Little Dead Flower
Two
Suara langkahku menggema di sepanjang lorong. Mataku terus mencari sosok Hellga, lari ke mana dia? Ah, dia tidak mungkin lari terlalu jauh. Aku hanya sedang panik, aku harus tenang. Aku berhenti berlari lalu memejamkan mata. Kutarik napas kuat-kuat, harusnya aku bisa mencium bau lavender itu. Tapi nihil, itu artinya dia tidak di sini. Mungkin dia berada di ruang belajar?
Langsung saja aku berbalik dan pergi ke ruang belajar. Kubuka pintu dengan kasar. Tak kudapati sosok yang kucari. Yang kulihat hanyalah tumpukan buku di atas meja. Ah sial, aku harus menemukan tuan putriku segera. Mungkin dia sedang berada di kamarnya.
Sesampainya di depan pintu kamar tuan putriku, segera aku mengetuk pintu.
“Tok-tok!”
“Aku tidak ingin menemui siapapun!” balas suara dari dalam. Kudengar juga suara isak tangis setelahnya.
“Putri, ini aku Azel. Kau tidak membiarkanku masuk?” tanyaku dengan nada lembut. Aku tahu dia sedang ketakutan saaat ini.
“Tidak, pergi kau dari sana!” teriaknya.
“Mau mendengar penjelasanku sebentar saja, Putri?” bujukku.
“Tidak! Go away!”
Aku hanya menghela napas seraya menunduk kecewa. Oh pasti dia lebih kecewa dariku. Mengetahui kebenaran yang amat menyakitkan, siapa yang tidak kecewa. Kuputuskan untuk bicara dengan Hellga besok pagi, ketika suasana hatinya membaik.
***
Keesokan harinya, kami bertiga menunggu Hellga di ruang makan. Lynn bilang tuan putriku sudah bangun, hanya saja dia tidak ingin ke ruang makan.
“Apa aku perlu menjemputnya?” tanya Amanda.
“Biar aku yang menjemputnya,” Lynn langsung beranjak dari kursinya.
“Kau yakin kau bisa membawa Hellga ke sini?” tanyaku memastikan.
“Jika aku bisa membawanya kemari, apa yang akan kudapat?” Lynn menyeringai.
“Aku akan memberimu peran,” sahutku seraya melipat tangan di dada. Gadis ini benar-benar ingin menyaingi Amanda rupanya.
“Deal!” gadis penyihir itu berbalik, dua detik kemudian dia langsung melesat.
Amanda melipat tangan di dada. “Kau beri dia peran, bagaimana denganku? Kau ingin aku menjadi tidak berguna?”
“Wow, kau akan mendapat giliran Mand. Untuk sekarang, biarkan Lynn yang mengambil peran.”
Gadis berkacamata itu membuang muka. “Huh!”
“Apa?”
“Kau meremehkanku karena aku tidak bisa sihir seperti Lynn? Aku bisa menarik intisari lebih banyak daripada dia.”
“Wow ... tenanglah Mand. Kau akan mendapat giliran, kok.”
Tak lama kemudian, kulihat tuan putriku di lorong bersama Lynn. Aku menghela napas lega, gadis penyihir itu menjalankan tugasnya dengan baik.
“Morning Hell!” sapa Amanda ceria seperti biasanya.
Hellga hanya menatap Amanda sekilas lalu beralih ke makanan yang ada di piringnya. Amanda merasa sedikit heran dengan sikap Hellga.
“Kau baik-baik saja, Hell?” tanya Amanda cemas.
Hellga hanya mengangguk lalu kembali melanjutkan makannya.
Suasana di meja makan hening untuk beberapa menit. Di antara kami bertiga tidak ada yang berani memulai percakapan. Sampai akhirnya tuan putriku itu mengatakan sesuatu yang membuat kami bertiga terkejut.
“Aku ingin kalian menjauhiku untuk sementara waktu. Jangan ada yang mendekat sampai kuperintahkan untuk mendekat, paham?” ucapnya dengan tegas. Dibalik sifatnya yang feminim dan manja itu, dia akan bertindak tegas di waktu-waktu tertentu. Contohnya seperti ini.
“Kenapa, Putri?” tanyaku meminta penjelasan.
“Tidak ada pertanyaan, Zel,” sahutnya datar.
“Kau yakin dengan ini, Hell?” tanya Lynn memastikan.
