3 Tahun Kemudian
Seorang gadis berjongkok di antara dua gundukan tanah. Ia sibuk membersihkan beberapa daun kering dan membiarkan beberapa rumput liar yang tumbuh di atasnya.
KUSUMA HADI bin AHMAD, nama yang terukir di atas salah satu batu nisan tersebut. Sedangkan di sebelahnya terukir nama HAFIZ KUSUMA HADI bin KUSUMA HADI.
"Bapak, doakan Lathif agar menang dalam pertandingan nanti malam ya, supaya Lathif bisa cepat melunasi hutang kita. Lathif capek Pak, kasihan ibu selalu diganggu para rentenir brengsek itu."
"Oh iya, Lathif sudah mulai kuliah loh ... Mas Hafiz pasti senang deh. Andaikan kalian masih bersama kami ...." Lathifa menangis, mata indahnya bergantian memandangi kedua batu nisan di depannya.
Setelah mendoakan serta mencurahkan isi hatinya, Lathifa berdiri dan berlalu meninggalkan makam bapak dan kakaknya.
Dengan berpakaian serba hitam, jeans, hoodie besar serta jilbab yang kedua ujungnya ia lilitkan melingkar di lehernya, Lathifa memacu motor maticnya membelah keramaian jalanan kota.
Semenjak kepergian almarhum Hadi, kini Lathifa harus merasakan kerasnya kehidupan bersama Hana. Restoran peninggalan Hadi yang kini menjadi tempat tinggal mereka terancam akan disita.
Demi membayar hutang orang tuanya. Dengan bermodal motor pinjaman milik Zidan, sering kali Lathifa mengikuti balapan liar tanpa sepengetahuan ibunya.
Kak Zidan
Cil, di mana Lo? Buruan anak-anak udah pada ngumpul nih. Acara mulai jam 20.00
^^^Me^^^
^^^Bentar Kak. Otw, biasa bantu nyokap beres-beres dulu 😸^^^
Kak Zidan
Yasudah. Hati-hati Lo bawa motornya. Awas jangan ngebut! Entar jatoh Lo 😁
^^^Me^^^
^^^Serah Lo dah Kak 😏^^^
"Buk, Lathif pamit dulu ya."
"Mau ke mana lagi kamu?" tanya Hana berjalan mendekat ke arah putrinya.
"Ada tugas Buk, janji deh sebelum jam 12 sudah pulang," bujuk Lathifa.
"Pulangnya diantar sama Zidan?"
"Iya Buk. Lathif berangkat dulu ya Buk, sudah telat ini," ucap Lathifa mencium tangan ibunya dan bergegas pergi.
"Maafkan ibu ya, sayang. tak seharusnya kamu ikut menanggung beban berat ini. Seharusnya kamu hanya perlu fokus untuk belajar saja," ucap Hana memandang kepergian Lathifa.
...*****...
Lathifa melajukan motornya dengan kecepatan tinggi, karena terburu-buru ia tidak memperhatikan lampu merah yang sedang menyala di depannya. Tak bisa dihindari ia pun menabrak mobil Pajero hitam yang berhenti di depannya.
BRAAAK.
Lathifa terjatuh bersamaan dengan motornya. Beberapa pengendara lain menolong dan membawanya ke tepi jalan.
Seorang wanita berbalut gamis biru muda dengan hijab syar'i berwarna senada keluar dari mobil yang ditabrak Lathifa. Ia berjalan mendekat ke arah Lathifa.
"Kamu tidak apa-apa, Mbak?" tanya Anisa dengan wajah yang terlihat khawatir.
Lathifa mengangkat kepalanya, menatap wanita cantik di depannya. Betapa terkejutnya dia, ternyata pemilik mobil tersebut adalah salah satu dosen di kampusnya. terlihat raut bersalah dan ketakutan di wajahnya.
"Hai Mbak! Are You okay?" Melihat Lathifa diam mematung Anisa menepuk bahu Lathifa.
"Eh i-iya, saya tidak apa-apa kok. Maafkan saya Bu Putri, sumpah saya tidak sengaja tadi," lirih Lathifa sambil menundukkan kepalanya.
Lathifa takut, harus mencari uang dari mana untuk mengganti rugi kerusakan mobil tersebut.
"Sudah tidak apa-apa. Jangan diulangi lagi, beruntung tidak ada korban jiwa dalam kecelakaan ini."
Anisa berterima kasih kepada orang-orang yang telah menolong mereka, dan meminta maaf atas kejadian ini.
Ia akan menyelesaikan masalah ini secara kekeluargaan tanpa melibatkan polisi. Karena akan rumit jadinya jika harus berurusan dengan polisi.
Setelah warga membubarkan diri, Anisa mengajak Lathifa masuk ke dalam mobilnya dan menghubungi seseorang untuk mengurus motor Lathifa yang rusak di beberapa bagian.
"Kita ke Rumah Sakit dulu ya," ajak Anisa
"Eh tidak perlu Bu, saya baik-baik saja kok." Lathifa menolaknya karena merasa tidak enak, biar bagaimanapun di sini dialah yang bersalah.
"Tidak baik menolak niat baik seseorang Mbak." ucap Anisa menatap siku lengan hoodie putih yang dipakai Lathifa terdapat noda darah.
Lathifa terdiam membisu, ia merasa canggung duduk bersebelahan bersama dosennya itu.
Hanya keheningan yang menemani perjalanan mereka menuju Rumah Sakit.
"Bagaimana keadaannya, Dokter?" tanya Anisa kepada Dokter yang menangani Lathifa.
"Tidak ada yang perlu dikhawatirkan, Nyonya. Ada sedikit cedera pada kakinya. Anda tenang saja, tidak perlu adanya perawatan khusus. Cukup beristirahat dan minum obat secara teratur kondisinya akan pulih seperti semula," jelas Dokter.
"Pakaian yang dia gunakan cukup tebal sehingga mampu melindungi tubuhnya, siku kanannya sedikit tergores," lanjut Dokter.
"Alhamdulillah, syukurlah jika tidak terjadi apa-apa. Terima kasih, Dokter," ucap Anisa.
Anisa mengantarkan Lathifa pulang. Ia menghentikan mobilnya di depan sebuah bangunan bertuliskan "Hafa Resto" sebagai nama tempat tersebut.
"Apa benar kamu tinggal di sini?" tanya Anisa merasa sedikit ragu.
"Iya Bu, maafkan saya sudah merepotkan Anda. Maaf, karena menolong saya waktu Ibu terbuang sia-sia."
"Tidak ada yang perlu dimaafkan, saya ikhlas menolong kamu. Bukankah sebagai saudara Kita harus saling menolong?"
"I-iya Bu, terima kasih atas kebaikan Ibu," ucap Lathifa dengan mata berkaca-kaca.
"Mari mampir dulu Bu, saya akan memperkenalkan ibu saya kepada Ibu," ajak Lathifa.
"Terima kasih Mbak, sudah malam, sudah jam 9 lebih saya harus pulang takut dicari oleh suami, hehe." Anisa menolak dengan sopan. "Mungkin lain waktu saya akan mampir bersama suami saya."
"Baiklah Bu, saya tunggu kedatangan Ibu dan suami Ibu."
"Saya pulang dulu ya, Mbak. Assalamu’alaikum," pamit Anisa.
"Wa’alaikummussalam ...." jawab Lathifa.
Setelah mobil Anisa tidak terlihat lagi, dengan langkah sedikit terpincang Lathifa memasuki restoran sekaligus rumah baginya.
Hanya lampu depan dan beberapa lampu samping yang masih menyala, mungkin ibu dan beberapa karyawati yang tinggal di sana sudah tertidur.
'Ya Allah terima kasih Engkau telah mempertemukan aku dengan orang sebaik Bu Putri. Semoga Bu Putri dan suami selalu dalam lindungan-Mu aamiin.'
...*****...
Sedangkan di tempat lain, terlihat seorang pemuda tampan dengan kaos putih polos press body berlogo Nike dipadukan sebuah jaket kulit berwarna hitam dengan celana jeans sobek-sobek di kanan kirinya.
