga keluar terlebih dahulu.
“No problem,” sahut gadis menawan itu. Kemudian pintu itu ditutup dari luar.
Aku melesat ke ruangan Magelynn. Begitu sampai di sana, segera aku duduk hadapan cermin ajaib itu. Langsung saja kugunakan cermin itu untuk melihat Hellga.
Tiba\-tiba seseorang menepuk pundakku.
“Apa yang kau lihat, Zel?” tanya Lynn di belakangku.
“Bukan urusanmu,” sahutku ketus.
Dia terkikik pelan. “Kau masih memerdulikannya, aye?”
“Shut up, pergi ke tempat lain saja kau. Menganggu saja.”
Kali ini tawamya meledak. “Ahahaha ... sok tidak peduli, nyatanya masih peduli. Dasar payah.”
Aku berdiri lalu berbalik. “Bisa kau pergi ke tempat lain? Dasar penyihir,” balasku kesal.
Lynn mengambil langkah mundur. “Santai bro ... yang tenang. Iya aku pergi kok, daaaahhh ....!” ucapnya sesaat lalu melesat keluar ruangan.
Aku menggelengkan kepala heran. “Anak itu ....”
***
Pukul satu pagi, aku sudah siap dengan pakaian serba hitamku. Hari ini aku yang mendapat giliran untuk mencari intisari untuk tuan putriku. Yah, walaupun aku agak cemas sebenarnya. Bagaimana kalau si penyihir dan si programer itu baku hantam? Waduh ... bisa terbakar istana itu.
“Kau tenang saja Zel, aku yang akan menjaga rumah,” ucap Lynn ketika kami bertemu di depan pintu utama.
Kulipat tanganku di dada. “Aku meragukan itu.”
“Amanda memang cepat emosi, tapi tidak denganku. Aku kan, tidak punya emosi, hahaha ...!” tawanya meledak di akhir kalimatnya.
“Terserah. Baiklah, aku pergi dulu,” pamitku pada gadis itu.
“Hati\-hati.”
***
Aku sampai di sebuah perumahan yang sepi. Sebenarnya aku bisa mencari intisari dengan mudah, namun aku mencari sumber terbaik kupersembahkan pada tuan putriku. Ada satu rumah yang di dalamnya terdapat satu gadis remaja yang masih perawan. Intisari gadis itu sangat cocok untuk tuan putriku. Aku hanya perlu menemukan waktu yang tepat untuk mengambilnya.
Tak lama kemudian, keluar gadis muda dengan pakaian layaknya penyihir bernuansa hitam. Rambutnya hitam, panjang sepunggung dan diurai. Wajahnya sangat datar, dia melirik ke kiri dan ke kanan dengan tajam. Tiba\-tiba tatapannya tertuju padaku. Gadis itu mendekat ke arahku.
“Kau ...,” gadis yang tingginya tak jauh beda dari Magelynn itu mengamatiku sejenak. Aku pun juga sama, kuamati gadis itu dari ujung rambut hingga ujung kaki. Postur tubuhnya tidak terlalu gemuk juga tidak terlalu kurus, agak mirip Lynn. Wajahnya terkesan datar, tatapannya tajam.
“Di mana Lynn?” tanya gadis itu tiba\-tiba.
Aku melongo untuk beberapa saat. “Maaf?”
“Aku tanya lagi, di mana Lynn?”
Aku mengangkat bahu. “Lynn siapa maksudmu?”
“Magelynn Weezar, kau tahu dia di mana, kan?”
Aku menatap lawan bicaraku lebih serius. “Maaf, kau siapa?”
Dia melipat tangan di dada. “Aku Marley Luther, saudarinya. Di mana adikku?”
“Dia bersamaku sekarang, kau mau apa?” tanyaku ketus.
“Aku ingin membawa adikku pulang. Di mana dia?”
“Dia tidak akan ke mana\-mana.”
Marley mengepalkan tangannya. “Siapa kau sebeanrnya?”
“Aku Azel Darker, kau tidak akan membawa Lynn ke mana pun,” ingin rasanya aku menampar wajah gadis di depanku ini. Sayangnya aku tidak bisa kasar dengan wanita.
“Aku pasti akan bawa dia pulang, tunggu saja,” ucapnya kemudian berbalik. Dua langkah kemudian, dia berhenti. “Jangan buang\-buang waktumu, gadis perawan di rumah itu sudah menjadi milikku, kau terlambat.” Lima detik kemudian gadis itu menghilang di tikungan.
Aku menghentakkan kaki. “Sial!”
***
Sore harinya, lagi\-lagi kudapati Hellga hendak pergi bersama Amanda. Tampaknya mereka makin dekat belakangan ini. Sedangkan aku masih pura\-pura tidak peduli di hadapan gadisku itu. Sakit memang, tapi aku bisa apa.
Aku langsung pergi ke ruangan Lynn begitu Hellga dan Amanda keluar dari pintu utama. Lynn sudah menunggu dengan senyum jahilnya.
“Hai, mau stalking dia lagi?” tanyanya lengkap dengan senyum menyebalkan itu.
“Shut up Lynn.”
Setelah menunggu sekitar dua jam, akhirnya Hellga keluar dari gedung bioskop. Kulihat dia berjalan beriringan bersama Amanda.
“Filmnya keren, bagaimana menurutmu?” tanya Amanda.
Hellga mengangkat bahu,” biasa saja menurutku.”
“Oh ayolah Hell, kau tidak asyik.”
