Aku masih terduduk di bangku taman tanpa bergeming. Tak menghiraukan ia yang berada di sebelahku. Selama beberapa menit kami hanya terdiam tanpa berbicara sepatah katapun.
Sesekali ia melihat jam yang melingkari tangan kirinya.
"Aku antar kamu pulang ya, Shen. Ini sudah malam, gak baik kamu di sini sendirian."
"Gak usah Mas, nanti aku pulang sendiri saja."
"Ayolah Shen ... tidak baik anak perempuan pulang malam-malam."
"Gak apa-apa, Mas. Aku sudah biasa pulang malam sendiri kok," tolakku dengan lembut.
Dia menghela napas panjang, dan mengacak rambutnya.
"Apa wajahku seperti seorang kriminal ya?"
"Apa? Eh ... enggak kok, Mas."
"Aku gak tega ninggalin kamu sendiri di sini. Aku gak ada niat lain kok. Cuma antar kamu pulang saja," jelasnya.
"Duh ... gimana ya, Mas?"
"Aku gak bakalan apa-apain kamu kok. Sumpah deh." Dia mengancungkan dua jarinya sehingga membentuk huruf v.
Wajahnya menatapku penuh harap.
"Baiklah," ucapku mengalah.
"Tapi sebelum pulang kita makan dulu ya."
Aku kembali menatap wajahnya, kunaiki sebelah alis mataku.
"Aku gak ada maksud lain, ini sudah malam. Pasti kamu laparkan?"
Bohong juga sih kalau aku bilang, aku gak lapar. Dari sepulang kerja tadi aku belum memakan apapun. Tapi, aku tidak mungkin juga makan bareng dia, kan?
"Sekalian kamu tenangi hati juga. Aku takutnya, Bapak kamu salah paham sama aku lagi."
Ya benar juga sih apa yang dia bilang, mungkin wajahku saat ini sudah tidak karuan kacaunya.
Aku mengangguk menjawab ajakannya. Sepanjang perjalan menuju rumah makan aku terus mengingat beberapa hal tentang dia.
Dia adalah seorang anak dari komplek perumahan kaya yang dijaga oleh bapakku.
Aku bertemu dengannya sekitar lima tahun yang lalu. Tapi aku tidak sering berbicara padanya, hanya beberapa kali saja.
Itupun kalau aku datang membawa makan siang, ataupun camilan untuk Bapak. Kalau tidak salah ingat, namanya Leon. Dia keponakan dari tante Ranti. Orang yang paling ramah di komplek tempat Bapak bekerja.
Tante Ranti itu orang yang ramahnya over banget. Dia sering bercerita panjang lebar tentang apapun padaku. Kadang kalau sudah mendengerkan ceritanya, aku bisa menghabiskan waktu berjam-jam. Bibirnya selalu terbuka, seperti tidak lelah untuk berbicara.
Sebenarnya tante Ranti bukan orang yang menyebalkan juga, hanya saja dia terlalu banyak menyita waktu jika terus diladeni.
Kata bapak, Leon adalah seorang mahasiswa kedokteran. Menurut cerita Bapak, dia itu blasteran Indonesia dan Prancis. Karena adiknya tante Ranti menikah dengan pria asal Prancis dan membawa adik tante Ranti tinggal disana.
Saat dia berumur 13 tahun kedua orang tuanya meninggal karena kecelakaan pesawat.
Setelah itu tante Ranti tidak tahu bagaimana kehidupannya di Prancis. Setelah 9 tahun pasca kecelakaan itu, tante Ranti baru menemukan keberadaan dia. Leon adalah keponakan satu-satunya tante Ranti. Jadi tante Ranti terkesan lebih menyayangi Leon di bandingkan tiga anak kandungnya.
Leon telah pindah ke Indonesia sejak umur 18 tahun dan menjadi salah satu mahasiswa kedokteran di Universitas ternama di kota kami.
Dulu bahasa Indonesianya tidak sebagus sekarang. Karena tidak mengerti bahasanya, dulu aku jarang sekali berbicara dengannya.
Hanya beberapa bulan saja dia tinggal di rumah tante Ranti. Menurut kabar dia melanjutkan studinya keluar negeri dengan jalur beasiswa. Bisa dibayangkan, bagaimana pintarnya otak dia.
Tidak berapa lama berselang, kami pun tiba di cafe yang tak jauh dari rumahku. Hidangan tersaji dengan rapi dan cantik dihadapanku.
Tanpa banyak mengobrol kami melahap makanan itu. Aku tidak terlalu kenal dengannya, hanya sekedar bersapa ramah saja dulu. Jadi terasa canggung jika harus berhadapan dengannya seperti ini.
"Enak makanan nya?"
" Iya. Enak, Mas."
"Syukurlah jika kamu suka." Dia tersenyum manis sambil mengunyah makanannya. Pipinya terlihat sedikit mengembung, memberikan kesan lucu pada senyumnya.
