Three

Little Dead Flower

Three

Aku menatap air mancur dengan tatapan kosong. Pikiranku melayang entah ke mana. Rasanya aku hanya sebuah tubuh tanpa jiwa. Gemercik air menjadi satu-satunya suara yang tertangkap oleh telingaku. Padahal bukan suara itu yang ingin kudengar. Hanya suara tuan putriku saja yang ingin kudengar, bukan gemercik air membosankan ini. Sayangnya gadis pujaanku itu tak sudi melihat wajahku lagi.

“Memikirkan Hellga?” tiba-tiba saja Lynn berdiri di sampingku. Ah, kenapa gadis ini datang di saat moodku seperti ini? Menganggu saja.

“Siapa lagi, Lynn? Hidup matiku hanya untuk tuan putriku itu.”

“Kulihat dia dengan Amanda pagi ini, mereka makin akrab saja, ya,” ucap Lynn.

Aku memutar bola mata dengan malas. “Tentu saja, karena Hellga belum melihat sisi Amanda yang lainnya.”

“Kalau begitu, jangan sampai Hellga melihatnya. Kalau Amanda juga dia jauhi, makin sulit bagi kita untuk menjaganya, kau tahu?”

Aku mengangguk setuju. “Aku paham.”

Siang itu, aku dan Lynn memutuskan untuk menyiapkan makan siang. Hellga sedang belajar di ruangannya, sedangkan Amanda sibuk dengan bisnisnya. Aku harap tuan putriku itu akan kembali padaku dalam waktu dekat. Aku tak sanggup jika dia menjauhiku begini.

***

“Kau mau ke mana, Putri?” pandanganku tertuju pada Hellga yang berpakaian rapi dengan tas selempang di pundak kirinya. Tampaknya dia hendak pergi ke luar.

“Bukan urusanmu, Zel.”

“Aku minta Magelynn untuk menemanimu, oke?” tawarku.

“Tidak.”

“Tapi, Putri ...,” ucapku kurang yakin.

Hellga melipat tangan di dada. “Kuingatkan kau, Azel. Jangan campuri urusanku lagi, jangan campuri hidupku lagi, bisa?”

“Putri ... kau benar-benar tak sudi lagi melihatku, ya?” tanyaku dengan suara sedikit bergetar.

“Yes, so ... go away,” ucapnya sesaat kemudian meninggalkanku yang masih berdiri di ruang tengah.

Tak lama kemudian, Amanda menghampiriku. “Mendapat penolakam, Zel?” tanya gadis pendek itu.

“Shut up, Mand.”

“Jadi aku benar, ya?” ucapnya dengan senyum mengejek.

Aku membuang muka, kesal.

“By the way, ke mana Hellga?” tanya gadis menyebalkan itu.

“Dia tidak memberi tahuku, Mand.”

Amanda mengangguk. “So, ini waktunya memakai Lynn lagi?”

“Kenapa dengan si penyihir?”

“Suruh dia mengawasi Hellga.”

“Magelynn sedang berada di ruangannya, Mand. Kenapa tidak kau saja yang menyusul Hellga?” usulku.

“Dia tidak ingin ditemani, kan? Aku tidak mau melawan kemauannya, Zel,” sahut Amanda.

“Ah, sial.”

Tap-tap. Kudengar suara langkah yang perlahan mendekat. Aku melirik sekilas ke arah sumber suara, kulihat kaki seorang gadis yang mendekat.

“Tampaknya kalian sedang buntu, ya?” tebak si gadis penyihir.

Tatapanku tertuju pada Lynn. Gadis itu sedikit merubah penampilannya. Tingginya tidak berubah, tidak juga bertambah gemuk. Ah, rambutnya. Rambutnya dia warnai dengan warna abu-abu, membuat sosoknya sangat mirip dengan penyihir sekarang. Mungkin setelah identitasnya sebagai penyihir diketahui Hellga, dia bisa sedikit bebas sekarang.

“Aku harap kau tidak membuat keadaan makin buruk, Lynn,” ucap Amanda seraya melipat tangan di dada.

Lynn tersenyum misterius. “Kalau aku justru memperbaiki keadaan dan menjadi berguna, kau mau apa, Mand?”

Amanda makin kesal. Langsung saja dia menunjukkan jari tengahnya di depan hidung Lynn lalu berlalu. Aku hanya mengangkat bahu menyaksikan tingkah mereka berdua.

“Apa tidak bisa kalian berdamai satu hari saja? Aku bosan dengan tingkah kalian, ayolah ...,” komentarku.

“Amanda yang mulai,” sahut Lynn.

“Okay Lynn, apa yang ada di kepalamu sekarang? Wanna tell me?” tanyaku seraya menatap gadis itu dengan serius.

“Ikut ke ruanganku, Zel.”

