Pergi dari Rumah

🌺🌺🌺

Keesokan harinya, Intan mulai mual dan muntah-muntah. Rupanya gejala morning sickness baru dialaminya. pandangannya menjadi berkunang kunang akibat banyaknya ciaran yang di keluarkan. Intan berkumur-kumur lalu membasuh mukanya. Dilihatnya pantulan wajahnya di cermin. Dia terlihat menyedihkan. Wajahnya terlihat tirus dan matanya cekung dengan lingkaran hitam disekitarnya.

Intan butuh bantuan. Dia merasa tak sanggup melewati kehamilannya seorang diri. Dia butuh keluarganya. Dia menangis mengingat Mamanya, pasti Mamanya akan memijitnya dan membuatkan teh mint hangat.

Mama, Intan kangen sama mama

Mas Eka, tolong Intan...

Intan harus bagaimana

Intan gak bisa hidup seperti ini. Intan tak sanggup menanggungnya. Rasanya Intan ingin mati saja.

Intan memukul-mukul dadanya yang terasa sakit.

Tok tok

Suara ketukan tiba-tiba terdengar. Intan menyeka air matanya dan merapikan rambutnya. Kenapa layanan kamar datang sepagi ini? batin Intan.

Tok tok ... tok tok...

Ketukan semakin keras dan sering. Intan melihat refleksi wajahnya sekali lagi di cermin. Dia tidak ingin terlihat berantakan. Diputarnya kunci kamar hotelnya sembari bertanya-tanya betapa tidak sabarannya petugas layanan kamar ini. Begitu pintu terbuka, Intan dibuat ternganga tak percaya. Dia terkejut sekaligus senang, Mas Eka tengah berada didepan kamarnya, tampan seperti biasa, tengah memasang wajah khawatir. Intan langsung memeluk Kakaknya sambil tak kuasa menahan tangis.

Namun, reuni mereka dipotong oleh rasa mual yang datang tiba-tiba. Intan berlari ke arah kamar mandi diikuti Mas Eka. Intan hanya bisa memuntahkan cairan kuning karena isi perutnya sudah lebih dulu terkuras tadi. Mas Eka memegangi rambut Intan dan memijit-mijit tengkuknya.

Tangan Eka mengepal. Balas dendam apa yang membuat bajingan itu menyakiti Intan sampai seperti ini. Ingin rasanya, Eka mengeluarkan sumpah serapah, tapi ditahannya. Kondisi Intan yang harus lebih dulu diutamakannya.

Dengan lembut Eka menggendong adiknya ke ranjang, menyangganya dengan bantal, dan menyeka keringat beserta air mata diwajah Adiknya. Eka merasa kasihan pada Adiknya. Eka yang sudah mencurigai kalau Adiknya sedang hamil, mencoba bertanya pada Intan hati-hati.

"Apa di sini sudah ada seseorang?" tanya Mas Eka sambil memegang perut Intan.

Intan mengangguk dan mulai menangis. Mas Eka adalah orang terdekatnya, Intan bahkan lebih dekat dengan Kakaknya daripada papa dan Mamanya. Mas Eka seperti superhero yang selalu menolong Intan, tapi untuk masalah ini, Intan tak yakin apa yang bisa Mas Eka lakukan untuknya.

"Sudah berapa minggu?" tanya Eka lagi.

"Intan tak tahu sudah berapa lama. Intan tak menyangka Intan bisa hamil Mas. Intan hanya melakukannya sekali. Sekarang Intan seorang janda yang sedang mengandung. Apa yang harus Kntan lakukan?" Intan menangis sesenggukan.

Eka memeluk Adiknya. Badannya gemetar diliputi kemarahan. Ingin rasanya menghajar bajingan itu sampai babak belur.

"Mas Eka tidak akan tinggal diam. Bajingan itu harus tahu hukuman karena menyakiti Adikku. Persetan dengan semua," kata Eka geram.

Intan memegang tangan Kakaknya dengan lembut sembari menatap Kakaknya yang marah dengan tatapan memohon.

