Pluviophille Love Story

Pluviophille Love Story

Chapter 1

“Sah” ku rengkuh tubuh Dewi, sahabatku, yang kini sudah resmi menjadi seorang istri dari orang yang ia cintai selama ini.

“Selamat ya Wi” ucapku sembari menahan haru.

“Makasih, semoga setelah ini kamu yang menikah” ku aminkan sebuah do’a yang selalu ku panjatkan di dalam do’a-do’aku.

“Ayo sayang kita temui suami kamu” pelukan kami terurai saat Mama Susi- Mamanya Dewi menginterupsi acara menye-menye kami.

Sebelum itu Mama Susi terlebih dulu memeluk Dewi, membisikkan petuah-petuah singkat yang masih bisa ku dengar.

Aku sangat terharu, hormon haid ini semakin membuatku cengeng.

Aku dan Mama Susi menuntun Dewi untuk menemui Alan, suaminya. Di bawah sana aku bisa melihat Alan yang tersenyum haru saat Melihat Dewi turun dari tangga.

Akad nikah Dewi dilangsungkan di rumahnya, bersambung dengan acara resepsi di gedung malam nanti.

Aku adalah saksi hidup dari perjalanan cinta mereka berdua, bagaimana pertemuan mereka, perjuangan mereka dalam meminta restu dari para orang tua, sampai beberapa ujian lain hingga mereka akhirnya memutuskan untuk menikah, aku tau semua.

Tidak mudah meyakinkan Dewi untuk menikah, kegagalan rumah tangga orang tuanya lah alasan yang membuatnya antipati dengan yang namanya ‘pernikahan’

Aku berjalan mundur perlahan saat sudah mengantarkan sahabat terbaikku bertemu dengan pasangan hidupnya, air mataku menetes.

Melihat Dewi tersenyum bahagia turut membuatku juga bahagia, Dewi sudah banyak menangis, inilah saatnya ia bahagia, aku meyakini itu.

Tiba-tiba terbesit perkataan Dewi saat aku menginap semalam.

‘Aku bertemu dengan Mas Alan di waktu yang tepat, kamupun akan menemukan belahan jiwamu pada waktu yang tepat, right person in the right time’

Kami sudah saling berjanji akan menemani di saat-saat terakhir menyandang status lajang jika salah satu dari kami menikah, dan aku yang kebagian menunaikan janji itu terlebih dulu.

Umurku sudah 27, tapi aku masih sendiri.

Jangan tanyakan perasaanku berada di acara seperti ini, sebuah pertanyaan keramat pasti akan di tanyakan padaku.

“Hai Aya, kamu kapan nyusul Dewi? Gak nyangka ya Dewi yang akan menikah lebih dulu dari kamu” nah kan, baru saja aku membahasnya, pertanyaan keramat menyebalkan itu sudah menyapaku.

“Minta do’anya ya tante” hanya itu yang bisa ku ucapkan pada tante Mira, Adik kandung Mama Susi, aku memang dekat sekali dengan Dewi hingga juga dekat dengan keluarga besarnya.

Tanpa basa-basi, setelah menampilkan senyum termanisku, aku segera berlalu, aku tidak mau mengamuk di acara bahagia sahabatku sendiri.

Perutku lapar, menemani Dewi dirias sampai menjadi asisten pribadinya dalam mengambilkan apa yang ia butuhkan membuatku mengabaikan perut yang sejak tadi berusaha menarikku ke meja prasmanan yang sudah di sediakan.

“Sendirian aja?” aku menoleh pada pria berbalut kemeja batik di sebelahku. Apa dia berbicara padaku? Aku celingukan bingung.

“Aku berbicara denganmu gadis abu-abu” katanya lagi, gadis abu-abu? Aku menunjuk mukaku untuk memastikan apa yang ia maksud. Dia tertawa.

“Kamu kan memakai kebaya berwarna abu-abu, astagaa” gemasnya, aku segera mengecek kebayaku, benar juga.

“Oh iya” aku melanjutkan gerakanku untuk mengambil ayam kecap yang sejak tadi melambai kepadaku.

“Kamu bersedia tidak temani aku makan” sekali lagi aku menoleh pada pria asing ini.

“Kenapa?”

“Kamu sudah punya teman makan?” tanyanya tanpa menjawab pertanyaanku, aku menggeleng, tidak ada teman yang ku kenal di sini, Dewi hanya kenal baik denganku, beda dengan Alan yang memiliki banyak Sahabat, bisa di bilang Genk.

“Nah, aku juga tidak punya teman untuk makan semua temanku sibuk dengan Mas Manten di sana” ucapnya sembari menunjuk ke arah Dewi dan Alan yang sedang menerima ucapan selamat dari segerombolan tamu, mungkin teman-teman pria ini.

“Boleh” dia tersenyum senang.

