NovelToon NovelToon

Cinta Suci Yang Ternoda

Bab 1. Bunuh Diri

Hidup itu penuh dengan liku dan rintangan. Namun, bagaimana jadinya jika rintangan itu terasa amat sangat berat? Apa yang akan kau pilih menyerah atau berjuang? Mungkin mereka yang tangguh akan memilih berjuang tetapi ada sebagian orang yang memilih menyerah.

Seperti halnya gadis bernama Suci. Dia lebih memilih menyerah, karena baginya hidup terasa berat. Dia merasa kotor dan jijik pada dirinya sendiri. Suci tidak sanggup lagi.

Bayangan malam kelam itu terus menghantuinya. Dia telah mengecewakan orang tuanya yang kini membencinya. Bahkan mereka mengusirnya. Semua orang memandang jijik padanya.

Suci pergi tanpa arah dan terus berjalan lalu memilih mengakhiri hidupnya di atas jembatan jalan layang yang sepi. Malam yang gelap sangat mendukungnya. Dia memandang ke bawah dengan tatapan kosong. Lalu Suci menaiki pembatas.

“Kau pikir masalah akan berhenti setelah kau mati?” Suci tersentak mendengar suara seorang pria. Dia menoleh lalu menatap pria itu.

“Tahu apa kau tentang masalah ku?” Suci menatap pria itu tajam. rupanya memang rupawan, dengan rambut ala korea style. Pria itu masih memakai setelan jas dan celana hitam.

“Kalau kau mati, kau akan menghadapi masalah baru. Siksa kubur juga neraka dan itu akan abadi. Kau pikir setelah mati kau akan diterima di akhirat. Allah mengharamkan surga bagi mereka yang mati bunuh diri. Karena dia telah mendahului Kuasa Allah.” Pria itu tetap tenang dan mencoba membujuknya.

“Semua manusia selama dia hidup akan selalu ada cobaan dari Allah untuk menguji keimanannya. Dia tidak akan memberi cobaan yang tidak dapat dilalui hamba-Nya. Masalah yang kau hadapi menjadi berat karena kau tidak berserah diri dan yakin pada-Nya. Kau hanya memikirkan pandangan, pendapat dan penilaian manusia, bukan Allah yang menciptakan dan memberikanmu kehidupan. Kau gantungkan hidupmu pada manusia sehingga begitu mereka mengecewakan kau terpuruk. Gantungkanlah hidupmu pada-Nya, Dia tidak akan mengecewakanmu.” Suci terdiam.

“Allah pasti akan memberi jalan keluar dari masalahmu.” Pria itu terus berbicara. Di belakangnya terparkir sebuah mobil.

“Aku kotor dan hina, Allah pasti tidak akan menerimaku lalu apa bedanya?”

“Kau berdosa telah menilai Allah seperti itu, kau tidak yakin dan meragukan-Nya. Allah mencintai tulus hamba-Nya tanpa meminta apa pun. Dia tetap memberi rizki baik orang itu kafir atau muslim. Manusia sering lalai dan melupakan-Nya tetapi, Dia tidak pernah melupakan hamba-Nya.” Pria itu berjalan perlahan mendekati Suci.

“Dia tidak pernah memandang hina hambaNya. Hanya dua perbedaan manusia, yang beriman dan tidak. Itu saja. Kau yang mana?”

Tanpa di sadari Suci, pria itu semakin dekat. Saat Suci sedang termenung menatapnya, pria itu menariknya menjauh dari tepi jembatan. Suci memberontak dan memukul tangan pria itu.

“Lepas! Lepaskan!”

“Oke! Saya lepaskan, tapi tenang dulu. Tenang dan pikirkan baik-baik.” Pria itu kemudian melepaskan pegangan tangannya pelan-pelan.

Suci langsung berjongkok di jalanan. “Aku harus bagaimana? Orang tuaku bahkan membenci dan mengusirku, semua orang menghina dan menjauhiku. Aku harus bagaimana?” tanya Suci sambil terisak.

“Tidak semua orang, hanya yang mengenalmu saja. Kau pikir dunia ini kecil dan hanya mereka yang hidup di dunia ini?”

“Dunia ini luas, mereka hanya 0,0001 persen saja dari populasi bumi. Kenapa kau tidak pergi jauh dan mencari lingkungan baru? Dari pada kau bunuh diri dan membuat mereka senang dengan kematianmu”

“Ke mana?” tanya Suci.