"Intan mohon jangan lakukan apapun yang menyakiti Mas Rayan. Bagaimanapun juga, Mas Rayan adalah ayah dari Anakku. Aku tak ingin kita semua berada dalam rasa balas dendam yang tak berkesudahan."

"Tapi, Intan.."

"Please, Intan mohon."

Akhirnya Eka mengangguk mengiyakan meski hatinya dongkol kenapa Adiknya begitu baik meski sudah dicampakkan dan disakiti, tapi tetap tidak mau balas dendam.

"Apakah bajingan itu tau kamu hamil?"

Intan menggeleng, "Mas Rayan tak perlu tahu. Hubunganku dan Mas Rayan sudah berlalu dan sekarang tidak ada ikatan apa-apa lagi. Meskipun, Mas Rayan tahu, Mas Rayan tak akan kembali," kata Intan sedih, "Bayi ini masih punya keluarga yang menyayanginya."

"Intan harus kuat," hibur Eka "Mas Eka akan dukung apapun yang terjadi. Sekarang ayo pulang. Biar Mas Eka yang mengantarmu periksa di dokter kandungan kenalan Mas, dokter yang membantu Kak Tia juga. Kita harus pastikan anak ini mendapat asupan nutrisi yang terbaik."

Intan mengangguk. Berterimakasih pada kakaknya.

"Terimakasih, Mas tapi, Mas Eka harus janji satu hal pada Intan."

"Apa itu?"

"Biar aku yang memberitahu papa dan mama."

Eka mengangguk mengiyakan, bagi Eka saat ini yang terpenting adalah Intan mau kembali ke Indonesia. Hal-hal di luar itu, biarlah Intan yang memutuskan.

🌺🌺🌺

Meskipun Intan sudah memutuskan untuk menjaga janin yang ada dikandungannya, Intan masih dilingkupi kebimbangan bagaimana ia menceritakan tentang kehamilannya pada papa dan Mamanya. Hanya Mas Eka yang tahu kondisi kehamilannya, Intan meminta Mas Eka tidak mengatakannya dulu. Kebingungan ini membuat Intan frustasi dan memilih mengurung diri dikamarnya. Ia menolak keluar dari kamarnya, meski mama dan Papanya berulangkali menggedor pintu. Papanya bahkan berulang kali mengucap sumpah serapah pada Rayan. Intan hanya bisa menutup telinganya dengan sedih. Meski semua bencana ini karena Rayan, tapi butuh waktu baginya melupakan rasa cintanya pada pria itu. Apalagi sekarang diperutnya telah tumbuh benih cinta mereka. Intan mengusap perutnya. Maafkan mama,nak!  kamu akan lahir tanpa seorang papa di sampingmu nanti, batin Intan.

Saat Intan mendengar Papanya menyumpahi Rayan, terbersit dihatinya perasaan tak terima pada Papanya. Dan itu membuatnya semakin frustasi.

"Nak, buka pintunya, kamu belum makan apapun hari ini" pinta Ny Rini, Mama Intan.

"Aku belum lapar, Ma"

"Makanlah nak, demi Mama."

Mendengar permohonan Mamanya, Intan hanya bisa menangis. Masih terngiang jelas dibenaknya ketika Mamanya mengatakan bahwa Mamanya mempunyai firasat buruk mengenai pernikahannya. Ia dengan lantangnya mengatakan bahwa ia mencintai Rayan. Betapa bodohnya, semua pasti akan berbeda saat Intan mau mendengar firasat Mamanya kalau itu.

"Tante, ini Adam. Adam kangen sama Tante Intan," panggil Adam, suaranya terdengar kecil dari balik pintu.

Suara kecil Adam, membuat Intan tersadar. Betapa ia juga merindukan malaikat kecilnya itu. Terlepas dari semua permasalahan yang menimpanya, Intan menyadari, keluarganyalah yang paling terluka ketika dirinya terluka.

