Lihatlah Aku Sekali Saja
Ya Allah ...
Aku tahu, bahwa Engkau tidak akan pernah menguji setiap hamba-Mu melebihi batas kemampuannya.
Aku pun percaya bahwa sesudah kesulitan Engkau pasti akan memberikan kemudahan.
Engkaulah pemilik tubuh ini, Engkaulah yang Maha Segalanya.
Berikanlah kesabaran, keikhlasan kepada hamba-Mu yang penuh akan dosa ini.
Engkaulah sebaik-baik perencana untuk hidup ini.
Aku percaya, bahwa Engkau telah merencanakan sesuatu yang jauh lebih indah untukku.
Akan aku tunggu sampai waktu itu tiba.
...***** ...
Prang!
Brak!
Bugh!
"HADI! DIMANA KAMU! CEPAT KELUAR!" teriak Rendi, seorang pemuda bertubuh kekar, badan tinggi, rahang kokoh, mata merah melotot dengan memakai kaos hitam polos dan celana jeans sobek-sobek di kanan kirinya.
"Iya Le, ada apa? Kalau datang itu ya ucapkan salam, jangan teriak-teriak begitu." ucap Hana dari dalam rumah menghampiri lelaki itu.
"ALAH JANGAN KEBANYAKAN BACOT LO! MANA TUH SI HADI. PENGEN GUE BUNUH TUH ORANG!" bentaknya lalu berjalan memasuki rumah.
"ASTAGHFIRULLAH!! Nyebut Le, istighfar jangan emosi. Kalau ada masalah bisa dibicarakan baik-baik." hardik Hana sambil menahan lengan kokoh Rendi.
PLAK.
PLAK.
Rendi melayangkan tangannya pada kedua pipi Hana.
"LOE JANGAN IKUT CAMPUR YA! INI URUSAN GUE SAMA SUAMI LO!"
Tak menghiraukan rasa perih di pipinya, Hana berusaha mengejar dan menahan lengan Rendi.
"ISTIGHFAR LE! JANGAN EMOSI!" Hana menangis dan menjerit merasakan perih di pipinya.
Wajah Hana memucat dan terlihat ketakutan menghadapi pria di depannya yang bertubuh dua kali lebih besar darinya.
Bruk.
Rendi mendorong Hana membuat wanita paruh baya tersebut terjatuh dan menabrak meja di dekatnya.
"HADI! KELUAR KAMU BRENGSEK!" teriak Rendi memasuki ruang tengah.
Hadi yang sedang makan siang di meja makan menoleh dan merasa bingung melihat kedatangan Rendi yang dipenuhi amarah.
"HADI! DIMANA LO! KELUAR KALAU NGGAK GUE BUNUH LO!"
"Ada apa Le? Kenapa kamu datang marah-marah tidak jelas." tegur Hadi.
Melihat keberadaan Hadi, Rendi mendekatinya tanpa aba-aba dia langsung melayangkan pukulan ke perut Hadi.
Bugh.
"Uhuuk... uhuuk... kamu kenapa Le, tiba-tiba main pukul? kalau ada masalah bicara baik-baik, bukan seperti ini caranya. Dimana sopan santun kamu?" Hadi memegangi perutnya yang terasa perih sampai ke ulu hati.
"PERSETAN! SOPAN SANTUN NGGAK BERLAKU BUAT LO!" Rendi mendorong tubuh ringkih Hadi hingga membentur kaki meja di belakangnya.
Melihat keadaannya yang tidak memungkinkan untuk melawan Rendi, Hadi mencoba bangkit dan berlari keluar rumah mencari pertolongan.
"Aargh! Ssstttt ...." desis Hadi ketika merasakan sakit pada kakinya.
Dengan tertatih Hadi keluar lewat pintu samping, dia berlari di sepanjang jalan sambil berteriak meminta tolong kepada tetangga rumahnya.
"TOLOOONG! TOLOONG!!" teriak Hadi berlari tertatih tak menghiraukan sakit di kakinya.
"TOOOLOONG! PAK AJI TOLONG SAYA! PAK AJI!" teriak Hadi di depan rumah Pak Aji, namun sang empu rumah tak sedikit pun merespon panggilan Hadi.
Hadi masih terus berlari, mencoba meminta bantuan tetangga lainnya.
"TOOOLOONGG! PAK JULI TOLONG SAYA PAK!!" teriak Hadi di depan rumah Pak Juli, namun nihil. Tidak seorang pun yang keluar dari rumah itu.
Rendi berjalan dengan langkah lebar dengan sebuah balok kayu di tangan kanannya. Entah dari mana balok tersebut dia dapatkan.
Wajah Hadi semakin memucat ketika matanya mendapati keberadaan Rendi yang masih mengejarnya, keringat dingin membasahi dahinya.
Padahal di ujung jalan terlihat beberapa warga berdiri mematung seakan sedang menonton sebuah film action di layar TV, tanpa ada niatan untuk menghentikan aksi kejar-kejaran dua orang berbeda generasi tersebut.
Dengan penampilan yang berantakan, jilbab yang terlihat acak-acakan, Hana masih terlihat syok, terduduk lemas di teras rumah dengan tangisan yang terdengar begitu menyayat hati.
"Bapak ... Ya Allah tolong suami hamba, lindungi suami hamba Ya Allah ...." lirih Hana dengan suara serak yang hampir tak terdengar.
Bugh!
Satu tendangan berhasil mendarat di dada kanan Hadi, dengan usianya yang tidak lagi muda ditambah keadaan kakinya, baru seratus meter dia berlari mampu membuat Rendi dengan cepat mengejarnya.