“Ikutlah dulu denganku, terus terang aku merasa lelah, aku ingin segera pulang. Tetapi tidak mungkin aku meninggalkanmu di sini. Jadi ikutlah denganku. Tenang aku tidak akan macam-macam. Di rumahku juga ada orang tuaku.”

“Apa mereka akan menerimaku?”

“Entahlah, tapi selama ini mereka tidak pernah mengusir tamu.”

Suci menghapus air matanya, dia berpikir haruskah dia ikut dengan pria yang tidak di kenal ini? Sedangkan pria yang dia kenal saja tega menyakitinya.

“Ayolah cepat, perutku sudah lapar! Aku tunggu di mobil.” Pria itu berjalan menuju mobilnya meninggalkan Suci yang masih menimbang keputusannya.

“Kenapa dia jadi menyebalkan, tadi padahal dia lembut sekali. Baru beberapa menit sudah berubah.” Gumam Suci. Dia lalu bangkit dan berjalan pelan hatinya masih ragu.

“Cepat lama amat!” teriak pria itu. Dia sengaja tegas pada Suci agar Suci tidak perlu berpikir dan mengikutinya.

“Kalau kau mau pergi, pergi saja! Kenapa memaksaku dan marah-marah? Kau yang mengajakku!” Suci sampai di depan pintu mobil. Dia protes pada pria itu.

“Kalau kau sudah putuskan untuk ikut aku, cepat jangan lelet. Aku sudah bilang perutku lapar!” Alasan yang di berikan pria itu.

Suci lalu membuka pintu mobil di bagian depan dan masuk ke dalam.

“Pakai sabuk pengamannya!” Suci menuruti pria itu dan memakai sabuk pengamannya. Mobil itu kemudian melaju meninggalkan jembatan yang hampir saja menjadi saksi kekonyolan seorang manusia mengakhiri hidupnya.

“Terima kasih.” Suci bersuara memecahkan kesunyian.

“Jangan berterima kasih padaku, tetapi pada Allah yang telah mengirimku padamu." Pria itu melirik pada Suci.

"Kau tahu? Di dunia ini tidak ada yang namanya kebetulan. Aku lewat jalan itu adalah kehendak-Nya. Aku tidak pernah lewat jalan itu, entah kenapa? Aku merasa sebelum pulang ingin muter-muter dulu mencoba jalan lain.”

Suci tidak menjawab. Dia hanya menatap pria yang sedang mengemudikan mobil. Semua perkataannya sejak awal adalah benar.

“Benar, tetapi kau bisa saja tidak perduli padaku dan melewatiku begitu saja, apa lagi aku ini orang asing bagimu.”

“Lantas kalau asing apakah tidak boleh ditolong? Lalu Polisi, dokter, pemadam kebakaran. Mereka juga asing bagi yang di tolongnya.”

“Bukan begitu maksudku. Kau jangan salah paham. Ish, kau kadang menyebalkan!” Suci akhirnya diam, dia malas bicara. Maksud dia adalah, walau Allah membuat dia melewati jalan itu, kalau orangnya tidak baik dia pasti akan tetap berlalu. Namun, pria ini berhenti dan menolongnya itu karena hatinya baik.

Pria itu terkekeh. “Albifardzan panggil saja Albi.” Albi memperkenalkan namanya. Suci menatap Albi heran.

“Masa kita manggilnya kau-aku.”

“Suci.”

“Nama yang bagus.”

“Tapi tak seperti namanya, aku justru ternoda.”

Albi diam tidak menanggapi ucapan Suci.

“Al, apa kau tidak ingin tahu apa yang terjadi padaku?”

tanya Suci.

“Aku tidak akan bertanya privasi orang lain. Aku yakin jika bertanya pun kau tidak akan menjawabnya bila belum siap. Kau pasti akan menceritakannya sendiri jika kau siap dan percaya padaku.”

“Kau benar, aku akan menceritakannya padamu ....” Suci menceritakan semua penyebab keterpurukannya, sambil sesekali dia mengusap air mata yang terjatuh di pipinya.

Albi diam mendengarkan. Matanya fokus ke jalan raya namun, telinganya mendengarkan setiap kata yang keluar dari bibir Suci. Sungguh dia tidak menduga akan ada orang yang berhati jahat seperti itu.

