Cinta Suci Yang Ternoda
Hidup itu penuh dengan liku dan rintangan. Namun, bagaimana jadinya jika rintangan itu terasa amat sangat berat? Apa yang akan kau pilih menyerah atau berjuang? Mungkin mereka yang tangguh akan memilih berjuang tetapi ada sebagian orang yang memilih menyerah.
Seperti halnya gadis bernama Suci. Dia lebih memilih menyerah, karena baginya hidup terasa berat. Dia merasa kotor dan jijik pada dirinya sendiri. Suci tidak sanggup lagi.
Bayangan malam kelam itu terus menghantuinya. Dia telah mengecewakan orang tuanya yang kini membencinya. Bahkan mereka mengusirnya. Semua orang memandang jijik padanya.
Suci pergi tanpa arah dan terus berjalan lalu memilih mengakhiri hidupnya di atas jembatan jalan layang yang sepi. Malam yang gelap sangat mendukungnya. Dia memandang ke bawah dengan tatapan kosong. Lalu Suci menaiki pembatas.
“Kau pikir masalah akan berhenti setelah kau mati?” Suci tersentak mendengar suara seorang pria. Dia menoleh lalu menatap pria itu.
“Tahu apa kau tentang masalah ku?” Suci menatap pria itu tajam. rupanya memang rupawan, dengan rambut ala korea style. Pria itu masih memakai setelan jas dan celana hitam.
“Kalau kau mati, kau akan menghadapi masalah baru. Siksa kubur juga neraka dan itu akan abadi. Kau pikir setelah mati kau akan diterima di akhirat. Allah mengharamkan surga bagi mereka yang mati bunuh diri. Karena dia telah mendahului Kuasa Allah.” Pria itu tetap tenang dan mencoba membujuknya.
“Semua manusia selama dia hidup akan selalu ada cobaan dari Allah untuk menguji keimanannya. Dia tidak akan memberi cobaan yang tidak dapat dilalui hamba-Nya. Masalah yang kau hadapi menjadi berat karena kau tidak berserah diri dan yakin pada-Nya. Kau hanya memikirkan pandangan, pendapat dan penilaian manusia, bukan Allah yang menciptakan dan memberikanmu kehidupan. Kau gantungkan hidupmu pada manusia sehingga begitu mereka mengecewakan kau terpuruk. Gantungkanlah hidupmu pada-Nya, Dia tidak akan mengecewakanmu.” Suci terdiam.
“Allah pasti akan memberi jalan keluar dari masalahmu.” Pria itu terus berbicara. Di belakangnya terparkir sebuah mobil.
“Aku kotor dan hina, Allah pasti tidak akan menerimaku lalu apa bedanya?”
“Kau berdosa telah menilai Allah seperti itu, kau tidak yakin dan meragukan-Nya. Allah mencintai tulus hamba-Nya tanpa meminta apa pun. Dia tetap memberi rizki baik orang itu kafir atau muslim. Manusia sering lalai dan melupakan-Nya tetapi, Dia tidak pernah melupakan hamba-Nya.” Pria itu berjalan perlahan mendekati Suci.
“Dia tidak pernah memandang hina hambaNya. Hanya dua perbedaan manusia, yang beriman dan tidak. Itu saja. Kau yang mana?”
Tanpa di sadari Suci, pria itu semakin dekat. Saat Suci sedang termenung menatapnya, pria itu menariknya menjauh dari tepi jembatan. Suci memberontak dan memukul tangan pria itu.
“Lepas! Lepaskan!”
“Oke! Saya lepaskan, tapi tenang dulu. Tenang dan pikirkan baik-baik.” Pria itu kemudian melepaskan pegangan tangannya pelan-pelan.
Suci langsung berjongkok di jalanan. “Aku harus bagaimana? Orang tuaku bahkan membenci dan mengusirku, semua orang menghina dan menjauhiku. Aku harus bagaimana?” tanya Suci sambil terisak.
“Tidak semua orang, hanya yang mengenalmu saja. Kau pikir dunia ini kecil dan hanya mereka yang hidup di dunia ini?”
“Dunia ini luas, mereka hanya 0,0001 persen saja dari populasi bumi. Kenapa kau tidak pergi jauh dan mencari lingkungan baru? Dari pada kau bunuh diri dan membuat mereka senang dengan kematianmu”
“Ke mana?” tanya Suci.
“Ikutlah dulu denganku, terus terang aku merasa lelah, aku ingin segera pulang. Tetapi tidak mungkin aku meninggalkanmu di sini. Jadi ikutlah denganku. Tenang aku tidak akan macam-macam. Di rumahku juga ada orang tuaku.”
“Apa mereka akan menerimaku?”
“Entahlah, tapi selama ini mereka tidak pernah mengusir tamu.”
Suci menghapus air matanya, dia berpikir haruskah dia ikut dengan pria yang tidak di kenal ini? Sedangkan pria yang dia kenal saja tega menyakitinya.