***

“What? Kau ingin aku menggunakan cerminmu untuk mengawasi Hellga?” tanyaku tak percaya. “Kenapa kau tidak mengikutinya secara diam-diam seperti kemarin, Lynn?”

“Dan bagaimana jika aku ketahuan lagi? Aku yakin tuan putrimu akan menendang bokongku keluar dari istana ini, bukankah begitu?” sahut Lynn.

“Sial.”

“Aku akan mencari intisari malam ini, Zel. Aku harap kau paham situasinya,” jelas Lynn.

Aku menghela napas panjang sebelum akhirnya setuju dengan usul Lynn. “So, aku hanya perlu menggunakan cerminmu seperti waktu itu, kan?”

Gadis penyihir itu terkikik. “Coba saja.”

Aku duduk di depan cermin Lynn lalu mengusapnya dengan tangan kananku. Beberapa detik kemudian, tidak ada yang muncul di cermin itu. Kucoba lagi mengusap benda itu, namun hasilnya tetap sama.

“Kenapa tidak bekerja?” tanyaku heran.

“Ahahaha!” akhirnya tawa gadis itu meledak juga.

“Lynn, jangan mengerjaiku seperti ini,” balasku kesal.

Lynn yang selesai tertawa akhirnya mendekatiku. “Begini, usap cerminnya, pikirkan target yang ingin kau lihat. Sebut nama lengkapnya, bayangkan wajahnya. Bayangkan dia berdiri di hadapanmu lalu lihat ke cermin.”

Untuk ketiga kalinya, aku mengusap cermin. Kusebut nama Hellga Augeria di dalam kepalaku, kubayangkan wajah manisnya. Lalu kubayangkan dia berdiri di hadapanku, hingga aku bisa mengusap rambut lembutnya. Begitu kubuka mata, kudapati cermin menampilkan sosok Hellga di sana. Rupanya dia berada di perpustakaan.

“Waw, kau berhasil, Zel!” seru Lynn kegirangan.

Tak kugubris gadis itu. Aku hanya fokus pada Hellga. Kulihat dia sedang duduk bersama seorang gadis berambut hitam panjang. Kedua matanya memiliki iris mata yang berbeda. Mata kanannya berwarna merah, sedangkan mata kirinya berwarna biru laut, sungguh indah.

“Siapa namamu tadi?” tanya Hellga pada gadis itu.

“Hanny Cassnova.”

Hellga tersenyum hangat. “Salam kenal, aku Hellga Augeria.”

Lynn menyenggol sikutku hingga aku sedikit kehilangan fokus. “Gadis itu mencurigakan, Zel.”

“Siapa?” tanyaku.

Lynn menatap cerminnya lebih serius. “Hanny.”

Aku malah heran. “Apa yang mencurigakan dari gadis itu?”

“Kau butuh mata penyihir untuk bisa melihatnya, Zel,” sahut Lynn yang masih memasang tampang serius.

Tak lama kemudian, Hanny dan Hellga berpisah. Mereka saling mengucapkan salam perpisahan dan berjanji akan bertemu lagi besok sore. Kulihat gadisku itu berjalan di trotoar.

“Sebaiknya aku menjemput tuan putriku,” sahutku yang kemudian bergegas meninggalkan ruangan Lynn.

***

“Pagi, Putri!” sapaku hangat pada gadis yang sudah rapi dengan pakaian pink favoritnya. Di sampingnya berdiri Amanda yang sudah rapi juga.

“Pagi, Tuan Servant,” sahut Amanda, sedangkan Hellga hanya diam lalu duduk di kursinya. Dia bahkan tidak menatap wajahku sedetik saja.

“Kemarin kau habis dari mana, Hell?” tanya Lynn.

Hellga memutar bola matanya dengan malas. “Bukan urusanmu, Lynn.”

“Tidak mau memberi tahuku?” kali ini Amanda yang angkat bicara.

Hellga menatap Amanda sesaat lalu kembali fokus pada makanannya. “Perpustakaan, Mand.”

“Tidak biasanya kau ke perpustakaan, Hell. Biasanya kau pergi ke taman bersama gadis pebisnis ini,” komentar Lynn yang kemudian melirik Amanda.

“Aku hanya ingin mencari suasana baru. Aku juga bertemu teman baru di sana. Yah, cukup untuk menghibur diriku,” ucap Hellga.

“Teman baru?” tanya Amanda penasaran. “Siapa?”

“Hanny, Hanny Cassnova. Kami baru berkenalan kemarin dan berjanji akan bertemu lagi hari ini. Dia anak yang baik, kok,” cerita Hellga pada Amanda. Tampak jelas gadis itu mengabaikan keberadaanku dan Lynn.

“Jadi, hari ini kau akan bertemu lagi dengan si Hanny ini? Boleh aku ikut?” tanya Amanda.