“Sangat yakin, aku tidak butuh nasehat kalian,” gadis itu telah menyelesaikan sarapannya. Dia segera beranjak dari kursi, “permisi ....”
Setelah Hellga menghilang dari ruang makan, kami bertiga saling pandang. Ada yang aneh dengan gadis pujaanku itu, kenapa dia ingin kami menjauhinya?
“Okay ... tadi itu sangat aneh,” ucap Amanda.
“Ya, aku tidak menyangka Hellga akan begitu,” sahut Lynn.
Aku menatap gadis penyihir itu tajam. “Kau yang memulai semua masalah ini, Lynn.”
Gadis dengan pakaian maid itu tertawa lepas. “Ahahaha ... maaf.”
“Sudahlah, sekarang kita harus bagaimana?” tanyaku kepada kedua rekanku itu.
Amanda hanya mengangkat bahu seraya melirik Lynn. Aku tahu gadis itu sangat kesal dengan gadis penyihir satu ini.
“Kita tunggu saja langkah Hellga selanjutnya,” usul Lynn.
Aku berpikikir sejenak, sepertinya gadis itu ada benarnya juga. Akhirnya kami bertiga mengangguk sepakat.
***
Malam harinya, aku berhenti di depan pintu kamar Hellga. Ingin rasanya aku mengetuk pintu itu, mendengar suara lembutnya. Tapi, perintahnya tadi pagi membuatku mengurungkan niat. Ya ampun, kenapa aku diuji dengan cara ini? Apapun akan kukorbankan asalkan aku bisa selalu dekat dengan gadisku. Tapi sekarang, aku malah dipaksa untuk menjauhinya. Apa aku melakukan kesalahan besar hingga gadis itu enggan melihat wajahku lagi? Oke, mungkin dia melihat caraku menarik intisari. Tapi ini semua ulah si penyihir licik itu, kenapa aku juga kena imbasnya?
“Zel?” suara Amanda membuyarkan lamunanku. Kutolehkan kepalaku ke sumber suara.
“What?” sahutku datar.
“Are you okay?”
“Yes, im good. Thanks for ask,” kuipat tanganku di dada.
Amanda menatap ke arah pintu kamar Hellga.
“Merasa tidak berguna, aye?” tebakku yang langsung dibalas anggukkan oleh gadis progamer itu.
“Bertahun-tahun aku melayani gadis itu, baru kali ini dia memintaku menjauhinya,” ucapnya pelan.
“Begitu juga aku, mungkin dia tidak mau melihat wajahku lagi seumur hidupnya.”
“Walau begitu, kita tidak mungkin menjauhinya, kan? Kita harus tetap menjaganya, dari jauh.”
Aku mengangguk setuju. “Benar.”
“Aku harap besok mood Hellga lebih baik,” harap Amanda.
“I hope so.”
***
“Morning, Tuan Pelayan,” sapa Lynn dengan ceria. Dia meletakkan sarapan di meja makan lalu menatapku, “semoga hari baik.”
“Ei ... morning Lynn,” sapaku balik.
Tak lama kemudian, Amanda muncul. Dia langsung menarik kursi lalu duduk di sana. “Pagi ... di mana Hellga?”
Aku dan Lynn mengangkat bahu.
“Biar aku yang menjemputnya kali ini,” Amanda berdiri dari kursinya. Dia berbalik lalu menyusuri lorong.
“Kenapa ya ...,” gumamku pelan. Lynn melirikku, tampaknya dia mendengar gumamanku barusan.
“Apanya?”
“Perasaanku tidak enak, ada apa dengan tuan putriku?”
Tidak sampai lima menit, Amanda kembali dengan wajah panik. “Hellga!”
“Apa?” tanya kami berdua bersamaan.
“Dia tidak ada di kamarnya!”
Langsung saja aku melesat menyusuri lorong menuju kamar Hellga yang pintunya terbuka lebar. Begitu aku sampai, Amanda memang benar. Tidak kudapati gadis pujaanku itu di ranjangnya. Jendelanya terbuka lebar, lemarinya juga terbuka dan tidak ada isinya. Mataku tertuju pada buku di atas ranjang Hellga. Buku diary gadis itu tidak dia bawa, padahal benda itu adalah salah satu benda kesayangannya. Tapi kenapa? Apa dia sengaja?