“Lain kali kita coba film horor, yuk?” ajak Hellga.
Amanda mengangguk.
Mereka sampai di sebuah cafe. Amanda memesan donat seperti biasanya. Sedangkan Hellga memesan steak sapi black peaper.
“Kau tidak bisa makan makanan lain, Mand?” tanya Hellga penasaran.
Amanda menggeleng. “Makanan ini saja tidak kukunyah.”
“Kenapa tidak coba yang lain?”
“Tidak tertarik, donat saja cukup.”
“Masa? Coba steak milikku Mand, mungkin kau suka,” tawar Hellga.
Amanda menggeleng. “Tidak, terima kasih.”
Kemudian mereka melanjutkan mengobrol hal normal lain seperti pelajaran, perkembangan bisnis, dan hal asyik lainnya. Aku dan Lynn mengamati mereka berdua dari balik cermin ini.
Tiba\-tiba saja, kulihat Hellga mulai pucat. Tubuh Hellga mulai melemah, namun dia masih sadar sepenuhnya. Amanda yang mengerti situasi langsung merogoh ranselnya. Wajahnya ikutan pucat setelah yang dicarinya tidak ketemu.
“Sial, aku lupa bawa persediaannya,” ucap Amanda pelan.
Dia memandang tubuh Hellga yang mulai ambruk dari kursi. Spontan dia menahan tubuh gadis itu agar tidak terbaring di lantai. Disandarkannya punggung gadis itu ke dinding.
“Hell, please bertahanlah,” ucap Amanda panik.
Tiba\-tiba seseorang lewat di depan mereka. Sosok laki\-laki yang tampaknya seumuran dengan Hellga menatap mereka. “Hei, apa dia baik\-baik saja?” tanya laki\-laki itu.
Amanda memandang lawan bicaranya. “Kau mau membantunya?”
Bergegas laki\-laki itu merogoh sakunya untuk mengambil hand phone. “Ya, aku akan menelfon ambulans.”
Amanda berdiri lalu merampas hand phone anak itu. “No need,” ucapnya seraya meremas benda persegi panjang itu.
“Hei apa yang ....”
Amanda langsung meraih leher laki\-laki itu lalu memlintirnya tanpa ampun. Suara gemertak tulang dan napas yang tersengal terdengar di akhir jeritan anak itu. Lalu Amanda mearih sakunya, memakai sarung tangan merah yang dia pakai untuk menarik intisari. Tanpa aampun dia menejajalkan tangannya ke jantung laki\-laki itu, menembus kulit serta tulang rusuknya. Tak lama kemudian, laki\-laki itu sudah tak bernyawa lalu Amanda menarik tangannya. Didapatnya bola cahaya berwarna putih, langsung dia menghampiri Hellga. Bola putih itu dimasukan Amanda ke dalam jantung Hellga. Mendadak tubuhnya kembali sehat.
Suasana hening untuk beberapa saat.
Hening.
Hening.
Masih hening.
Sampai akhirnya ....
“Dia monster!” seru salah satu pengunjung cafe. Spontan Amanda berlari ke arah pintu lalu menguncinya. Ditatapnya pengunjung cafe satu demi satu. Bibirnya memasang senyum seakan haus nafsu.
“Kalian semua, akan kupersembahkan untuk majikanku.”
***
“Putri ...,” panggilku seraya menatap wajah gadis itu.
“Hell ... wake up,” panggil Amanda.
“Hell, come on, bangun!” seru Lynn.
Tak lama kemudian, Hellga mulai membuka matanya. Dia menatap kami bertiga satu demi satu. Tatapannya terhenti tepat pada Amanda.
“Amanda,” panggilnya dengan suara lemah.
Amanda menunduk malu. “Maafkan aku, Hell.”
“Bisa kalian berdua keluar, aku ingin bicara dengan tuan putriku,” ucapku. Akhirnya Magelynn dan Amanda meninggalkan ruangan.
“Maaf putri, aku tahu keadaan mulai kacau belakangan ini.”
Dia hanya terdiam.
“Aku tahu, kau membenci Lynn, aku, dan setelah ini kau akan membenci Amanda juga. Kami tak perlu dimaafkan, Putri. Kami tak butuh itu. Kami memang terkutuk, makhluk terkutuk dari asalnya. Tapi kami hanya ingin kau paham bahwa yang selama ini kami lakukan hanyalah menjaga Anda agar tetap hidup. Kau tak perlu memaafkan kami karena kami membunuh.”
Aku menghela napas sejenak sebelumnya akhirnya melanjutkan. “Kami bukan manusia. Tapi tujuan kami berada di dunia hanya untuk Anda. Kalau kami tak bisa melindungi Anda, lalu apa peran kami, tujuan hidup kami? Semoga Anda bisa memahami keadaan ini, Putri. Kami adalah pelayan Anda, kami hidup untuk Anda.”
Hening sejenak.
Hellga mengangguk. “I see.”
Tampak gadis itu berpikir sambil terus menatapku.
“Fine, aku yang seharusnya minta maaf. Aku terlalu bodoh dengan tidak menyadari semua ini. Harusnya aku bisa menggunakan kesempatan ini, bukan malah membuangnya.”
“Kesempatan apa maksud Anda, Putri?”
“Kalian bertiga bisa menjadi mesin pembunuh yang dikendalikan olehku. How’s that?”
Aku tertegun. Tubuhku mematung untuk beberapa detik.
“Mesin pembunuh ... Anda?”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments