🌺🌺🌺
"Tok tok tok... "
Intan dibangunkan oleh suara ketukan dipintu kamar hotelnya. Dengan langkah gontai Intan melihat siapa yang bertamu. Seorang pelayan hotel mengantarkan sebuah paket untuknya. Meskipun Intan sudah bisa menebak apa isinya tapi dia tetap membukanya juga. Seperti dugaannya, paket itu berisi surat cerai. Melihat surat cerai yang demikian cepat sampai ditangannya. Intan bertanya dalam hati, mungkinkah ternyata Mas Rayan menikahinya hanya untuk menceraikannya?
Hati Intan remuk-redam mengetahui kenyataan itu. Kenapa Mas Rayan setega itu padanya? apa salahnya selama ini? Mengapa Mas Rayan sedendam itu padanya. Sekarang hatinya diliputi perasaan jijik. Malam pertama yang pertama baginya ternyata hanya untuk mainan. Hanyalah untuk pemuas nafsu. Mungkinkah dirinya barang taruhan, yang begitu didapat bisa langsung dibuang. Apakah dirinya tak berharga sama sekali bagi Rayan?
Intan berjalan dengan lemah lunglai ke arah kamar mandi. Dia menyalakan shower dengan tekanan kuat dan menggosok badannya berkali-kali sampai kebas. Ia ingin menghilangkan semua bekas sentuhan Rayan ditubuhnya. Bekas merah yang masih sedikit berwarna membuat hatinya sesak. Intan pun menangis tersedu-sedu dibawah kucuran air yang membasahi tubuhnya. Dia berharap semua tentang Rayan menghilang bersama air dan pergi dari hidupnya.
🌺🌺🌺
Intan masih berada di kamar hotelnya. Dia tak sedikitpun ingin beranjak dari kamarnya. Meskipun Intan tahu tagihan kamar ini akan membengkak, ia tak peduli. Ia hanya melamun dan memandang dunia luar dari balik kaca. Duduk memeluk lututnya dan mendengarkan musik yang menenangkan.
Sebenarnya Intan berharap Rayan akan datang menjemputnya. Mengatakan bahwa Rayan telah melakukan hal salah dan merasa menyesal. Ia pasti akan memaafkannya, ia masih berharap banyak, ia masih ingin berjuang akan cintanya, tapi apalah daya, berjuang untuk bangun dari rasa patah hati saja sedemikian sulitnya, membayangkan yang tidak mungkin terjadi seperti Rayan menjemputnya sama saja membangun angan kosong.
Rutinitas Intan sekarang hanya tiap hari di jam yang sama, ia akan keluar ke cafe hotel menikmati segelas teh dalam diam. Tak peduli hiruk-pikuk orang orang disekitarnya. Tak ada sedikitpun terbersit keinginan bersenang-senang disini, meski langit cerah dan laut terlihat biru yang cantik, menghabiskan waktu di pantai mungkin bisa meluapkan emosinya, tapi dia lebih memilih melihatnya tanpa menikmatinya.
Saat hendak mencari duduk di cafe mendadak Intan merasakan pusing. Spontan Intan memegangi meja didepannya karena pusing yang datang tiba-tiba membuat badannya sedikit terhuyung. Akhir-akhir ini ia merasa kondisinya sedang kurang baik. Seorang pelayan cafe yang melihat Intan hampir terjatuh langsung menanyakan keadaanya dengan khawatir.
"Anda baik-baik saja ma'am?"
Intan hanya mengangguk, sembari memijit sedikit kepalanya.
"Biar saya antar ke klinik. Ada tenaga medis profesional di sini yang bisa membuat Anda lebih baik."
"Tidak perlu, terimakasih. Aku baik-baik saja. Aku hanya kurang beristirahat" kata Intan sambil bangun dari duduknya hendak kembali ke kamar hotelnya. Tapi baru beberapa langkah, Intan sudah terjatuh di-iringi jeritan pelayan cafe tersebut. Ia sudah bersiap merasakan kerasnya lantai sampai seseorang dengan sigap menangkapnya. Intan ingin melihat siapa yang menolongnya, tapi kegelapan lebih dulu mengambil alih semuanya.
🌺🌺🌺
Rayan tak mengerti kenapa ia harus kembali ke resort tempat bulan madunya. Seolah ada dorongan dihatinya yang tak bisa ditawar, padahal sejatinya ia sedang sibuk mempersiapkan pernikahan adik semata wayangnya, tapi bayangan Intan menghantuinya. Gadis itu belum juga chek out dari kamar hotel tempat mereka menginap dulu. Rayan tahu karena reservasi hotel atas namanya dan Rayan masih belum mendapatkan notifikasi chek out. Ini sudah hampir sebulan. Rayan penasaran apa yang dilakukan Intan? tidakkah gadis itu muak berada di sana. Kamar itu pasti mengingatkan malam itu.