Pantas saja Suci ingin mengakhiri hidupnya, tetapi tentu saja itu tidak dibenarkan dan sangat di benci Allah. Bunuh diri adalah dosa besar. Syaikh Abdul Aziz bin Baz menjelaskan, “Bunuh diri adalah salah satu dosa besar. Allah Ta’ala berfirman:

وَلاَ تَقْتُلُواْ أَنفُسَكُمْ إِنَّ اللّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا * وَمَن يَفْعَلْ ذَلِكَ عُدْوَانًا وَظُلْمًا فَسَوْفَ نُصْلِيهِ نَارًا وَكَانَ ذَلِكَ عَلَى اللّهِ يَسِيرًا

“Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. Dan barangsiapa berbuat demikian dengan melanggar hak dan aniaya, maka Kami kelak akan memasukkannya ke dalam neraka. Yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” (QS. An Nisa: 29-30).

Sumber: https://muslim.or.id/29578-bunuh-diri-bukan-mengakhiri-kehidupan.html

...----------------...

Bab 2. Malam Kelam.

Baca bab ini lebih baik ketika sudah buka ya , khusus untuk dewasa karena mengandung adegan kekerasan dan adegan dewasa. Harap menyikapinya dengan bijak dan jangan di tiru yang tidak baik.

Falshback

Dua minggu sebelumnya.

Suci sedang berada di kamarnya menyiapkan berkas untuk lamaran kerja. Dia akan bekerja di tempat Delon. Lalu dia mendengar pintu di ketuk. Suci membuka pintu.

"Ada apa Bi?" tanya Suci pada bibi asisten rumah tangganya.

"Ada tuan Delon di depan, Non."

"Oh, oke suruh tunggu aja ya Bi, sekalian buatkan minum untuk Kak Delon sebelum Bibi pulang."

"Iya Non." Bibi kemudian pergi. Bibi memang selalu pulang malam pukul 19.00 lalu datang lagi pagi pukul 06.00

Suci keluar dengan memakai kaos santai dan celana pendek. Di umurnya yang ke 22 ini dia masih terlihat seperti anak SMA apalagi ketika rambutnya di ikat kuncir kuda. Suci membawa berkas lamarannya.

"Hei Kak," sapa Suci. Dia duduk di depan Delon yang terhalangi oleh meja.

"Ini berkas lamarannya, apakah sudah lengkap?"

"Sebentar, Kakak lihat dulu!" Delon melihat berkas-berkas itu sesekali dia melirik Suci dan paha Suci tanpa sepengetahuan Suci.

"Bagus, sudah lengkap. Kamu semangat sekali untuk kerja"

"Iya dong. Ini saatnya saya praktekan hasil kuliah saya dan membuat orang tua bangga."

"Eh, iya kok rumah sepi pada ke mana?"

"Oh, Delisha sedang pergi sama Mamah Papah memenuhi undangan makan malam teman Papah. Saya tidak bisa ikut karena harus menyiapkan berkas-berkas ini."

"Oh,"

Delon lalu pindah duduk di samping Suci. Tentu saja Suci menjadi heran, dia tidak pernah duduk sedekat ini dengan Delon. Lalu Delon tersenyum dan menggenggam telapak tangan Suci.

"Kak Maaf, aku ke belakang dulu." Suci melepaskan tangannya dan berdiri, suasana tiba-tiba terasa canggung dan tidak nyaman.

"Suci, duduk dulu di sini." Delon menarik tangan Suci membuat Suci jatuh terduduk di samping Delon.

"Aku ingin membuat pengakuan, maaf kalau ini mungkin mengejutkan bagimu. Namun, ini sungguh yang ku rasakan. Aku mencintaimu, Maukah kau menjadi pacarku?" Mendengar itu Delisha berdiri.

"Kakak gila ya! Kakak itu tunangan adik saya, masa Kakak juga mau pacaran sama saya!" ucapnya dengan marah.

"Gak masalah! Kalau kamu terima cinta Kakak, akan Kakak putuskan Delisha." Delon ikut berdiri menghadap Suci.

"Makin gila aja nih orang. Kak Delon! Kaka mikir gak, sih? Saya itu sama Delisha adik Kakak, tidak mungkin saya mau menghancurkan hubungan adik saya sendiri. Saya sayang adik saya."