Intan membuka pintu kamarnya dengan pelan. Adam yang yang berada didepan kamarnya langsung berlari masuk dan memeluk Intan. Intan lalu menggendongnya sembari memandang keluarganya yang melihatnya dengan iba. Mama pun langsung memeluknya. Diawasi oleh Mas Eka, papa, dan Kak Tia.

"Kamu punya kami, nak. Jangan menanggung beban ini sendirian," kata Mamanya.

"Papa akan buat perhitungan pada anak itu. Berani-beraninya dia mempermalukan keluarga Wibowo dan menyakiti anakku," kata Papanya lantang.

Intan lalu mendekati Papanya. Ia menyentuh lengan Papanya dan berucap pelan.

"Maafkan Intan, ya, Pa, karena telah menyusahkan Papa, tapi Intan mohon jangan sakiti Mas Rayan."

"Jangan sebut nama itu!" teriak Papanya kasar. Sangking kasarnya, Adam yang berada di gendongan Intan pun langsung menangis.

Kak Tia yang paham bahwa perdebatan ini akan berlangsung sengit, langsung mengambil alih Adam dari gendongan Intan dan membawanya menjauh. Ini akan menjadi perdebatan sengit karena Pak Wibowo adalah orang yang keras kepala.

"Belum cukupkah rasa sakit dihatimu, kenapa kamu masih membela laki-laki itu?" lanjut Pak Wibowo marah.

Intan hanya berdiri mematung mendengar kata-kata menohok Papanya. Papanya tak pernah sedikitpun berkata kasar apalagi marah padanya.

Ny Rini berusaha melerai dengan menjauhkan Pak Wibowo dari Intan. Sebagai seorang ibu, dia tak tega melihat Suami dan Anaknya bertengkar.

"Itu karena aku hamil anak Mas Rayan, Pa," jawab Intan jujur.

Semua langsung menoleh ke arah Intan dengan terkejut. Bahkan Ny Rini sampai terhuyung-huyung mencari pegangan. Mas Eka dengan sigap memegangnya yang hampir terjatuh. Ternyata informasi ini yang ingin disembunyikan Intan selama ini, sehingga ia banyak mengurung diri di kamar, tapi respon papanya lebih mengejutkan lagi.

"GUGURKAN BAYI ITU. Aku tidak sudi keturunanku mengalir darah Hendrayan."

Bak petir di siang bolong. Intan sampai terhenyak. Tak pernah terbersitpun di benaknya respon Papanya akan seperti itu.

"Aku tidak mau," jawab Intan tak kalah lantang. Sebagai calon ibu, Intan merasa punya kewajiban melindungi anaknya.

"Kau bahkan janda, bagaimana kau bisa membesarkan anak ini seorang diri," sindir Papanya.

"Aku... ," Intan tergagap tak bisa menjawab sindiran Papanya. Respon Papanya ini diluar bayangannya sama sekali. Ia memandang Mamanya meminta dukungan, tapi Mamanya hanya diam tanpa kata. Intan ganti memandang Mas Eka, tapi Mas Eka memang tak pernah membantah papa, apalagi Intan sudah memohon pada Mas Eka agar Intan yang mengurus sendiri masalah ini.

Perkataan Pak Wibowo tak urung juga membuat Mas Eka ikut terhenyak. Dirinya selalu sakit hati jika ada cerita tentang aborsi dan membuang anak, Mas Eka selalu teringat dirinya yang dibuang di panti asuhan.

"Kalau kamu tidak mau menggugurkan bayi itu. Jangan pernah menganggap aku sebagai Papamu. Dan aku persilakan kamu segera pergi dari rumah ini," teriak Pak wibowo lantang. Kemarahannya pada Hendrayan sudah diubun-ubun, apalagi saat ini Anaknya malah ikut membantahnya.

Mendengar perkataan Papanya membuat Intan tersulut emosi. "Bagaimana bisa Papa menyuruhku membunuh darah dagingmu sendiri. Apa Papa masih punya hati?" jerit Intan.

"Plak"

Suara tamparan nyaring menutup perkataan Intan, diikuti suara tubuh yang terjatuh. Saking kuatnya tamparan itu sampai membuat tubuh Intan yang lemah jatuh terjerembab.