Rayan mengenakan masker demi menghindari bertemu Intan secara tiba-tiba. Benar saja, Rayan melihat Intan sedang berjalan kearahnya. Ia mematung di tempat, meski tak ingin dikenali, tapi dalam hatinya, Rayan berharap Intan mengenalinya. Begitu dekat, Rayan tercengang, gadis itu bahkan tak melihatnya padahal mereka sedekat ini. Intan menatap lurus dan tak peduli pada apapun disekitarnya.
Rayan lantas mengikuti Intan dari belakang. Gadis itu mengenakan dress selutut berwarna putih dengan motif bunga yang cantik. Rambut Intan dikuncir kuda. Sangat jarang Rayan melihat Intan mengikat rambutnya. Rayan sudah paham kebiasaan Intan yang hanya mengikat rambutnya saat tidak sempat merapikan rambutnya. Saat ini memang rambut Intan terlihat acak-acakan tak beraturan. Dari belakang terlihat jelas Intan agak kurusan, badannya semakin ramping, padahal sebulan yang lalu Intan tidak sekurus ini. Rayan menghela nafas panjan, dalam bayangannya, Intan tengah asyik bersenang-senang, berbelanja dan jalan-jalan seperti perempuan lain ketika ingin melupakan masalah, tapi dugaannya salah. Intan pasti sangat depresi sehingga tidak berani pulang ke Indonesia. Rumor perceraian memang sengaja dihembuskan oleh Rayan, maka dari itu, ia memberikan alamat rumah agar Intan bisa bersembunyi.
Rayan duduk tak jauh dari Intan sambil mengamati gadis itu diam-diam.
Intan memesan secangkir teh seraya termenung di kursinya.
Intan meminum tehnya sesekali kemudian kembali menatap jendela dengan tatapan kosong. Matanya hitam dan cekung. Tak ada guratan senyum terukir. Wajahnya sendu seperti seseorang yang menanggung kesedihan yang berat.
Rayan melihat Intan tiba-tiba memegangi kepalanya. Sontak Rayan berdiri mendekat. Rayan lupa bahwa ia seharusnya tak menampakkan diri, ia terlalu khawatir sampai tak berfikir panjang.
Seorang pelayan kafe terlihat menawari Intan sesuatu tapi gadis itu menolak. Intan lantas beranjak pergi. Namun, baru beberapa langkah gadis itu langsung oleng. Rayan yang berada dibelakangnya dengan sigap menangkap tubuh Intan sebelum terjerembab ke lantai.
Rayan membopong Intan mengikuti instruksi pelayan cafe ke klinik resort. Seorang Dokter perempuan menyambut mereka. Dokter Charlotte, tertulis di pin bajunya, menginstruksikan Rayan untuk membaringkan Intan di dipan. Rayan melihat Dokter dengan sigap memberi pertolongan pertama. Rayan berdiri mematung melihat dokter bekerja. Namun, seorang perawat dengan sopan menyuruhnya menunggu di luar ruangan.
Rayan menunggu sembari mondar-mandir. Pelayan cafe juga ikut menunggu, sepertinya dia sengaja menunggu untuk memberi keterangan pada dokter nanti. Beberapa menit kemudian dokter pun keluar.
"Bagaimana keadaannya dokter?" tanya Rayan cepat.
"Anda siapanya pasien?" selidik dokter Charlotte sebelum menjawab. Melindungi informasi medis pasien adalah tanggung jawabnya sebagai dokter sehingga ia tidak semudah itu memberi informasi.
"Dia pengunjung cafe yang menolongnya dokter" jawab pelayan cafe itu cepat.
Rayan geram. ingin rasanya ia memelototi pelayan itu karena ia baru saja ingin mengaku sebagai suami Intan. Meski, mengaku sebagai suaminya pun ia tak punya buktinya. Dokter charlotte kelihatannya paham.
"Pasien mengalami trauma psikis dan juga kelelahan. Dia harus cukup beristirahat. Sebentar lagi pasti siuman."
"Oh, syukurlah!" jawab Rayan akhirnya. Rayan ragu akan menengok Intan atau tidak. tapi akhirnya, diurungkannya, tidak saling bertemu adalah yang terbaik untuknya dan untuk Intan. Ia lantas pamit keluar, ia tak sanggup melihat Intan yang tergolek disana. Meski, ia paham itu konsekuensi dari balas dendamnya, melihat gadis itu demikian tak berdaya membuat hatinya pedih. Rayan yang berniat menyakiti perasaan pak wibowo malah merasakan hatinya sendiri yang sakit. Sebelum pergi Rayan meminta tolong resepsionis hotel untuk memberi tahu keluarga Intan di Indonesia. Ia tak sampai hati membiarkan gadis itu sakit sendirian di sini.