Hadi tersungkur ke belakang, terjatuh menimpa semak-semak dipinggir jalan. Dengan napas tersengal-sengal dia berusaha untuk melawan Rendi dan melarikan diri.
"SADAR LE! JANGAN KAMU TEPERDAYA SETAN! ISTIGHFAR LE!" teriak Hadi berusaha menyadarkan Rendi.
"HYAAA!!" Tidak mendengarkan omongan Hadi, Rendi bersiap mengangkat balok kayu ke arah Hadi.
'Ya Allah, tolong hambamu, lindungilah hamba serta anak istri hamba. Engkaulah yang Maha Penolong dan Maha Segalanya. Aku pasrahkan jiwa dan raga ini hanya kepada-Mu.' Hadi menutup matanya dan berdoa di dalam hatinya.
GREEEP.
Dari arah belakang tampak seorang pemuda mendekap erat tubuh Rendi, satu orang lagi menarik paksa balok kayu dari genggaman tangannya dan membuangnya ke sembarang arah jauh dari jangkauan Rendi.
Dua orang lainnya berlari mendekati Hadi dan membantunya berdiri kemudian menuntunnya pulang ke rumah.
"Pak Hadi, Anda baik-baik saja?" tanya salah satu pemuda yang tampak khawatir.
"BRENGSEK KALIAN SEMUA! LEPASIN GUE! JANGAN IKUT CAMPUR URUSAN GUE!" teriak Rendi memberontak mencoba melepaskan diri dari dekapan orang di belakangnya.
"TENANG REN! JANGAN EMOSI! KALAU ADA MASALAH DIBICARAKAN BAIK-BAIK! ORANG YANG KAMU PUKUL ITU ORANG TUA REN! DIA PAKDHE KAMU! INGAT ITU!" bentak Akbar, orang yang mendekap tubuh Rendi.
Tak berselang lama beberapa Perangkat Desa berdatangan, setelah berhasil membuat Rendi sedikit tenang, mereka semua berjalan ke rumah Hadi.
Ternyata di antara orang-orang yang terdiam melihat keributan yang terjadi, ada seorang wanita paruh baya yang dengan cekatan berlari mencari pertolongan para pemuda dan bergegas mengayuh sepeda tuanya melaporkan adanya keributan kepada Perangkat Desa.
Wanita itu adalah Zaenab, tetangga sebelah yang rumahnya berdempetan dengan rumah Hadi.
Di ruang tamu rumah Hadi terlihat banyak orang sudah berkumpul. Terlihat Hana dengan wajah lusuhnya, bekas air mata terlihat di kedua pipinya, sedikit darah kering terlihat disudut kanan bibirnya. Mata yang terlihat sayu dengan pandangan menerawang ke depan. Terlihat jelas rasa lelah, ketakutan, kecemasan terpancar di wajahnya.
Di sebelah kanannya duduk Hadi dengan keadaan yang tak kalah memprihatinkan. Ada Ketua RT duduk di sebelah kananya. Hadir juga Kepala Desa yang memilih duduk di singgle sofa.
Terlihat Rendi duduk di sofa panjang diapit oleh Akbar dan Kemal salah satu perangkat desa yang duduk di kiri kanannya.
Terlihat beberapa Perangkat Desa dan beberapa warga yang tadi menolong Hadi.
Percakapan dan diskusi panjang terjadi, terlihat wajah tegang orang-orang di ruangan itu. Rendi dengan emosi dan amarah yang meluap-luap. Hadi dan Hana yang masih tampak terlihat syok dan bingung.
Namun pembicaraan tersebut belum menemukan titik terangnya, dengan berbagai bujukan dan kesepakatan akhirnya Rendi bersedia memberikan waktu dua minggu untuk Hadi mengikuti kemauan Rendi. Dengan syarat yang diajukan Perangkat Desa bahwa Rendi tidak akan mengganggu dan mencelakai keluarga Hadi.
...*****...
Sebuah motor matic hitam bercorak merah memasuki pekarangan rumah, di atasnya duduk seorang gadis berseragam putih abu-abu dilengkapi jilbab segi empat ditali ke belakang menyembunyikan rambut indahnya.
Lathifa tampak memperhatikan sekitarnya, halaman rumah tampak kacau berantakan. Terlihat beberapa pot bunga hias berserakan kesana-kemari, penjemuran baju tergeletak tak tertata rapi seperti sebelumnya.
"Apakah baru saja terjadi badai?" tanya Lathifa dengan wajah kebingungan.
Lathifa memasuki rumah dengan begitu banyak pertanyaan yang melintas dipikirkannya, entah perasaannya tidak enak.
"Semoga semuanya baik-baik saja Ya Allah ...." lirih Lathifa.
...*****...
"Lathif, mulai besok kita akan tinggal di restoran. Rumah ini bukan milik kita lagi. Maafkan bapak ya." Hadi memandang putrinya yang duduk di depannya.
"Iya Pak. Bapak tidak salah, Bapak sudah mengambil keputusan yang tepat. Lathif bangga sama Bapak." ucap Lathifa lalu memeluk tubuh bapaknya.
"Ingat Thif, semua yang kita miliki sesungguhnya hanyalah titipan dari Allah. Maka lepaskanlah dengan ikhlas semoga kelak Allah akan mengganti dengan yang lebih baik." Hadi mengusap-usap kepala Lathifa yang berbalut jilbab biru muda.
...*****...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments
Sebutir Debu
pesan moralnya nya ngena
2022-05-10
1