"Kamu kapan kembali kesini, Mas?" tanyaku sambil mengaduk isi di dalam piring, tak sanggup jika menatapnya terlalu lama.
"Sudah agak lama. Sudah 2 tahun aku di sini."
"Berarti sekarang Mas sudah menjadi Dokter, ya?"
"Ya ... begitulah."
Dia melempar senyum kepadaku, Menampilan sederet gigi putihnya yang tersusun rapi.
Ya Tuhan ... begitu indah senyumnya itu, aku tak mampu melepaskan sedetikpun pandangan darinya. Begitu mempesonanya dia.
"Shen, maaf ya tadi aku gak sengaja lihat kamu berantem sama pacar kamu."
"Iya. Gak apa-apa, Mas. Lagian aku berantam di tempat umum."
Mendadak suasana jadi hening. Perasaan canggung kembali terasa di antara kami berdua. Hampir sepuluh menit kami habiskan hanya saling diam saja.
"Shen." Suara lembut memanggil namaku, memecah keheningan suasana.
"Iya," jawabku singkat.
"Aku mau bilang sesuatu, boleh?" tanyanya hati-hati.
"Mau bilang apa, Mas?" tanyaku bingung.
"Shen, sebelum nya aku minta maaf jika ini terdengar tiba-tiba ... hmmm--" Ia menggantung kalimatnya. Terlihat keringat dingin mengalir dari salah satu sudut pelipis mata nya.
"Ada apa ya, Mas?" Ku beranikan diri untuk bertanya. Karena melihat wajahnya kebingungan untuk berbicara.
"Hmmm ... begini, Shen ... hmm ..."
"Ada apa sih sebenarnya, Mas? Kok seperti bingung begitu?"
"Mungkin ini terdengar tiba-tiba, tapi semakin cepat aku pikir semakin baik."
Aku mengernyitkan dahi. Tak paham dengan pembicaraannya.
"Hmmm ... begini, kamu mau tidak menikah denganku?"
Deg ... rasa jantungku berhenti berdetak. Apalagi ini, ya ampun apa aku lagi bermimpi?
Demi apa? Seorang laki-laki yang asing, datang melamarku.
Seperti dia? Bahkan dalam anganku pun, aku tidak berani membayangkan bisa dilamar laki-laki sekeren dia.
Memang banyak yang bilang aku tak mirip ibu dan bapakku.
Aku punya kulit yang putih mulus seperti salju, hidung mancung yang agak tebal, alis mata tebal dan mata besar, bulat sepeti bola.
Banyak yang bilang aku seperti keturunan Arab. Tapi aku tak secantik itu juga, wajahku tak pernah berlapis bedak mahal, tak pernah masuk salon. Boro-boro ke salon dimaskerin juga gak pernah.
Aku juga tidak memiliki tinggi badan yang bagus, bisa dibilang aku ini pendek. Bentuk badan juga gak terlalu cantik, semampai enggak, dibilang langsing, juga gak langsing-langsing amat. Karena badanku sedikit berisi.
Dari SMA aku sibuk belajar dan bekerja. Sepulang sekolah aku bekerja untuk membantu perekonomian keluarga. Waktuku banyak tersita untuk belajar dan bekerja. Tidak sempat mengurus diri.
Kenapa juga laki-laki tampan, tinggi, dan pintar seperti dia bisa menaruh hati padaku?
Aku yang bisa dibilang biasa banget ini, apa ada sesuatu yang berbeda dariku? Sampai laki-laki seperti Randy dan mas Leon bisa jatuh hati padaku?
Baiklah, jika Randy itu seorang playboy. Dia tidak peduli seperti apa wanita yang di pacarinya, jika wanita itu cantik di matanya, maka pasti akan ia dekati.
Tapi mas Leon ini, dia bisa dibilang kategori perfect. Mungkin dia sudah cukup mapan dan matang. Tidak mungkin jika saat ini, tidak ada cewek yang di dekatnya kan.
Atau jangan-jangan dia sudah punya istri, dan aku mau dijadikan istri simpanannya?
Oh ya ampun, mungkin saja. Mau dipikiri bagaimana pun gak mungkin mas Leon bisa jatuh cinta sama aku yang biasa ini. Jauh lebih cantik dari aku saja mungkin bisa di gandeng olehnya.
"Shen." Suara lembutnya menyadarkan lamunanku.
"Iya," jawabku kaget.
"Bagaimana menurut kamu?"
"Hah, apa?"
"Kamu mau menikah denganku?"
Serius?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 44 Episodes
Comments
Erni Fitriana
ada sisi lain kamu yg berbeda..dan itu nilai plus kamu shen
2023-07-31
0
Maryani Sundawa
kykna mas Leon udh lama suka sama Shena
2023-03-19
0
Dhurotul Bahiyah
aduuuh,,maa leon to the poin alias gercep deeh,,,,gak pendekatan dulu gituuuuuu
2022-06-28
0