🌺🌺🌺
Intan merasakan kepalanya berat. Dicobanya membuka mata dan melihat sekeliling. Semua terasa asing. Intan lalu mencoba bangkit dan ia menyadari ada selang infus ditangan kanannya. Dia pasti berada di klinik kesehatan.
Melihat Intan siuman seorang dokter yang mengenakan jas berwarna putih datang menghampirinya. Wanita cantik berambut pirang dan kelihatan masih muda.
"Bagaimana perasaanmu?"
"Baik, apa yang terjadi padaku dokter?" tanya Intan.
Dokter itu pun kemudian mendekat ke sisi ranjang. Intan melihat pin di depan jas dokter muda itu tertulis Charlotte.
"Hanya kelelahan dan mungkin banyak tekanan. Oia, kapan anda terakhir kali menstruasi Nyonya...?"
"Intan," sahut Intan.
"Ya, kapan anda terakhir menstruasi Nyonya Intan" ulang dokter Charlotte.
"Sekitar sebulan yang lalu," jawab Intan bingung kenapa dokter menanyakan tentang itu.
"Apakah anda telat bulan ini?"
Intan mengingat sebentar, sepertinya, iya. Dan Intan pun mengangguk membenarkan.
"Aku ingin memastikan dugaan saya Nyonya Intan. Aku ingin anda melakukan tes urine untuk memastikan apakah ini gejala kehamilan ataukah kelelahan biasa sebelum saya memberikan resep."
Mendengar kata hamil intan hanya bisa terkekeh dalam hati. Tidak semudah itu ia bisa hamil. Orangtuanya bahkan butuh 6 tahun untuk punya dirinya. Orangtuanya sampai mengadopsi Mas Eka. Lagipula Intan hanya melakukannya sekali. Ia yakin bahwa ia tak mungkin hamil. Meskipun begitu, Intan tetap melakukan tesnya. Seorang perawat membantunya melepas infus dan memberinya sebuah wadah. Begitu selesai, Intan mengembalikan wadah tersebut pada perawat untuk melakukan tesnya. Intan menunggu dan mengobrol bersama dokter. Tak selang beberapa lama, perawat itu datang membawa hasilnya. Dokter Charlotte melihat sebentar berkasnya sebelum memberitahu Intan hasilnya.
"Selamat Nyonya Intan, Anda hamil," kata dokter Charlotte.
Deg! Bagai petir di siang bolong, Intan benar-benar terkejut mendengar hasilnya. Intan menggeleng-gelangkan kepalanya tanda tak percaya. Ia tak pernah mual-mual ataupun muntah di pagi hari. Intan tidak merasakan tanda-tanda kehamilan, Intan hanya merasa pusing sesekali. Dokter charlotte menunjukkan tespek yang bergaris dua kepada Intan. Intan terhenyak lemas di kursinya.
"Anda harus berkunjung ke dokter kandungan untuk mengecek kepastiannya. Anda juga harus lebih banyak istirahat, aku akan meresepkan vitamin dan obat untuk mengurangi pusing dan mual yang berlebih,"
dan bla bla bla...
Intan tak ingat lagi apa kata dokternya. Dia berjalan lunglai ke tepi pantai. Hari sudah malam dan angin berhembus kencang memainkan rambutnya. Ia duduk di pasir sambil menangis dalam diam. Ternyata tak cukup penderitaannya menjadi seorang janda. Sekarang ia seorang calon ibu yang akan membesarkan anaknya sendirian. Apa yang akan di lakukannya?
Intan menangis tersedu sedu. Apa kata Papanya nanti? Papanya pasti malu sekali. Anaknya sekarang janda yang telah mengandung seorang bayi. Bayi yang nantinya lahir tanpa mempunyai Ayah.
Jauh dibelakang Intan, Rayan memandangi Intan yang menangis. Ingin rasanya Rayan memeluk gadis itu dan mengusir kepedihannya tapi, apalah daya, hanya ini caranya membalas dendam. Semakin sakit Intan maka semakin sakit pula bagi Pak Wibowo. Bahkan, rasa sakit itu tak akan bisa membayar penderitaan Ibunya di rumahsakit jiwa. Rayan pun berlalu pergi tanpa tahu kenyataan besar yang bisa merubah hidupnya.
🌺🌺🌺
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments
rintik
aduh bawang nya betebaran 🥺🥺
2021-11-29
0
Muawanah
hmmm pagi pagi dah mewek Thor 😭😭😭
2021-06-25
0
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
kasihan intan😭😭😭😭😭😭😭
2021-06-24
0