"Dalam cinta semua di benarkan, bila kita saling mencintai tidak ada salahnya kita bersama dan Delisha harus mundur karena aku tidak mencintainya."

"Terserah, tetapi aku tidak cinta sama Kakak! Sekarang Kakak lebih baik pulang!" Susi menunjuk ke arah pintu.

"Tidak! Sampai kamu mau dengan Kakak!" Delon tetap bersikeras.

"Kakak tidak bisa memaksa seperti itu, masalah perasaan tidak bisa di paksakan!" Suci mendebat Delon dia tidak menyadari posisi wajahnya semakin dekat dengan Delon.

Delon tiba-tiba menciumnya, Suci berontak dengan memukul-mukul dada Delon. Dia berusaha mendorong badan Delon setelah terlepas dia menampar Delon dengan keras.

Suci mengusap bibirnya dengan punggung telapak tangannya. "Kakak jangan bersikap kurang ajar, sekarang Kakak keluar! Atau saya akan teriak!" ucap Suci nyalang.

Delon tersenyum miring. Dia lalu mendekat ke arah Suci. "Teriaklah sekencang mungkin! Di sini tidak ada siapa pun, hanya kta berdua. Aku sudah bicara lembut dan meminta secara halus tetapi sepertinya kau ingin aku bertindak kasar."

Delon, lalu mendorong Suci ke sofa. Suci jatuh terduduk, dia menendang Delon sekencang mungkin saat Delon akan menindihnya. Delon terdorong ke belakang. Suci bangkit dan berlari ke kamarnya, dia segera menutup pintu.

Namun, sayang. Delon berhasil mengejarnya dan mendorong pintu itu. Terjadilah aksi saling mendorong pintu, yang tentu saja di menangkan oleh Delon. Tenaga lelaki pasti lebih kuat dari perempuan.

Suci terdorong keras ke belakang bersamaan dengan pintu yang terbuka lebar. Delon masuk dan menutup pintu dengan membantingnya. Dia lalu menarik Suci dan menyeretnya ke atas tempat tidur. Suci berteriak minta tolong dan mengumpat pada Delon.

Delon sudah gelap mata. Dia tidak perduli teriakan Suci. Delon memegang kencang kedua pergelangan tangan Suci di atas kepala Suci. Dia duduk bertopang lutut di atas perut Suci.

Suci tak percaya ini terjadi padanya dia berteriak histeris. "Tidak Delon! Jangan! Lepaskan aku Delon!" teriakan Suci terhenti karena Delon menciumnya. Suci menangis, lalu dengan kencang Suci menggigit bibir Delon hingga berdarah.

Plak ...

Delon menamparnya, ujung bibir Suci terluka dan mengeluarkan sedikit darah.

"Kau memang suka dikasari!" Delon menjenggutnya.

Dapat Suci rasakan tangan Delon yang masuk ke balik kaos dan menyentuh perutnya perlahan naik ke atas. Suci berteriak dan menangis tetapi percuma tidak ada yang mendengarkan. Dia merasa jijik pada dirinya, malam ini harga dirinya sudah terkoyak. Kesuciannya terenggut secara paksa.

Setelah Delon puas padanya, dia membaringkan dirinya di samping Suci, lalu tersenyum. "Terima kasih Suci kau telah memberi kesucianmu padaku. Aku bangga akulah yang pertama." Tangan Delon membelai wajah Suci.

Suci menangis dan menepis tangan Delon. Dia lalu bangkit dan berlari ke kamar mandi. Suci membersihkan dirinya di bawah pancuran shower yang dingin.

Dia menggosok-gosok badan, leher, bibir dan semua anggota tubuhnya dengan kasar. Sementara pintu kamar Suci di ketuk seseorang dan pintu terbuka. Delon tidak sempat untuk berpakaian atau bersembunyi.

Terdengar suara teriakan seseorang, rupanya Delisha yang melihat Delon ada di kamar Suci dalam keadaan setengah telanjang. Teriakan Delisha mengundang kedatangan orang tua Suci dan Delisha. Mereka semua terkejut melihat Delon asa di kamar Suci.

"Kamu! Sedang apa di sini?"

"Maaf! Maafkan saya Om, Tante, Lisha. Semua ini karena Suci yang merayu saya dan menggoda saya membuat saya khilaf. Maaf saya mengaku salah."