"Ke mana sih bocil satu ini? Susah banget dihubungi," gerutu Zidan, pandangan matanya fokus ke arah depan menunggu kedatangan seseorang.
"Mana si bocil, Dan? Belum datang juga dia?" ucap seorang pemuda tak kalah tampan yang berdiri di sampingnya.
"Kita udah nunggu 20 menit, Bro. Pertandingan nggak bisa ditunda lagi!" ucap pria yang baru saja menghampiri mereka.
"Tunggulah sebentar lagi, Bro. Bocil lagi di jalan, sebentar lagi pasti nyampe kok," bujuk Zidan
"Nggak bisa, Bro. Keburu malam ini."
"Ayolah ... 5 menit ya."
Pria tersebut melirik jam di tangannya. "Baiklah. Hanya 5 menit, jika dalam 5 menit dia nggak datang terpaksa dia harus kami diskualifikasi.”
Namun, hingga pertandingan selesai Zidan tidak menemukan keberadaan Lathifa. Lathifa pun tidak menjawab panggilan darinya maupun membuka pesan darinya.
Keesokan harinya Zidan mendatangi Hafa Resto. Terlihat beberapa karyawan sibuk melayani pengunjung.
Zidan melihat ke seluruh ruangan namun tak kunjung menemukan sosok orang yang dicarinya. Zidan menghampiri meja kasir tempat yang biasanya menampakkan sosok Lathifa, namun pagi ini orang lain yang berdiri di belakangnya.
"Pagi Mbak, bos lo mana? Tumben nggak kelihatan tuh anak."
"Eh ada Mas Zidan, memangnya Mas tidak tahu ya?" tanya Maya, karyawan lama kepercayaan almarhum Hadi.
"Tahu apaan? Emang tuh bocil kenapa? Semalam tiba-tiba ngilang kaya mantan kagak bisa dihubungi."
"Kata bu Hana, tadi malam mbak Lathif kecelakaan, Mas. Sejak pagi belum terlihat keluar dari kamarnya."
"APAA! KECELAKAAN! GILA! TERUS SEKARANG GIMANA KONDISINYA?" Zidan refleks berteriak membuat seisi ruangan menatap ke arahnya.
"Astaghfirullah Mas! Jangan teriak-teriak napa! Tuh dilihatin banyak orang." Maya menunjuk ke arah kursi pengunjung dengan dagunya.
"Hehe sorry, refleks gue. Yasudah Mbak, gue mau lihat bocil dulu ya, bye ... semangat kerjanya." Zidan berlalu meninggalkan Maya yang hanya menggelengkan kepalanya.
Zidan berdiri di depan pintu kamar Lathifa, ia pandangi kamar bernuansa serba biru itu. ruangan berukuran 3x4 meter itu dipenuhi dengan berbagai macam bentuk tokoh kartun asal Negeri Sakura yang dikenal dengan sebutan Doraemon.
"WOI BANGUN UDAH SIANG! ANAK PERAWAN JAM SEGINI MASIH NGEBO. MALU SAMA KUCING PIARAAN LO!" teriak Zidan menjulurkan tangan berniat menarik selimut yang membungkus tubuh Lathifa.
BUG.
Belum sempat tangannya menyentuh selimut, sebuah kepala kucing asal Negara Jepang melayang tepat mengenai wajah tampan Zidan.
"Kak Zidan ngapain masuk kamar cewek kagak ketuk pintu hah?"
"Emang lo cewek?"
"Ihh ... Kak Zidan mah nyebelin, gini-gini aku tuh tetep cewek kali." Lathifa duduk ditepi kasur.
"Oh ... jadi lo cewek beneran?" Zidan berjalan mendekati Lathifa dan duduk di sampingnya.
Lathifa menggeser duduknya. "Kakak mau apa?"
Zidan mendekatkan wajahnya ke wajah Lathifa mengikis jarak di antara mereka.
"Gue mau mastiin aja apakah lo cewek beneran atau cuma cewek jadi-jadian," ucap Zidan tepat didekat telinga Lathifa.
Deg.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments
ree nissa
kan ketemu nya bu anisa kenapa doanya ketemu bu putri kk 🙏😁
2022-06-14
1