Setelah mengambil makanan dan minuman, aku melihat pria ini dengan piring yang masih kosong.

“Kamu masih bingung mau makan apa?” tebakku, dia menoleh sekilas kemudian mengangguk.

Aku sudah lapar, Ya Tuhan.

“Ambil aja semua lauknya, semuanya enak kok” saranku, dia diam sejenak, kemudian mengangguk dengan antusias.

“Ide bagus” Alhamdulillah, akhirnya aku bisa mempercepat proses dia memilih makanan yang mungkin memakan waktu lama.

Dia mengambil semua lauk dengan porsi kecil dan segelas air minum, setelahnya dia membuntutiku yang memilih tempat duduk tak jauh dari tempat prasmanan.

“Kamu sahabatnya Dewi ya?” aku mengangguk sembari memakan makananku, dia pun sama.

“Aku sahabatnya Alan” nah kan benar tebakanku. Karena mereka berdua hanya mengundang teman dekat dan saudara saja pada akad.

"Tapi gak mungkin kan aku panggil kamu sahabatnya Dewi, kamu pasti punya nama kan?” aku memutar bola mata dengan malas.

Mau kenalan saja ribet amat ini orang, batinku.

“Kanaya Widhiani” aku terpaku saat ada tangan yang terulur di depanku.

“Kenalan itu harus pake jabat tangan” ucapnya.

“Udah kayak ijab qobul aja pake jabat tangan” sindirku, tapi dia malah tersenyum.

“Kalau itumah tangan ayah kamu yang aku jabat, ada gak orangnya di sini, mumpung pak penghulunya belum pulang nih” ucapnya celingukan seperti sedang mencari seseorang.

Aku segera menangkupkan tangan di depan dadaku, seolah ingin menciptakan jarak dengan tidak mau saling sentuh dengan orang asing ini.

“Oh iya Maaf” dia menarik tangannya dan juga menangkupkan tangannya sama sepertiku.

“Namaku Galang Prambudi” aku mengangguk sopan, kemudian melanjutkan acara makanku.

“Btw, nama kamu bagus” pujinya, aku menatapnya jengah, tapi aku tersenyum sopan karena ia memuji namaku.

“Terima kasih” dia mengangguk saja sembari memakan makanannya.

“Kata orang, datang ke pernikahan bisa ketemu dengan jodoh loh, Kanaya” dia memulai percakapan diantara kami lagi.

“Orang yang mana? Kamu?”

“Bukan aku, tap..”

“Kamu bukan orang?” selaku, aku sudah tidak bisa bersikap ramah lagi, orang ini sangat mengganggu. Tapi dia malah tertawa.

“Kamu lucu” aku sudah tidak tau harus bersikap seperti apalagi pada orang ini.

“Kanaya! Sini!” Dewi memanggilku tepat saat makananku sudah tandas, bagai penyelamat bagiku.

“Oh sudah kenalan dengan Galang?” tanya Alan sembari menatap belakangku, aku membalikkan badan dan langsung terkejut saat Galang berada tepat di hadapanku, yang tidak aku tau, ternyata dia membuntutiku.

Aku mendengkus dan mengambil posisi di sebelah Dewi yang memanggilku untuk foto bersama.

“Sudah” ku lihat Alan menyikut pelan Galang yang malah tersenyum malu-malu.

Hihh padahal sejak tadi sudah tidak tau malu, batinku.

“Aya, dia sahabat baiknya Mas Alan” bisik Dewi padaku.

“Sudah tau” jawabku sembari berpose dengan cantik saat fotografer membidik kami.

“Dia single loh” bisiknya lagi. Terus kenapa kalau dia single?!

Kami foto berempat, Galang ada di sebelah Alan tentunya.

Tak lama setelah itu, teman-teman Alan yang sejak tadi sudah berfoto kembali bergabung lengkap dengan para istri mereka.

“Ciyeee, Galang sudah tidak sendiri Guys” ucap mereka menggoda aku dan Galang.

“Itu Kanaya, sahabatnya Dewi” Galang malah memperkenalkanku di hadapan teman-temannya.

“Kita udah lihat kok, kalian dari tadi kayak deket”

“Makan bareng, serasa dunia milik berdua ya Lang, yang lainnya ngontrak” mereka semua tertawa, kecuali aku dan Galang, kami hanya diam saja.

Dewi mendekatkan dirinya padaku, kami berdua seperti orang asing saat berkumpul dengan teman-teman Alan.

“Kata orang, datang ke pernikahan bisa ketemu dengan jodoh loh, Nay” bisiknya, lagi? Sudah dua orang yang mengatakan itu hari ini.

Siapa sih yang bikin statement seperti itu, padahal belum tentu terjadi. PHP banget!

TBC

Terpopuler

Comments

Hasrie Bakrie

Hasrie Bakrie

Mampir ya

2022-10-07

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!