Chapter 5

“Ciyeeee pacar baru nih” ucap Siska menyenggol pelan lenganku.

“Yang ini lebih manis dan seger ya Sis” timpal Rina yang juga ingin menggodaku.

“Es Buah kali ah, manis dan seger” mereka berdua tertawa, aku kembali menatap objek yang semakin dekat denganku.

“Hai” sapanya padaku, aku hanya tersenyum, tak tau lagi harus bersikap seperti apa.

Semenjak kejadian di kedai Mi Ayam lalu, aku membiarkan Galang untuk mendekatiku.

“Cuman Nay doang nih mas yang di sapa? Kita juga makhluk hidup loh Mas” ucap Siska yang mulai keganjenan saat melihat mangsa, Galang tertawa, aku kadang sebal dengan responnya itu.

Suka menebar tawa dan senyumnya pada siapa saja, tolong catat, SIAPA SAJA?!

“Halo, saya Galang, maaf ya, tadi nyapa cewek saya dulu soalnya” sapanya dengan ramah, aku terkejut dan reflek memelototinya, sedang Siska dan Rina, mereka berteriak histeris setelah mendengar penuturan Galang.

“Udah selesai kan? Pulang yuk” ucapnya lembut padaku dengan tatapan dan senyum manisnya, jangan tanyakan Siska dan Rina, mereka kembali berteriak dan bertingkah seperti cacing kepanasan.

“Apasih!” ketusku, tapi percuma saja, bukannya takut Galang malah semakin berani dengan menggandengku.

“Malu dia, kami permisi dulu ya” pamitnya padan teman-temanku, mereka mengangguk saja.

Pokoknya hari ini aku kesal dengan Galang, Siska dan Rina pasti besok akan berduet maut dalam menyebarkan berita tentang kami.

Sampai di mobilnya, aku tidak banyak bicara, dia pun seperti memberiku ruang untuk hanyut dalam pikiranku sendiri.

Hanya suara radio yang memecahkan keheningan di antara kami.

~Kau bertanya dengan rasa ragu, seberapa besar cintaku Padamu~

Aku dan Galang langsung menatap radio itu, aku tau lagu ini, lagu Rizki Febian yang berjudul Ragu.

~Akan selalu ku jawab semua keraguanmu, kan ku buktikan semuanya padamu~

Cocok sekali dengan kondisi perasaan kami saat ini kan? Mungkin Galang juga menyadari itu. Dari ekor mataku dia mulai menikmati dengan menggerakkan kepalanya perlahan mengikuti irama lagu itu.

“Tak perlu kau ragu lagi, cukup jalani dan rasakan, ooohh oh My Naya” Nah kan benar kataku, dia mulai bernyanyi bahkan mulai usil mengganti lirik lagunya menjadi namaku.

“Cukup kau di sampingku, sempurnakan langkahku tuk menyusuri waktu, cukup kau di sampingku berjalan bersamaku, ku pastikan kau bahagia” aku mengalihkan pandanganku kemana saja asal tidak menatap mata Galang.

“Lagunya pas ya buat kita, kamu yang ragu, aku yang ngebet sama kamu” katanya sembari tertawa.

“Naya, kok diem aja sih, masih kesel masalah yang tadi?” tanyanya lagi, aku menatapnya.

“Iya” mendengar jawabanku dia malah cengengesan tanpa merasa bersalah.

“Maaf ya, di maafin gak nih?” pintanya dengan wajah yang memelas, aku hampir saja tertawa karena melihatnya seperti itu.

Lagu Riski Febian tadi masih mengalun menjadi back song dari percakapan kami.

“Di maafin” rasa jengkelku sudah sedikit memudar.

“Kok jawabnya masih pendek-pendek sih”

“Diiiiiii maaaaaaaaaaaaaaafffiiiiiiiiiiiiinnnnn” dia melongo sejenak, namun setelah sedikit sadar dia langsung tertawa.

“Kamu gemesin banget sih Nay” sudah, yang penting kami sudah saling berdamai.

“Kamu sudah gak ragu lagikan sama aku?” tanyanya.

“Maksudnya?”

“Kan tadi udah ku nyanyiin, masak masih ragu aja sih” oh itu maksudnya, receh sekali ya Galang ini, hanya karena itu dia berpikir aku sudah yakin padanya?

‘maaf Galang, tidak semudah itu menghancurkan dinding hatiku agar kamu bisa masuk dan menghuninya’

“Pengamen juga bisa nyanyi kayak kamu, masak iya aku juga mikir mereka suka aku” bukannya tersinggung dia malah tertawa.

“Kalau mereka suka sama uang kamu, Nay”

“Iya mungkin”

“Jadi belum ya?” tanyanya lagi.

“Sebenarnya jawaban apa yang kamu harapkan Galang?”

Dia mendadak menjadi serius, mungkin paham jika aku tidak suka dengan caranya memastikan perasaanku.

“Ya mungkin saja ada sedikit progres, sedikit saja aku sudah bahagia” aku menunduk, mungkin aku terlalu kasar padanya, mungkin aku terlalu kaku, atau mungkin aku sudah menyakitinya dengan tindakanku.

“Galang, kalau kamu sudah lelah, kamu boleh ber..”

“Nggak, aku gak akan berhenti, kenapa sih kamu selalu gini, salah kalau aku mau berjuang? Kamu sudah membolehkan, tapi kenapa sekarang gini lagi”

“Alasan kamu cinta aku masih gak masuk di akal aku, Lang” aku menatapnya yang juga menatapku, dia terlihat marah, kecewa mungkin juga sedih, semuanya bercampur jadi satu.

“Oh, here we go again, again Naya?” tanya nya tak percaya, Galang kembali menatap jalanan saat lampu berubah jadi hijau.

Aku tak menjawabnya, apa ya? Ini pertama kalinya Galang meninggikan suaranya padaku. Mungkin dia sedang lelah, pikirku.

Kami kembali diam, suasana yang awkward kembali muncul diantara kami.

“Turun Nay” ucapnya yang langsung membuatku melongo, dia ngambek dan mau nurunin aku di jalan nih ceritanya?

“Sumpah Lang?! Gini ya kalau kamu lagi ngambek? Tau gitu gak usah jemput aku!” sungutku, saat buru-buru melepas seatbelt, tangan Galang mencegahku.

“Aku gak ngambek” ucapnya, aku tersenyum meremehkan, tak ku sangka dia tidak gentle seperti ini.

“Iya gak ngambek, tapi merajuk kayak anak perawan” aku masih tidak percaya seorang Galang akan seperti ini padaku.

Aku berusaha melepaskan tangannya di lenganku, cekalan Galang terlalu kuat, meski tidak sampai menyakitiku, hingga tatapan kami bertemu.

“Aku bukan pecundang Kanaya, kalau bukan karena kamu yang ngancem aku buat gak usah temuin kamu lagi, aku gak bakalan mau nurunin kamu di depan komplek kayak pasangan gak bener aja” katanya dengan nada datar, aku terperangah, mataku menatap ke depan, benar saja, itu komplek perumahanku. Aku sudah salah paham.

Itu memang yang menjadi ultimatumku pada Galang, bukan apa-apa, aku tidak mau memberikan harapan pada kedua orang tuaku, biarkan Galang berusaha sekuat tenaganya dulu untuk merebut hatiku, baru dia boleh menemui kedua orang tuaku.

Kami sudah sampai rupanya, karena sibuk dengan pikiranku sendiri sampai tidak sadar jika kami sudah sampai tujuan.

“Ohh, iya” hanya itu yang bisa ku katakan, cekalan tangan Galang terlepas, aku segera saja turun, sebelum aku semakin malu karena sudah berburuk sangka pada pria ini.

“Hmmm” gumamnya, mungkin tebakanku benar, Galang sedang suntuk saat ini dan dia menjemputku yang malah memperparah bad day-nya.

Setelah pintu tertutup, Galang langsung tancap gas, aku sempat keheranan, tapi ya sudahlah.

Aku berjalan menyusuri jalanan komplek menuju rumahku, rumahku tidak jauh dari gerbang komplek namun tidaklah dekat.

Baru beberapa langkah, ponselku berbunyi.

Galang.

“Halo” sapaku, dia mendesah berat.

“Are you okay Lang?” tanyaku saat tidak ada jawaban, aku menengok ke belakang terlihat mobilnya yang berhenti sedikit jauh dari tempat aku turun tadi. Saat aku ingin menghampirinya, suara Galang menginterupsiku.

“Jangan kesini Nay, aku minta maaf soal tadi, mungkin aku sudah menyinggung perasaanmu” aku diam, langkahku yang maju ke arah mobil Galang ku urungkan.

“Besok aku ada urusan kerjaan mungkin kita tidak bisa bertemu, see you later Kanaya” ucapnya lalu panggilan telpon terputus begitu saja, ku lihat mobil Galang juga kembali melaju.

Inikah pertemuan terakhir kita Galang?

Sudahkah kamu menyerah denganku? Semua tanya itu menguap begitu saja seiring mobil Galang yang hilang dari pandangan membawa harapan yang baru saja ingin ku lambungkan, bersamanya.

TBC

Terpopuler

Comments

Nurwana

Nurwana

mungkin blum jodohmu Kanaya..... syukurlah dia pergi sebelum rasa it hadir.

2022-10-07

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!