“Hm ... bagaimana ya. Dia agak pemalu, sih,” ucap Hellga ragu.

Tiba-tiba Lynn angkat bicara. “Kau yakin kalau dia baik, Hell?”

Hellga mengerutkan kening. “Apa maksudmu, Lynn?”

“Aku bukan menghakimi, tapi menurutku, gadis bernama Hanny dapat membahayakanmu, Hell. Sebaiknya kau menjaga jarak dengannya,” ucap Lynn terang-terangan.

Spontan Hellga menggebrak meja dengan keras. “Kau tidak punya hak ikut campur dalam urusanku, Lynn! Jaga batasanmu! Kau hanya sekedar alat bagiku, paham?”

Suasana hening sejenak. Tiba-tiba Lynn tersenyum lebar. “Hanya sekedar alat, hmm? Yah, kau benar juga. Aku hanya alat.”

“Bagus akhirnya kau sadar, dasar penyihir!” sembur Hellga yang kemudian meninggalkan ruang makan.

Setelah sosok Hellga tak telihat lagi, terdengar suara tepuk tangan Amanda. Dia tampak menahan tawa setelah melhat kekacauan tadi.

“Luar biasa,” komentar Amanda.

Lynn menatap Amanda sinis. “Apa, Mand?”

“Lihat yang kau lakukan, kau merusak mood paginya, penyihir,” balas gadis dingin setengah kasar itu.

“Dia memang belum menyadarinya sekarang, tapi segera,” balas Lynn.

Aku menarik napas panjang sebelum akhirnya ... “Cukup kalian berdua! Kenapa kalian selalu saja ribut di saat yang salah? Tidak bisakah buat diri kalian lebih berguna?”

Mendadak dua gadis di hadapanku terdiam. Aku yang muak akhirnya meninggalkan ruang makan.

***

Sore harinya, sesuai perkiraanku, Hellga akan pergi ke perpustakaan untuk menemui Hanny. Lagi. Amanda tidak ambil pusing dengan prediksi Lynn mengenai Hanny. Dia merasa Hellga akan baik-baik saja. Berbeda denganku yang sedari tadi merasa was-was.

“Kenapa kau ini, Zel? Penyihir itu memang suka bicara melantur, kan?” ucap Amanda yang melihat ekspresi cemasku.

“Aku tidak tahu, Mand. Aku rasa Lynn benar kali ini. Dari tadi fiasatku tidak enak,” sahutku.

“Oh sudahlah, ini hanya akan membuang waktuku.” Amanda beranjak dari sofa empuk itu lalu meninggalkan ruang tengah.

Tak lama kemudian, Lynn muncul lengkap dengan senyumnya. “Mau ke ruanganku, Zel?” tawarnya.

“Nice idea.”

Sesampainya di ruangan Lynn, aku langsung duduk di depan cermin ajaibnya. Langsung saja kuusap cermin itu untuk melihat keadaan Hellga. Syukurlah aku dapat melakukannya dengan lancar kali ini.

“Dia sudah sampai,” ucap Lynn.

Ya, kulihat Hellga sudah sampai di perpustakaan. Di dalam, Hanny sudah menunggunya. Aku mulai serius memandang ke arah cermin.

“Akhirnya kau datang juga, Hell. Aku sudah lama menunggu, loh.”

Hellga menggaruk kepalanya yang tidak gatal. “Maaf, pelajaran fisika sedikit lebih lama.”

“Kau bersekolah di mana?” tanya gadis dengan kedua mata indah itu.

“Aku homeschooling, Hann. Sekolah formal bukan tempatku,” sahut Hellga.

Hanny mengangguk paham. “Oh begitu.”

Tak lama kemudian, tatapan mereka saling bertemu. Mendadak tatapan Hanny berubah. Tatapan gadis itu seperti memancarkan sedikit percikan pada wajah Hellga. Dua detik kemudian, tatapan Hellga menjadi kosong. Hanny tersenyum puas. Dia membuka ranselnya, mengeluarkan sebuah pistol di dalamnya.

“Gunakan ini, bunuh mereka semua,” ucap Hanny pelan.

Hellga dengan tatapan kosong itu menerima pistol yang disodorkan Hanny. Dia berdiri lalu mengarahkan pistol ke arah pengunjung perpustakaan secara acak.

“What the hell?” teriakku kaget.

“Yaaayy! Ada yang terbunuh!” seru Lynn.

Aku menatap gadis itu tajam. “Jangan main-main, Lynn. Pergi, susul Hellga, SEKARANG!”

Lynn mengambil langkah mundur setelah kubentak. Dia melesat meninggalkan ruangannya.