Bugh ...

Bogeman dari Alzam Akhtar ayah Suci mengenai wajah Delon.

Plak ...

Disusul tamparan dari Fayra Kamaniya ibu Suci.

Plak ...

Di tambah bonus tamparan dari Delisha Calista adik Suci tepatnya adik angkat Suci.

"Kamu mengkhianati kepercayaan Om!" ujar pria berusia 48 tahun ini.

"Kamu tunangan Delisha, sebentar lagi kalian menikah tapi apa yang kamu lakukan? Kamu sudah mengkhianatinya dan itu dengan Kakak Delisha. Kamu gila!" Fayra berteriak di hadapan Delon. wanita berumur 45 tahun ini sangat murka pada Delon.

"Kenapa Kak? Apa salahku? Apa kurangnya aku? Semua sudah aku kasih." Delisha bertanya pada Delon sambil menangis.

Mendengar itu Alzam langsung melihat ke arah Delisha dan wajahnya bertambah merah. Dia kembali memberikan bogeman mentah pada Delon.

"Kurang ajar! Lelaki brengsek! Kau nodai kedua anakku!" Alzam memukulinya tanpa henti. Delon yang masih berumur 25 tahun tentu saja sangat mudah untuk melawan. Namun, dia tidak melakukannya. Baginya lebih baik diam dan menerima hukuman agar semua cepat selesai dan dia tampak merasa menyesal.

"Pah, sudah. Delon bisa mati. Udah Pah!" Delisha berusaha menghentikan Papahnya. Udaha berhasil Alzam berhenti dan dengan nafas terengah dia menatap tajam Delon.

"Delon tidak sepenuhnya salah. Ini juga salah Kak Suci. Dia sudah merayu Kak Delon." Delisha memang tidak suka pada Suci. Karena Suci lebih pintar dan cantik darinya. Semua pria yang dia sukai pasti lebih suka pada Suci. Ini kesempatan untuknya menjatuhkan Suci dan balas dendam karena telah merayu Delon.

"Di mana Suci sekarang?" tanya Alzam.

"Di kamar mandi Om," jawab Delon.

Delisha segera pergi ke kamar mandi. Dia mengetuk pintu dengan keras, karena tidak ada jawaban. Alzam mendekati pintu kamar mandi dan mendobraknya.

Terlihat Suci yang terkapar di lantai kamar mandi dalam keadaan telanjang dan shower yang menyala mengenai tubuhnya. Alzam mengambil bathrobe jubah mandi yang tergantung di pintu dan menutupi tubuh Suci.

"Bawa Delon ke ruang keluarga!" perintahnya pada Delisha. Lalu Delisha pergi memuruti Alzam.

Alzam kemudian mengangkat Suci ke atas tempat tidurnya.

...----------------...

Halo ini cerita baru saya selain

*Gibran Si Genius Yang Tersembunyi.

* Berbagi Cinta Dia juga Suamiku

* Wanita Tangguh

* Langit Jingga Mengubah Takdir.

Semoga kalian suka dengan cerita baru saya, dan masukin list favorit kalian ya. Jangan lupa tekan bintang 5 nya, juga like dan komen. Dukung author terus ya. Nantikan bab berikutnya. Terima kasih semua. Love you All.

Bab 3. Tempat baru.

Masih Flashback.

Suci membuka matanya. "Sudah sadar kamu!" Suara pertama yang di dengarnya oleh Suci setelah dia sadar.

"Papah, aku kenapa?" tanya Suci bingung. Lalu kilasan memori kelam itu berkelebat layaknya potongan-potongan film.

"Seharusnya Papah yang bertanya pada kamu. Kamu kenapa? Mau jadi wanita murahan hah! Bikin malu keluarga!" Suci tak percaya kata-kata Papahnya. Dia bahkan belum menceritakan apa pun pada Papahnya. Apa yang Papahnya tahu?

"Kenapa Papah bicara seperti itu pada Suci. Salah Suci apa?" tanya Suci.

"Salah kamu apa? Lupa kamu sama kelakuanmu yang memalukan! Menggoda lelaki agar tidur denganmu!" Tuduhan papahnya semakin menyakiti perasaan Suci. Apa yang terjadi setelah dirinya ke kamar mandi. Apa yang di katakan Delon?