Kuambil buku itu. Ada dorongan dari dalam diriku untuk membuka buku itu, tapi apa ini sopan? Apa seorang pelayan boleh mengintip privasi majikannya sendiri? Ah ... aku jadi dilema. Detik ketiga, akhinya kuputuskan membuka buku itu, langsung membuka halaman terakhir yang terisi.
You should see me in a crown
I’m gonna run this nothing town
Watch me make’em bow
One by, one by one
One by, one by
You should see me in a crown
Your silence is my fovorite sound
Watch me make’em bow
One by, one by one
One by, one by one
“Apa ini?” tanyaku setelah membaca tulisan itu. Terdengar seperti sebuah bait puisi atau lirik lagu. Entahlah, selera tuan putriku memang aneh. Langsung saja kututup buku itu kemudian meletakkannya di atas meja belajar.
“Zel, bagaimana ini?” tiba-tiba Amanda muncul di belakangku. Langsung saja aku berbalik.
“Apa?” tanyaku datar.
Amanda tampak ingin menghantamku dengan tinjunya. “Kau bodoh atau apa? Hellga bagaimana!?”
“Dia kabur, aku tahu,” sahutku tetap tenang.
“Dan kau diam saja? Ya sudah, biar aku saja yang mengurus ini,” Amanda langsung berbalik, hendak meninggalkan ruangan. Namun tanganku berhasil menggapai bahunya dan menahannya.
“Tunggu.”
“Apa!?” Amanda berbalik, tampaknya dia sangat marah bercampur panik.
“Biarkan Lynn yang menyelesaikan ini, Mand.”
“What? Si penyihir itu lagi?”
“Hellga tidak boleh melihat sisi burukmu, sayang. Dia hanya berani dekat denganmu, tidak denganku ataupun Lynn, kau paham maksudku, kan?”
Amanda terdiam lalu menatapku dalam-dalam. “Kau benar.”
“I konow you love her so much, Mand. Jangan buat dia ketakutan lebih dari ini,” ucapku.
Gadis itu akhirnya menurut juga. Segera kami mencari Lynn.
“Lynn?” panggilku pada gadis yang sedang duduk di taman. Dia malah asyik menikmati pemandangan indah di taman.
“Yaz?” dia menoleh.
Amanda melipat tangan di dada. “Lucky you.”
“Apa kita ada masalah, Mand?” tanya Lynn.
“Oh come on,” aku menghela napas pamjang, “bukan waktu yang tepat, guys.”
“Ada apa mencariku, Zel?”
Aku menatap Lynn dengan serius. “Kau tahu kalau Hellga kabur, kan?”
“Yaz.”
“Ikuti dia dan buat dirimu berguna, bisa?”
“Yaz,” gadis itu mengangguk cepat. “Oh, sebelumnya aku bisa minta tolong, Zel?”
“Apa?” balasku.
“Pergi ke ruanganku, di sana ada cermin di meja riasku. Kau bisa mengawasiku melalui cermin itu, kan?”
Amanda memutar bola matanya. “Oh, dasar penyihir.”
“Bisa, sudah cepat susul Hellga!” ucapku tak sabar.
Langsung saja gadis itu melesat dari hadapanku dan Amanda. Aku bergegas pergi ke ruangan Magelynn, ruangan yang penuh dengan bahan-bahan sihir aneh dan buku-buku tua.
“Kurasa ini akan menjadi hari yang panjang,” gumamku.
***
Sudah dua hari aku mengurung diri di ruangan gadis penyihir itu. Aku sibuk fokus dengan cermin di hadapanku ini. Sedangkan Amanda juga sibuk menjalankan bisnis keluarga Augeria. Dari yang kulihat dari cermin, Magelynn berhasil menemukan gadis pujaanku itu. Aku memerintahkannya untuk menjaga Hellga dari jauh, jangan sampai dirinya sadar kalau dia diawasi oleh Lynn.
Kulihat Hellga sedang masuk ke sebuah ruangan. Langsung saja Lynn mengikutinya masuk ke ruangan itu tanpa sepengetahuan Hellga. Di ruangan itu terdapat dua laki-laki berjas hitam.
“Nona Hellga Augeria, senang bertemu dengan Anda,” ucap salah seorang laki-laki dengan tubuh kurus tinggi mengenakan jas hitam.
“Sir Annthonie, sebuah kehormatan,” sahut Hellga dengan suaranya lembutnya.