"Intan!" teriak Mamanya sambil menolong Intan yang terjatuh.

"Kau menampar anak yang kau sayang-sayang. Kita menunggu 6 tahun untuk punya Intan. Sekarang malah ingin kamu sia-siakan. Sadarkah dirimu bahwa saat ini kamu sedang mengusirnya," jerit Ny Rini pada Suaminya.

"Aku ingin dia sadar," jawab Pak Wibowo datar.

Intan bangkit dengan lemah. Meski dia merasa lemah, tapi ada yang lebih lemah yang harus dilindunginya, yaitu bayi yang dikandungnya.

Semua memandang Intan menunggu keputusannya.

"Baiklah, kalau itu mau Papa. Aku akan pergi. Jika untuk mempertahankan nyawa yang tak berdosa, aku rela jika harus berpisah seperti ini."

Intan lalu masuk ke kamarnya. Berganti pakaian yang lebih pantas sembari membawa koper yang belum sempat dibongkarnya.

Mamanya memohon-mohon, "Mama akan membujuk Papamu, jadi kamu jangan pergi, nak!" pinta Ny Rini.

Intan memandang Mamanya sekaligus berpamitan, "Mama, sekarang aku seorang calon ibu. Seburuk-buruknya jalan hidupku, aku tak mungkin membunuh anakku. Aku harap Mama mengerti. Aku sungguh menyayangi Mama."

Ny Rini yang tak rela terus membuntuti Intan sampai pintu depan sambil terus memohon agar tetap tinggal.

"Intan, mama tak bisa hidup tanpamu," ucap Mamanya sambil menangis.

Intan tetap tak bergeming sambil menyalakan kunci otomatis mobilnya.

"Mobil siapa kiranya yang kau bawa?" ucap Pak Wibowo meledek.

Intan termenung di tangga mendengar perkataan Papanya. Dia lantas berbalik ke arah Papanya. Intan mengambil ktp dari dompetnya dan menyerahkan kunci mobil beserta uang dan atm yang ada di dalamnya.

Mama Intan menangis dengan keras seraya memohon pada suaminya, "bagaimana Intan bisa hidup di luar sana tanpa semua itu?"

"Kau akan sadar kehidupan di luar sana sangat kejam. Pulanglah jika kau tak sanggup. Dan turuti semua perkataanku," ujar Pak Wibowo arogan.

Intan meneteskan air mata sambil berjalan keluar gerbang. Eka berlari menyusul dibelakangnya.

"Berhenti!" teriak Pak Wibowo pada Eka. "Sampai kau melangkah lagi dan membantu Adikmu..."

Tapi Eka tidak mendengarkan. Eka berlari ke gerbang menyusul Adiknya. Intan sudah masuk taksi yang kebetulan lewat. Eka hanya bisa memohon pada Adiknya lewat jendela mobil.

"Intan, Mas Eka mohon, ini sudah malam. Kau mau kemana? pulang ke rumah Mas Eka saja, ya."

Intan menggeleng. Eka lalu mengambil dompetnya dari saku celana dan mengeluarkan kartu atm untuk di berikan pada Adiknya, tapi Intan menolaknya sambil menggeleng kuat-kuat menahan tangis. Eka lalu mengeluarkan uang cash yang ada didompetnya, jumlahnya tidak banyak. Eka menyesal kenapa tak pernah menyimpan uang cash dalam jumlah banyak.

"Terimalah untuk membayar taksi. Carilah tempat yang aman. Mas Eka akan menyusulmu saat papa lebih tenang."

Intan menerimanya sambil menangis. Kakaknya juga menangis mengiringi kerpergian Intan.

🌺🌺🌺

Terpopuler

Comments

taurus@

taurus@

alurnya cepet g bertele2.q suka... tp sangat menyedihkan😭😭😭😭

2022-05-04

0

rintik

rintik

no komen😭😭

2021-11-29

0

kartinah siak

kartinah siak

ngiris bawang ini😭

2021-10-30

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!