"Suci tidak menggoda siapa pun! Justru Suci di perlakukan kasar dan di paksa. Suci di perkosa oleh Delon!" Suci akhirnya bisa mengatakan hal yang sangat menyakitkan baginya, kemudian dia menangis.

"Diperkosa? Tetapi tidak terlihat seperti itu. Delon bilang kamu menggodanya. Papah tidak tahu harus percaya pada siapa? Yang pasti sekarang kamu tidak boleh keluar dari kamar ini!"

Alzam lalu pergi keluar dengan membanting pintu. Terdengar suara pintu yang dikunci. Suci dikurung dalam kamarnya.

Belum cukupkah penderitaannya, setelah di perkosa dia malah di tuduh wanita penggoda dan murahan. Bahkan, orang tuanya sendiri yang bilang seperti itu.

Tidak percayakah mereka pada anaknya? Mereka justru lebih percaya pelaku kejahatan dan adik angkatnya.

Tak ada pelukan hangat menenangkan, yang ada justru cacian dan tatapan jijik. Hari terus berlalu, Suci melewatinya di dalam kamar. Orang tuanya tidak mengizinkan dia keluar agar tidak ada yang tahu aib keluarga.

setelah satu minggu, Suci akhirnya boleh keluar kamar. Karena merasa bosan, Suci keluar hendak berjalan ke taman. Namun baru beberapa langkah dari rumah, dia mendengar mereka membicarakannya. Setiap orang yang dilewatinya memandang dia berbeda. Suci tidak suka tatapan seperti itu.

"Ih, gak tahu malu.Tunangan adik sendiri di goda. Dasar jablay!"

"Awas, bu jangan dekat-dekat sama dia nanti ketiban sial."

"Gak punya malu! Mungkin didikan orang tuanya yang terlalu memberi kebebasan."

"Harusnya dia ganti nama jangan Suci, dia kan gak Suci lagi. Tubuhnya kotor, ternoda."

Berbagai macam hinaan yang Suci dengar. Karena tak tahan Suci putuskan untuk kembali ke rumah. Saat dia melewati satu rumah terdengar siulan-siulan jail.

"Suci! Temenin Abang yuk, Abang kesepian nih malam."

"Jangan Ci! Sama Kakak aja, lebih hot!"

"Mending sama Mas Ci, kamu pasti puas!"

"Hahahaha ...."

Mereka tertawa terbahak-bahak tidak merasakan orang yang mereka buly terluka hatinya. Penghinaan mereka sangat sadis. Mereka telah salah menuduhnya dan menyebar fitnah.

Suci membalikkan tubuhnya dan berkata, "Tertawalah kalian di atas penderitaanku, semoga ibu dan saudara perempuan kalian tidak mengalami hal yang sama sepertiku. Hinalah aku, asal kalian tahu, kalianlah manusia yang tidak bermoral, tidak punya empati dan rasa kemanusiaan."

Suci meneteskan air mata dia lalu berlari menuju rumahnya. Suci langsung masuk ke kamarnya. Apa salah dia? Ini terjadi juga bukan karena maunya.

Semua orang menghukumnya tapi pelaku kejahatan bisa melenggang bebas tanpa hinaan. Orang tuanya masih membiarkan Delon berhubungan dengan Delisha, bahkan Delon sering berkunjung ke rumah.

Hebat sekali orang tuanya. Mereka bisa memaafkan Delon tapi tidak dengannya. Mereka kini bahkan tidak perduli.

Hari-hari yang dilewati Suci terasa dingin di rumah itu. Suci lebih banyak di kamar dan tidak keluar. Puncaknya setelah dua minggu kejadian itu Suci bahkan di usir dari rumahnya oleh orang tuanya sendiri.

Fayra merasa malu karena semua orang menggunjingkannya. Mereka juga menghina Fayra karena tidak becus mendidik anak. Dengan penuh emosi Fayra menampar dan mengusir Suci dari rumahnya.

Suci membereskan pakaian dan memasukkannya ke dalam tas, dia lalu ingin salim pada orang tuanya namun, tangannya ditepis. Dengan berlinang air mata Suci pergi dari rumah itu. Dia berjalan tak tentu arah.

Sampailah Suci di atas jembatan, karena putus asa dan merasa tertekan Suci berniat mengakhiri hidupnya. Lalu datang Albi menyelamatkan hidupnya.

Masa sekarang.

"Suci, ini orang tuaku." Suara Albi mengejutkan Suci yang sedang melamun.

"Assalamu'alaikum Tante, Om." Suci berdiri dan mencium tangan orang tua Albi.

"Wa'alaikumsalam, silahkan duduk," ucap Aydan Atthallah ayah Albi. Suci lalu duduk.

"Albi sudah menceritakan sekilas tentang nak Suci," ucap Kinara Nafasya Ibu dari Albi. Suci melirik Albi, "apa yang Albi ceritakan pada ibunya?" tanya Suci dalam hati.

"Maaf, Tante kalau kedatangan saya di sini, membuat Anda tidak nyaman. Saya akan pergi." Suci menunduk.

"Tidak, siapa bilang tidak nyaman? Kamu boleh tinggal di sini. Banyak kamar kosong di rumah ini."

"Mas, kamu sudah pulang. Makan dulu yuk! Kamu pasti belum makan." Datang seorang wanita cantik tinggi dan berambut hitam lurus sepanjang pinggang.

"Iya, Mi, Pi, aku makan dulu, Suci ayo kita makan, kamu juga belum makan."

"Iya nak Suci makan dulu dengan Albi dan Nabila."

"Terima kasih Tante, tapi saya masih kenyang."

"Ya sudah, aku makan dulu ya." Albi lalu bangkit dan pergi bersama wanita itu. Wanita itu melirik Suci.

Suci melihat kepergian Albi yang merangkul pinggang seorang wanita. "Dia Nabila Amanda, istri Albifardzan. Mereka sudah menikah selama satu tahun." Suci mengalihkan pandangannya pada Kinara.

"Albi juga punya adik namanya Abizar Atthallah. Umurnya 25 tahun dia juga sudah menikah dengan Amelia Laveni. Kalau mereka baru menikah empat bulan."

"Sepertinya ada yang menyebut namaku." Datang seorang pria yang sama tampannya namun, yang ini terlihat lebih ceria. Dia datang dengan menggandeng seorang wanita cantik berambut bob sebahu.

"Sini sayang kenalan dulu," panggil Kinara.

"Abizar Atthalla panggil saja Thalla karena Abi khusus untuk istri saya." Abizar mengajak salaman. Suci tidak langsung menerimanya, dia melihat tangan Abizar lalu akhirnya di menyalaminya.

"Suci Kirana."

"Nama yang cantik. Ini istriku yang cantik namanya Amelia Laveni."

"Suci Kirana." Suci menyodorkan tangannya untuk berkenalan. Namun tidak du sambut oleh Amelia. Suci menurunkan kembali tangannya dan tersenyum.

"Albi ke mana Mi?" tanya Abizar.

"Sedang makan dengan Nabila."

"Oh, Kalau gitu aku mau ke kamar ya Mi, udah ngantuk ayo sayang." Abizar pamit pada Mami Papinya.

"Iya."

"Suci kamu juga lebih baik beristirahat ya. Inem!" Kinara memanggil pembantunya yang bernama inem.

Inem datang dengan wajah yang aneh. Sebelah sedang di make up, sebelahnya lagi polos tanpa make up. Suci hampir tertawa tapi ditahannya.

"Kamu kenapa? Lagi dandan? Emang mau ke mana?" tanya Kinara pada Inem.

Inem hanya cengengesan. "Bukan begitu Nyonya saya sedang main tik-tok."

"Ya ampun Inem, kamu tuh hobby banget main gituan. Tolong antar Suci ke kamar tamu."

"Iya Nya, ayo Mba!"

"Tante, sebelumnya terima kasih. Maaf merepotkan, saya permisi."

"Tidak merepotkan Suci."

"Terima kasih Tante, permisi."

"Permisi Nyonya." Inem tersenyum membuat Kinara tertawa.

"Sudah sana Nem, saya gak kuat lihat kamu."

"Iya Nya, wajah saya memang cantik sampai yang lihat gak kuat. Ayo Non, kita pergi." Inem dan Suci berlalu.

...----------------...

Terima kasih readers sudah baca cerita saya. Terima kasih juga dukungannya. jangan lupa klik bintang 5 nya ya juga like dan komennya. Love you ❤❤❤

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!