Tatapanku kembali tertuju pada cermin. Kulihat Hellga makin brutal menembak orang-orang yang ada di sana. Sedangkan Hanny hanya berdiri di samping Hellga dengan senyum lebar.

“Kau melakukannya dengan baik, Augeria,” ucap Hanny di telinga Hellga.

Aku mengepalkan tangan kananku. “Beraninya gadis itu mempengaruhi gadsiku!”

Tak lama kemudian, Lynn muncul dari balik pintu. Dia langsung menunjuk ke arah kening Hanny dan berseru. Tampaknya Lynn melakukan teleportasi karena aku yakin sebelumnya dia berada di ruangan yang sama denganku.

“Nau maida un forbida wacna!” (jangan ganggu gadis itu)

Hanny tertawa lepas. “Gadis ini milikku, wicky.”

Lynn langsung menerjang ke arah Hanny, sambil merapal mantra. Hanny tak tinggal diam, dia melangkah mundur lalu mendekati Hellga.

“Bunuh penyihir ini,” ucapnya.

Spontan pistol Hellga tertuju pada Lynn. Beberapa peluru melesat ke arahnya. Lynn dengan sangat lihai menghindari peluru-peluru itu. Kini dia sudah satu meter di hadapan Hellga. Segera Lynn meraih pistol itu lalu merampasnya dari tangan Hellga.

Hanny tak kehabisan akal. “Patahkan lehernya.”

Hellga berusaha meraih leher Lynn, namun Lynn lebih ahli dalam menghindar. Aku yakin gadis penyihir itu tidak ingin menyakiti Hellga hingga dia lebih memilih menghindar. Hingga akhirnya, Lynn berhasil mengunci pergerakan Hellga.

“Maafkan aku, Hell,” dia meniup ubun-ubun Hellga dari belakang. Tiga detik berikutnya, Hellga terkuai lemas namun kedua matanya masih terbuka.

“Kau!” Hanny tak terima. Dia mencoba mempengaruhi Lynn dan mengendalikan pikirannya. Seketika tatapan Hanny memancarkan percikan. Sebelum percikan itu mengenai wajah lawannya, Lynn berkedip lalu menjetikkan jarinya. Mendadak percikan itu berbalik arah.

“Dasar, hypnotic witch,” ucap Lynn.

Hanny mematung, tatapannya kosong.

Lynn kembali terfokus pada Hellga yang perlahan mulai tersadar. Dia segera bangkit dibantu Lynn. Tatapannya tertuju pada Lynn lalu pada Hanny.

“Kenapa kau di sini?” tanya Hellga.

Lynn tidak menjawab. Tampaknya dia membiarkan Hellga membaca situasi sendiri. Setelah beberapa detik, Hellga makin bingung. Didapatinya mayat bergelimpangan di perpustakaan. “Apa yang terjadi?”

“Gadis itu mengendalikanmu, Hell. Dia membuatmu membunuh orang-orang ini. Bahkan kau hampir membunuhku,” jelas Lynn.

“Benarkah?”

Lynn hanya mengangguk.

Hellga menatap pistol di tangan Lynn. “Kill her then.”

“Kau mengizinkanku untuk ini, Putri?” tanya Lynn.

Oh tidak, ini tidak boleh sampai terjadi.

“Kenapa minta izin?” tanya Hellga.

“Karena kau putrinya.”

“Apa kalian minta izin padaku ketika menarik nyawa orang waktu itu?” tanya Hellga.

Lynn menggaruk kepalanya. “Tidak sih ....”

“So ... kill her!”

Langsung saja kujentikkan jariku. Dua detik kemudian, aku sudah berada di tempat Hellga dan Lynn. Kulihat peluru melesat ke arah Hanny. Langsung saja kutangkap peluru itu menggunakan tanganku, lalu menjetikkan jari lagi untuk menciptakan ledakan asap.

“Kau membunuhnya?” tanya Hellga.

“Bisa jadi,” sahut Lynn.

“Good, ayo pulang. Aku lelah.”

Mereka berdua meninggalkan perpustakaan. Aku membuang peluru yang kutangkap lalu menatap Hanny. Kujentikkan jariku, tatapannya kembali normal. Aku menatapnya tajam.

“Kau apakan tuan putriku, penyihir?”

Hanny hanya diam.

“Dengar, hari ini aku menyelamatkan nyawamu. Tapi jika kau berani mendekati Hellga lagi, aku sendiri yang akan menyeretmu ke neraka.”

Kujentikkan jariku untuk kesekian kalinya. Dua detik kemudian, aku berada di ruangan Lynn.

“Hari yang melelahkan.”

Terpopuler

Comments

NMarianna

NMarianna

semangat nulis ya
kayaknya per bab nya lebih dari 1200 kata ya? kalo aku, ntar selesainya sampe bertahun tahun wkwkwkwk

2019-09-23

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!