Petrichor. Bau tanah kering yang basah karena hujan, baunya segar sekali. Hujan musim ini sudah datang. Hal yang selalu ku harapkan saat musim kemarau datang.
Sejak kecil aku sangat menyukai hujan, karena seperti mandi di bawah shower raksasa. Beranjak dewasa, aku suka filosofi hujan.
Hujan seperti bentuk keikhlasan awan yang berpisah dengan rintik air setelah melewati berbagai proses bersama, juga merupakan bentuk cinta dari sang pencipta pada para penduduk bumi, aku tidak tau banyak tentang terjadinya hujan, yang aku tau aku sangat menyukai hujan.
Rintik-rintik itu seakan menggodaku, mengajakku bermain bersama seperti saat kecil dulu.
“Naya, aku pulang duluan ya” pandanganku beralih pada siska rekan kerjaku, ini sudah jam pulang, tapi aku masih ingin di sini, menatap hujan yang mengguyur kota ini. Aku mengangguk pada Siska, dia satu-satunya orang yang berada di sini, menunggu hujan sedikit reda katanya.
Sadar karena aku kini sendirian, aku memutuskan untuk pulang saja, seram juga rasanya, di lantai 3 ini, hanya ada aku saja, semua pegawai sudah pulang. Ku lihat hujan sudah tidak sederas tadi.
Sampai di lobby, aku tidak langsung menuju ke parkiran, melainkan sedikit bermain dengan menjulurkan satu tanganku dan membiarkannya basah terkena dinginnya air hujan.
Ya tuhan, ini nyaman sekali. Ku pejamkan mataku untuk menikmati tiap rintik yang menyentuh telapak tanganku.
“Baju kamu nanti basah semua Naya” ucap seseorang yang mengejutkanku, mataku terbuka dan menoleh ke sumber suara.
Betapa terkejutnya aku saat melihat siapa yang menggangguku kali ini.
Galang!
Dia tersenyum saat aku sudah menampakkan tatapan tidak sukaku paadanya, dasar pria aneh!
“Mau ngopi bareng gak Naya?”
“Aku gak bisa, maaf” setelah mengatakan itu aku langsung pergi dari hadapannya.
“Aku sudah jauh-jauh ke sini cuman mau ketemu kamu loh, masak di anggurin kayak gini sih” keluhnya, langkahku terhenti, aku kembali berbalik menghadapnya.
“Memangnya aku yang minta kamu ke sini?” dia menggeleng. Aku meneruskan langkahku.
“Aku mau minta nomor kamu secara langsung, salah? Jawabanmu kemarin membuat Dewi takut memberikan nomormu padaku, dia takut kamu marah padanya” langkahku kembali terhenti, ku hela nafas dalam-dalam.
Apa rencanamu Tuhan? Aku tidak ingin lagi berharap pada selainmu, tolong jangan buat aku jatuh untuk kesekian kalinya.
“Kenapa sulit sekali mendekati kamu Naya?” tanyanya lagi.
Aku lemah, aku mudah jatuh cinta pada orang yang bisa mencuri simpatiku, itu alasannya, Galang, tapi aku mengatakannya hanya dalam hati.
Ku dengar langkah kaki yang mendekatiku, Galang tiba-tiba berdiri di hadapanku.
“Aku tau tempat mie ayam enak, mau coba bersamaku?” Pasti Dewi yang memberitahunya soal makanan kesukaanku ini.
“Baiklah” senyumnya merekah lagi.
***
Kami duduk berhadapan, menunggu pesanan datang. Tempat ini cukup ramai, bahkan lebih ramai dari kedai mie ayam pak oto langgananku.
“Kamu suka Mie Ayam kan?” tanyanya, aku mengangguk saja, bukankah dia sudah tau jawabannya, rasanya ini hanya alasannya untuk membuka obrolan diantara kami.
“Aku juga suka” aku mengangguk sopan.
Saat pesanan datang, kami berdua terdiam menikmati Mi Ayam dengan asap yang masih mengepul bersama hujan yang makin deras di luar sana.
Aku mencuri pandang pada Galang, dia makan dengan lahap, namun tetap cool, memang dasarnya dia ganteng sih, bahkan jika dia belum mandi sekalipun tidak akan ada orang yang tau.
Aku menggelengkan kepalaku untuk kesekian kalinya, tanpa sadar aku sudah memujinya untuk kesekian kali.
“Kenapa Naya?” aku diam sejenak, apa sudah tertangkap basah sedang mengaguminya?
“Apa?”
“Kamu kenapa geleng-geleng kepala dari tadi?” oh itu maksudnya, untunglah.
“Oh nggak papa kok” ku lihat Galang sudah menandaskan pesanannya, cepat sekali pria ini makan, apa dia tidak mengunyahnya terlebih dahulu?
“Aku kalau makan di sini selalu gini, habis duluan di banding temen- temenku, ini mie terenak yang pernah aku kenal” ucapnya sembari terkekeh dan memandangku.
“Kamu gak bisa nikmatin makanannya dong kalau gitu” dia tersenyum.
“Cara orang menikmati sesuatu itu berbeda-beda Naya” oh iya betul juga.
Aku tidak menanggapi perkataan Galang lagi. Setelah mie ku habis, aku lebih memilih melihat hujan di luar sana.
“Kamu kayaknya suka banget ya sama hujan”
“Iya suka banget, Lang”
“Kenapa?”
“Ya suka aja, tanpa alasan” Galang tertawa mendengar responku barusan. Dia humble sekali untuk ukuran orang yang baru saling mengenal seperti kami.
“Oke aku mau to the point sama kamu di sini, kamu gak suka berbelit-belit kan?” tanyanya, aku mengangguk sebagai jawaban.
“Bolehkah aku minta nomor ponsel kamu, Naya?”
“Untuk apa?”
“Untuk saling mengenal”
“Kita sudah kenal kan?”
“Kenal lebih dekat maksudku”
“Untuk apa?”
“Ya karena aku ingin kenal lebih dekat denganmu, Naya” jawabnya dengan gemas.
Aku menatapnya lekat. Tuhan? Inikah jawaban dari semua do’aku dan do’a orang-orang yang menyayangiku? Diakah orangnya Tuhan?
Aku memalingkan wajahku saat sadar bahwa ia membalas pandanganku, itu membuatnya tertawa ringan. Mungkin dia tau kalau aku sekarang sedang tersipu dipandangi seperti itu olehnya.
“Kenapa kamu mau kenal lebih dekat denganku?” cicitku, tapi aku yakin dia mampu mendengarnya.
“Aneh tidak jika aku mengatakan aku jatuh cinta padamu?” aku langsung kembali menatapnya, secepat ini dia jatuh cinta padaku?
“Itu aneh” jawabku, dia langsung berwajah datar, tidak ada lagi senyum tengilnya.
“Aku percaya ‘love at the first sight’ dan itu yang terjadi padaku” oke, aku juga percaya itu, tapi masih tidak percaya jika ada yang jatuh cinta padaku dengan cara itu.
“Aku bukan manusia sempurna Galang, aku juga..”
“Kamu pikir aku sempurna? Aku juga tidak, Nay” potongnya. Aku terpaku sejenak, mengamatinya perlahan, dia serius, aku bisa melihat itu dari matanya, tidak ada kebohongan.
“Tetap saja ini aneh bagiku, dan maaf aku tidak bisa membalas perasaanmu” Galang menatapku dengan ekspresi yang sulit diartikan, dia tidak sedih, tidak juga kecewa.
“Aku tidak memintamu membalas perasaanku, kamu hanya cukup tau, sisanya biarkan aku yang membuatmu tanpa sadar memiliki perasaan yang sama denganku”
“Galang, tolong mengerti, jangan menaruh harapan padaku, you deserve better than me” dia menggeleng dengan tegas.
“Tolong jelaskan, kenapa kamu seolah membangun tembok diantara kita?”
“Menurutku, berpacaran hanya akan buang-buang waktu saja, kita bisa saja putus di tengah jalan, lalu apa? Memulai kembali dengan orang baru? Big no!” tegasku tanpa merasa bersalah padanya, Galang menggenggam tanganku yang berada di meja dengan tiba-tiba, membuatku reflek menatapnya.
“Kisah kita akan berbeda, aku akan meyakinkanmu Kanaya” aku diam, selain karena genggaman tangan Galang yang terasa hangat bagiku, tatapan mata Galang yang tajam dan mengunci, membuat tubuhku kaku.
Terkadang aku bingung, aku ingin memiliki pasangan, ingin menikah, tapi tidak ingin berkomitmen. Aneh kan? sama seperti cara Galang mencintaiku. Aneh!
TBC
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments
Sriza Juniarti
karya baguuss..ayo dukung kawan2..aiu suka penggalan kalimatnya 🥰🥰🥰
2025-02-04
0
Park Kyung Na
💪💪
2022-10-06
0