“Ayolah cepat, perutku sudah lapar! Aku tunggu di mobil.” Pria itu berjalan menuju mobilnya meninggalkan Suci yang masih menimbang keputusannya.
“Kenapa dia jadi menyebalkan, tadi padahal dia lembut sekali. Baru beberapa menit sudah berubah.” Gumam Suci. Dia lalu bangkit dan berjalan pelan hatinya masih ragu.
“Cepat lama amat!” teriak pria itu. Dia sengaja tegas pada Suci agar Suci tidak perlu berpikir dan mengikutinya.
“Kalau kau mau pergi, pergi saja! Kenapa memaksaku dan marah-marah? Kau yang mengajakku!” Suci sampai di depan pintu mobil. Dia protes pada pria itu.
“Kalau kau sudah putuskan untuk ikut aku, cepat jangan lelet. Aku sudah bilang perutku lapar!” Alasan yang di berikan pria itu.
Suci lalu membuka pintu mobil di bagian depan dan masuk ke dalam.
“Pakai sabuk pengamannya!” Suci menuruti pria itu dan memakai sabuk pengamannya. Mobil itu kemudian melaju meninggalkan jembatan yang hampir saja menjadi saksi kekonyolan seorang manusia mengakhiri hidupnya.
“Terima kasih.” Suci bersuara memecahkan kesunyian.
“Jangan berterima kasih padaku, tetapi pada Allah yang telah mengirimku padamu." Pria itu melirik pada Suci.
"Kau tahu? Di dunia ini tidak ada yang namanya kebetulan. Aku lewat jalan itu adalah kehendak-Nya. Aku tidak pernah lewat jalan itu, entah kenapa? Aku merasa sebelum pulang ingin muter-muter dulu mencoba jalan lain.”
Suci tidak menjawab. Dia hanya menatap pria yang sedang mengemudikan mobil. Semua perkataannya sejak awal adalah benar.
“Benar, tetapi kau bisa saja tidak perduli padaku dan melewatiku begitu saja, apa lagi aku ini orang asing bagimu.”
“Lantas kalau asing apakah tidak boleh ditolong? Lalu Polisi, dokter, pemadam kebakaran. Mereka juga asing bagi yang di tolongnya.”
“Bukan begitu maksudku. Kau jangan salah paham. Ish, kau kadang menyebalkan!” Suci akhirnya diam, dia malas bicara. Maksud dia adalah, walau Allah membuat dia melewati jalan itu, kalau orangnya tidak baik dia pasti akan tetap berlalu. Namun, pria ini berhenti dan menolongnya itu karena hatinya baik.
Pria itu terkekeh. “Albifardzan panggil saja Albi.” Albi memperkenalkan namanya. Suci menatap Albi heran.
“Masa kita manggilnya kau-aku.”
“Suci.”
“Nama yang bagus.”
“Tapi tak seperti namanya, aku justru ternoda.”
Albi diam tidak menanggapi ucapan Suci.
“Al, apa kau tidak ingin tahu apa yang terjadi padaku?”
tanya Suci.
“Aku tidak akan bertanya privasi orang lain. Aku yakin jika bertanya pun kau tidak akan menjawabnya bila belum siap. Kau pasti akan menceritakannya sendiri jika kau siap dan percaya padaku.”
“Kau benar, aku akan menceritakannya padamu ....” Suci menceritakan semua penyebab keterpurukannya, sambil sesekali dia mengusap air mata yang terjatuh di pipinya.
Albi diam mendengarkan. Matanya fokus ke jalan raya namun, telinganya mendengarkan setiap kata yang keluar dari bibir Suci. Sungguh dia tidak menduga akan ada orang yang berhati jahat seperti itu.
Pantas saja Suci ingin mengakhiri hidupnya, tetapi tentu saja itu tidak dibenarkan dan sangat di benci Allah. Bunuh diri adalah dosa besar. Syaikh Abdul Aziz bin Baz menjelaskan, “Bunuh diri adalah salah satu dosa besar. Allah Ta’ala berfirman:
وَلاَ تَقْتُلُواْ أَنفُسَكُمْ إِنَّ اللّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا * وَمَن يَفْعَلْ ذَلِكَ عُدْوَانًا وَظُلْمًا فَسَوْفَ نُصْلِيهِ نَارًا وَكَانَ ذَلِكَ عَلَى اللّهِ يَسِيرًا
“Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. Dan barangsiapa berbuat demikian dengan melanggar hak dan aniaya, maka Kami kelak akan memasukkannya ke dalam neraka. Yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” (QS. An Nisa: 29-30).
Sumber: https://muslim.or.id/29578-bunuh-diri-bukan-mengakhiri-kehidupan.html
...----------------...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments
kay
👍
2024-12-04
0
Farahrosalina
aku mampir thor baca ceritanya
2022-05-20
0
Sumarni Sahir
aku mampir Thor...🖐️
2022-05-18
0