Aku menyimak pembicaraan membosankan mereka bertiga sambil bertopang dagu. Ah, seandainya Amanda di sana, pasti dia sudah mengurus dua pria licik itu. Sayangnya Hellga tidak begitu mengetahui tentang bisnis kala internasional, wajar kalau dia tampak kebingungan.
“Oh, kau sudah datang, boss!” seru seorang laki-laki bertubuh gempal.
Kulihat ada sosok lain yang masuk ke ruangan itu. Sosok laki-laki tidak terlalu gemuk, tinggi, mengenakan kacamata bulat, berkulit putih pucat. Entah kenapa atmosfer pria itu sangat mencurigakan. Dia tersenyum ramah pada Hellga, menjulurkan tangan mengajaknya bersalaman.
“Nona Hellga Augeria,” ucap pria itu dengan senyum hangatnya.
Ketika Hellga hendak menyambut uluran tangan pria itu, tiba-tiba saja Lynn keluar dari tempat persembunyiannya. Dia langsung menarik Hellga menjauhi pria itu. Tampaknya Lynn juga menyadari ada yang aneh dengan pria berkacamata itu.
“What are you doing here, Lynn?” Hellga tampak terkejut setengah mati.
“Jangan dekat-dekat dengan dia, Hell!” seru Lynn yang mencengkram tangan Hellga. Oh Lynn, kau harus lebih lembut, jangan buat tuan putriku meringis begitu.
“Apa maksudmu? Aku ada sedikit urusan dengan dia,” jelas Hellga sambil meringis karena cengkraman Lynn.
“Jauhi Hellga, penyihir terkutuk!” seru Lynn pada pria berkacamata itu.
“Penyihir terkutuk katamu? Hei gadis wicky, kau sendiri apa?” balas pria itu.
Lynn tak membalas lagi, dia langsung meluruskan tangan kanannya ke depan dengan telapak tangannya yang terbuka. Bibirnya komat-komat mengucap mantra untuk menyerang pria itu. Lima detik kemudian, tubuh pria di hadapannya membeku. Lynn tak menyia-nyiakan kesempatan emas ini untuk kabur berhubung kedua pria berjas itu juga tidak berkutik. Gadis itu langsung menarik Hellga keluar dari ruangan itu.
“Apa-apaan ini, Magelynn!”
***
“Apa-apaan ini! Kalian melanggar perintahku, begitu? Berani sekali kalian! Kau, menculikku dari pertemuanku dengan rekan bisnis. Dan kau, sudah kukatakan padamu untuk tidak mencampuri urusanku, kan?” sembur Hellga padaku dan Lynn.
“Hell, dengarkan penjelasan kami dulu,” ucap Lynn berusaha menenangkan gadis itu.
“Tidak! Aku tidak mau mendengar penjelasan apapun!”
“Putri, please, tenang dulu,” ucapku.
“Terutama kau!” telunjuk Hellga tertuju padaku, langsung saja aku mematung.
“Hellga ...,” ucap Lynn.
“Shut up!” dia bangkit dari ranjang, “keluar dari kamarku, now!”
Tanpa banyak bicara lagi, aku dan Lynn meninggalkan kamar Hellga. Pintu itu ditutup dengan keras.
“Sebaiknya kita bahas ini dengan Amanda,” saran Lynn.
“Ada apa memangnya?” tanyaku penasaran.
Akhirnya kami bertiga berkumpul di ruang bawah tanah. Oh, aku benci tempat ini. Isinya hanya buku-buku tua berdebu. Hanya si gadis penyihir yang menggemari tempat ini.
“Ada apa sih, Lynn?” tanya Amanda tidak sabar.
“Zel, kau ingat pria berkacamata yang ditemui Hellga tadi siang, kan?” Lynn menatapku.
“Yes.”
“Dia penyihir, aku yakin itu.”
Amanda membuang muka. “Lagi-lagi.”
“Dengarkan aku dulu, Mand,” ucap Lynn. “Laki-laki itu bukan penyihir biasa, sihirnya sangat kuat dan gelap. Bisa kubilang dia penyihir dengan elemen yang berlawanan dengan elemenku.”
“Lalu, apa dia berbahaya?” tanyaku.
“Belum tahu, tapi kalau dia tahu siapa Hellga, sudah pasti dia berbahaya.”
“Great, jadi kita punya musuh?” tanya Amanda yang masih melipat tangan di dada.
“Kurasa begitu.”
“Kau tahu nama pria itu, Lynn?” tanyaku.
“Fad Lee Zon.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments