Aku menghapus air mata dengan punggung tangan. Takut jika ada yang melihat, maka mereka akan mengira bahwa aku dipaksa melakukan pernikahan ini, padahal memang aku yang menyetujuinya.
Aku takut jika nama kedua orang tuaku akan semakin jelek jika melihat air mata di hari pernikahanku.
Kulihat di sudut sana ada sepasang mata yang terus memperhatikan. Semoga mas Leon tidak menyadari air mata ini.
"Baiklah, kita mulai sekarang ya," ucap pak Penghulu.
Pak penghulu membimbing omongan Bapak dan meminta Bapak untuk menjabat tangan mas Leon.
Anganku kembali menjelajah liar, kembali kubayangkan wajah Randy yang sedang menyambut tangan Bapak.
Kugelengkan kepala dan tersenyum getir, kenapa aku harus seperti ini?
"Baiklah pak Ibrahim siap?" tanya penghulu.
"Insha Allah. Siap pak," jawab Bapak tegas.
"Nak Leon siap?" Pak penghulu menanyakan mas Leon. Dan mas Leon hanya mengangguk. Wajahnya terlihat begitu tegang.
"Bismillahirrohmannirrohim, silahkan saling berjabat tangan nak Leon, pak Ibrahim."
Bapak dan mas Leon saling berjabat tangan dan sebelum bapak bicara mas Leon memalingkan wajahnya kepadaku. Seakan bertanya untuk terakhir kalinya, maukah aku menikahinya.
Aku menundukan wajahku, memberikan kode 'iya' padanya. Kulihat wajahnya tersenyum kaku lalu mantap menatap wajah Bapak.
"Leon Zack Mc.Kanzee, saya nikahkan kamu dengan anak kandung saya, yang bernama Shena Zein Assegaf binti Ibrahim Assegaf, dengan mas kawin emas 9 gram, dibayar tunai."
"Saya terima nikah dan kawinnya Shena Zein Assegaf binti Ibrahim Assegaf dengan mas kawin emas 9 gram dibayar tunai." Dengan satu napas.
"Bagaimana saksi? Sah?"
"Sah ...." Terdengar suara riuh di dalam mesjid dan lantunan doa yang dibacakan Pak penghulu terdengar sakral di telingaku, kami semua menadahkan tangan, menyelesaikan do'a yang dibacakan oleh Pak Penghulu.
Entah kenapa tidak ada lagi perasaan kacau setelah ijab ini selesai. Perasaan kacau dan gundah yang kurasakan semua sirna seketika.
Aku memang tak bahagia, tapi perasaanku tidak sedih juga. Ya, aku ikhlas menerima mas Leon sebagai suamiku.
Aku dan mas Leon pun meminta maaf pada Ibu dan Bapak. Tangisanku pecah ketika aku meminta maaf kepada Bapak. Tak sanggup rasanya jika aku harus meninggalkan Bapak yang selama ini sudah seperti sahabat baikku.
Aku selalu menceritakan apapun pada Bapak, kenapa aku sering duduk di pos Bapak, ya karena aku suka curhat soal apapun ke Bapak. karena Bapak lebih bisa membuat aku tenang.
Karena Bapak adalah laki-laki, aku pikir Bapak akan paham bagaimana sikap laki-laki lain. Apalagi Bapak sudah banyak makan asam garam, pastilah Bapak lebih tahu mana yang baik buat aku.
Aku sedikit lebih tenang saat Bapak lebih menyetujui aku menikahi mas Leon di bandingkan Randy. Karena menurut Bapak dulu Leon adalah anak yang bertanggung jawab. Tapi itu dulu, setelah lima tahun berlalu bisa saja sikapnya berubah.
Setelah sungkem sama kedua orang tua.
Kami salami satu persatu tamu yang hadir. Memang tidak begitu ramai, karena resepsi akan dilaksanakan besok. Kami juga masih pulang kerumah masing-masing, kata tente Ranti biar istimewa, karena acara belum selesai. Ya terserah tante Ranti saja, toh dia yang mempersiapkan semuanya juga.
***
Kupandangi wajah ini dari kaca kamar. Tidak terlalu istimewa, cantik ya memang aku cantik. Tapi pasti banyak yang lebih cantik di luar sana. Aku masih bingung apa yang membuat mas Leon mantap menjadikan aku istri.
"Assalamualaikum." Terdengar suara seorang lelaki mengetuk pintu depan rumahku.
Aku sangat familier dengan suara ini, ini suara Randy. Kubuka sedikit tirai jendela kamar dan mengintip keluar. Benar saja, kudapati Randy telah berdiri di depan pintu.
"Nduk." Suara ibu mengagetkanku.
Akupun segera membuka pintu kamar, melihat wajah Ibu yang masih bingung.
"Ada apa toh, Nduk. Apa ada yang belum selesai antara kamu dengan Randy?" tanya Ibu bingung.
"Tidak, Bu. Aku dan Randy sudah tidak ada urusan lagi."
"Yang bener toh, Nduk. Jadi ada urusan apa dia datang kesini? Kamu sadarkan sekarang kamu sudah menikah?"
"Iya, Bu. Aku tahu," jawabku sambil menunduk.
"Bagaimana jika suamimu sampai tahu? Dan tetangga juga pada melihat, ada mantan kamu datang malam-malam begini?"
"Shena, gak tahu, Bu. Shena benar-benar gak tahu kenapa dia datang?"
"Kamu masih cinta sama dia?"
Aku mendongak mendengar pertanyaan Ibu, kuanggukan kepala pelan.
"Jangan-jangan kamu belum putus lagi sama dia?"
"Tidak, Bu. Bener aku sudah gak ada hubungan lagi sama Randy. Bahkan dari sebelum mas Leon melamar aku dulu," jelasku, agar Ibu tidak salahpaham.
"Benar itu? Kamu gak bohong kan, Shena?" tanya Ibu untuk meyakinkan sekali lagi.
"Bener toh bu, aku sudah putus sebelum mas Leon melamarku, Bu," jelasku sekali lagi.
"Lebih baik kamu juga buang rasa cinta kamu padanya, kamu harus cinta pada suamimu saja, ya."
"Iya, Bu," jawabku pasrah.
"Yasudah biar Ibu dan Bapak saja yang ngomong sama dia ya, kamu di kamar saja."
Aku mengangguk, membiarkan Ibu berlalu pergi.
Maafkan aku ya Ran, aku tidak bisa menemuimu walau sebenarnya aku sangat ingin.
Aku juga tidak tahu ini salahmu atau salahku. Mungkin juga tidak ada yang salah, mungkin cinta kita harus berakhir dengan cara yang begini.
Terima kasih untuk waktu lima tahun yang pernah kau beri untukku.
Walaupun tidak semuanya tentang cinta, aku tetap berterimakasih untuk luka yang kau goreskan. Karena kamu aku banyak belajar, karena kamu aku tahu banyak hal. Terima kasih, Randy.
Tak lama berselang, ku dengar langkah kaki pergi menjauh dari rumah, kusingkap sedikit tirai jendela dan melihat punggung lelaki itu berlalu semakin jauh dari pandangan.
Tak terasa bulir-bulir air mata ini mulai turun. Dan tangisanku pun pecah saat punggung lelaki itu menghilang dari pandangan.
Kedua kaki melemas, berakhir sudah mimpi indah kita untuk meraih masa depan berdua Randy. Aku telah milik lelaki lain saat ini.
Kudekap kedua kaki dan menyembunyikan wajah di atas kedua kakiku. Perasaan sesak yang selama ini menyelimuti hati seakan tak terbendung lagi.
Tangisan semakin dalam saat memori kisah lama satu persatu muncul di ingatanku. Cerita-cerita indah tentang hidup berdua dengan Randy, hanya tinggal cerita saja.
Kisah-kisah indah saat masa sekolah dulu, hanya menjadi bingkisan indah pengahantar tidur. Janji tulus yang pernah terucap dari bibir Randy dulu, hanya menjadi kiasan semata.
Apa daya takdir tidak menuliskan nama kita berdua dalam satu buku, Randy. Jalan kita tak sama, kita pernah berada dalam jalur yang sama, namun kita berpisah pada persimpang jalan. Telah ada yang datang menjemputku di persimpangan ini, namun itu bukan kamu.
Andai aku lebih kuat menahan perih kisah ini, mungkin akhirnya akan berbeda. Atau mungkin akhir kisah ini akan tetap sama, sebab jika bukan aku, maka takdir yang akan memisahkan kita. Karena bukan tentang masalah hati, namun masalah jodoh.
Aku tak berjodoh denganmu, sebanyak apapun aku menangis, takdir tak akan berubah. Sebab tidak akan pernah ada yang berubah dari akhir kisah kita. Karena aku tidak ditakdirkan menjadi tulang rusukmu.
Bukan aku bagian tulung rusukmu. Aku telah menemukan bagian tulang rusukku yang hilang dan itu orang lain. Aku harap kamu juga menemukan bagian tulung rusukmu yang hilang Randy. Semoga kamu bahagia tanpa aku.
Dering ponsel menyadarkanku dari kesedihan ini, kuraih dan menatap layar ponsel itu.
Mas Leon mengirimiku pesan penghantar tidur dengan emot cinta.
[Selamat tidur, Shena. Semoga kamu bahagia menikahi aku.]
Entah mengapa pesan itu sepertinya mampu menyeka air mataku. Kurebahkan badan di atas ranjang dan memejamkan mata sembabku.
Kembali ingatan itu muncul saat aku menutup mata. Memang tidak mudah melupakan masa lalu itu. Apalagi dia telah melengkapi kisah hidupku selama beberapa tahun ini. Mataku kembali mengeluarkan cairan bening.
Aku kembali menyeka dan menenangkan pikiran, besok resepsi pernikahanku, tidak baik jika mataku sembab. Nanti Ibu dan Bapak malah semakin mencurigai.
***
Aku terbangun saat mendengarkan ketukan dari balik pintu kamar. Memandangi jam di dinding yang sudah mulai memasuki waktu subuh.
Bersiap untuk pergi ke lokasi resepsi yang sudah ramai para pekerja dari EO. Aku segera masuk keruangan rias dan mengenakan gaun berwarna Baby blue.
Resepsinya diadakan di taman dekat komplek perumahan tante Ranti. Karena acaranya tidak terlalu mewah, jadi tante Ranti mengambil konsep Outdoor.
Saat teman-teman sekolahku datang, mata mereka terbelalak lebar. Banyak yang terkejut dengan suamiku, bagaimana mungkin aku pacaran dengan Randy dan menikah dengan orang lain.
"Aku pikir nama yang tertera di undangan salah, eh rupanya pengantin lakinya beda," bisik salah seorang teman dekatku di SMA.
Aku hanya mengangguk dan tersenyum lembut.
Apalagi yang mau kukatakan, memang begitu adanya. Tidak sedikit teman yang mengejekku, mereka bilang aku pintar mencari yang lebih segalanya dibandingkan Randy.
Tapi fisik juga tidak menentukan kebahagiaan seseorangkan. Munafik jika aku bilang aku tidak tertarik pada mas Leon. Jelas dari awal, aku sedikit banyaknya tergoda oleh penampilannya.
Suasana hening seketika, setelah kulihat Randy muncul dihadapanku. Wajahnya terlihat kacau, keadannya seperti sangat menyedihkan.
"Tega ya, kamu," kata-kata yang keluar dari mulut Randy saat berjabat tangan denganku.
Aku hanya tersenyum getir mendengar perkataannya. Aku tega? Tidak juga. Kalau aku dan dia tidak putus malam itu, mungkin aku tidak akan bertemu dengan mas Leon.
Tapi yasudahlah, aku tidak bisa meratapi keadaan ini terus, aku harus bangkit dan harus bisa tersenyum mengahadapi kenyataan ini.
Namun berbuat tidak semudah berbicara, tetap saja aku tidak mampu membendung air mataku lagi, aku menangis sejadi-jadinya.
Perlahan isak tangisku pun meledak, kuraih badan tegap mas Leon yang berada disampingku dan menyembunyikan wajah di dadanya.
"Maafkan aku, Mas ... maafkan aku." Aku semakin menangis dengan dalam.
"Menangislah sepuasmu, aku tidak masalah."
"Maafkan aku yang tak bisa menahan emosiku." Semakin jadi tangisanku semakin dalam k sembunyikan wajah di dadanya.
"Sudah ... jangan di tahan lagi, lepaskan semua."
Aku tak tahu harus bagaimana setelah ini, seluruh tamu pasti melihat kejadian ini. Mas Leon dengan sabar mengusap usap lembut kepalaku. Sikapnya yang lembut dan hangat membuatku semakin merasa bersalah.
"Mas, kamu tidak marah padaku?"
"Tidak, aku tidak akan marah. Tapi kamu harus tersenyum setelah ini."
Mas Leon terua mengelus pundakku, berusaha menenangkan tangisan.
Setelah beberapa lama tangisanku mulai mereda, kutatap wajah mas Leon, sendu.
Diraihnya kedua pipiku dan menghapus sisa bulir air mataku.
Dia meraih tanganku dan menciumnya dengan lembut.
"Tenanglah ... Shen, tenangkan dirimu."
Melihat sikap mas Leon yang masih begitu hangat setelah apa yang sudah kubuat, membuat aku kembali mengeluarkan air mata.
"Maafkan aku, Mas. Aku menyakitimu."
"Tidak, kamu tidak menyakitiku, Tersenyumlah."
Aku tersenyum getir melihatnya, tak lama aku tertawa lebar melihat ekspresi dia yang berusaha mengikuti ekspresiku.
Dia bisa begitu tenang mengahadapi aku yang begini. Ia memang pintar mendinginkan suasana.
Aku mencubit lengan tangannya, dia terus saja mengejek ekspresiku yang tadi. Matanya menyipit dan bibirnya menyeringai menahan sakit. Aku kembali tertawa melihat ekspresi berlebihannya itu.
"Apa wajahku sangat jelek ya? Sampai kamu mengejek terus?" tanyaku, sedikit kesal.
"Tidak juga, kamu cantik. Tetap terlihat cantik bagaimanapun."
"Gombal." Aku kembali mencubit lengan tangannya. Dan ia kembali memperlihatkan ekspresi seperti tadi. Membuat tawaku kembali pecah dan kali ini sedikit terbahak.
"Sssssttt ... para tamu melihat kita." Mas Leon menaruh satu jarinya di depan bibir tipisnya.
Aku mengangguk dan tersipu malu. Dia ini pintar merubah suasana sedih menjadi ceria seketika. Aku seperti mampu melupakan kepedihan tadi dengan begitu mudahnya.
Tidak seperti Randy yang membuat suasana lebih runyam jika ada masalah, selalu aku yang mengalah. Selalu aku yang berusaha mencairkan suasana.
Sudahlah, tidak baik jika aku terus membandingkan suamiku dengan orang lain. Aku akan terus berdosa jika seperti ini. Sebaiknya aku berusaha melupakan semua tentang dia.
Aku mengambil tangan mas Leon dan kucium punggung tangannya dengan takzim.
Sembari aku berkata dalam hati 'Maafkan aku, Mas. aku akan berusaha melupakan Randy dan belajar menerimamu. Aku janji.'
Terasa sentuhan lembut di atas kepalaku.
"Ada apa ini? Seperti anak kecil mau pergi sekolah saja?"
"Iss, bukan begitu, Mas."
"Jadi apa?" Dia menaikan sebelah alisnya.
"Dari kemarin aku belum ada mencium tanganmu, malah kamu yang mencium tanganku duluan. Maaf ya, Mas," ucapku malu.
Dia hanya tersenyum dan manggut-manggut, diraihnya kedua pipiku dan mencium keningku dengan lembut. Aku terkejut dan mendorong pelan dadanya. Kulihat wajahnya yang tampak kecewa.
"Maafkan aku, aku ... aku tidak bermaksud menolak kamu, Mas," ucapku bersalah.
"Tidak masalah." Dia tersenyum getir.
Aku pasti telah menyakiti perasaannya sekarang. Duh aku ini kenapa? Dia selalu berusaha menjaga perasaanku tapi aku malah membuat perasaannya terluka. Maafkan aku ya mas.
***
Setelah acara resepsi selesai kami pun pulang kerumah sendiri. Rumah yang tidak terlalu mewah, rumahnya juga tidak terlalu luas, tapi terlihat nyaman dan juga tenang. Banyak pepohonan yang tumbuh di taman kecil rumah mas Leon.
"Ayo masuk Shen, maaf ya rumahnya kecil, soalnya aku cuma sanggup beli rumah ini."
"Iya gak apa-apa, Mas. Ini juga sudah cukup kok."
Mas Leon membuka pintu rumahnya dan kami pun melangkah masuk ke dalam. Kurasakan suasana hangat yang terasa menyapa hatiku.
Barang-barangnya tersusun dengan sangat rapih dan bersih. Semua dominan dengan warna putih. Senada dengan warna cat rumahnya yang semua putih dan beberapa les hitam di bagian tertentu.
Rumahnya menggambarkan seperti karakter mas Leon yang tak banyak tingkah. Pembawaan nya tenang dan santai, nada bicara yang lembut, sikapnya yang selalu hangat.
"Kamu, kalau mau istirahat langsung ke kamar saja, aku mau mandi dulu."
"Baik, Mas."
Aku berjalan menjejaki lantai keramik warna abu-abu itu. Kulihat sekeliling rumah ini, terasa nyaman dan sangat tenang. Aku membuka pintu kamar dan kumasuki perlahan.
Kamarnya tidak terlalu luas, tapi terlihat sangat nyaman karena barang-barangnya tersusun sangat rapih. Aku merebahkan badan di atas kasur bersprai warna hitam itu, rasa lelah mulai terasa sampai ke ujung kuku.
Terdengar suara pintu kamar terbuka. Mas Leon masuk dengan kaus putih dan rambut yang masih basah.
Ya Tuhan, lagi-lagi aku terpaut oleh paras ganteng pria itu. Masih tak bisa kucerna lelaki sekeren dia adalah suamiku?
Jantungku berdetak semakin cepat saat mas Leon berjalan mendekati.
Apa mas Leon akan memintaku untuk melakukannya sekarang?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 44 Episodes
Comments
Erni Fitriana
ini waktunya menutup catatan buku tebal mu bersama randy shen...it's time!!!laki" istimewa itu dihadirkan Allah untuk melengkapi kesempurnaan mu😍😍😍😍😍
2023-08-01
0
Maryani Sundawa
jgn terus meratapi mantan yg tdk setia Shen...move on
2023-03-19
0
Kinan Kevin
semoga leon bukan utk pelarian ya shen
2023-01-23
0