Pesona Lelaki Simpanan
Aku tidak pernah menduga, seorang sepertiku bisa merasakan cinta. Terdengar klise namun itulah adanya.
Namaku Owen Nikolai Zwart, aku harus merasakan patah hati karena cinta pertamaku adalah anak dari orang yang telah melenyapkan nyawa Ayah kandungku.
Namun, bukan hal itu yang membuatku putus asa, melainkan gadis itu telah menikah dengan orang lain saat aku menemukannya lagi. Gadis itu bahkan tidak pernah mengingatku sama sekali, berkebalikan denganku yang beberapa tahun kebelakang selalu melewati hari dengan memikirkan gadis yang sama, Zahra Alhana. Aku bahkan mencari keberadaannya sejak pertemuan pertama kami yang berhasil menghadirkan perasaan sialan itu.
Yeah, dunia kadang sekejam itu. Ayah Zahra telah membunuh Ayahku. Namun, semesta mempertemukanku dengan Zahra. Pertemuan pertama yang membuatku jatuh cinta pada gadis itu, karena dia telah menyelamatkan nyawaku dari insiden kecelakaan.
Akupun memutuskan untuk berdamai dengan keadaan, melupakan dendam untuk membunuh semua orang yang berkaitan dengan pembunuh Ayahku. Dendam itu memang telah membelengguku sejak usia 7 tahun. Tapi, aku mencoba melupakannya karena mengingat Zahra adalah gadis yang telah menyelamatkan nyawaku dan juga telah mencuri hatiku. Ibu kandungnya juga telah terbunuh karena dendamku itu, jadi ku rasa semua telah impas.
Sekarang usiaku 32 tahun dan aku tidak pernah mau terlibat lagi dengan kata bertajuk "cinta" yang pernah mengecewakanku disaat aku bahkan belum memulainya.
Ya, aku merelakan Zahra begitu saja karena aku sadar dia lebih berhak bersama orang yang dia cintai dan mencintainya daripada aku yang sama sekali tak memiliki tempat dihatinya.
Aku bukan menyerah, tapi aku realistis. Aku anggap semua ini sebagai bentuk perdamaian untuk menentramkan hatiku yang penuh luka dan dendam. Aku melepaskan diri dari jeratan itu.
#######
Setelah memilih berdamai dengan keadaan, aku memutuskan untuk kembali ke Negaraku semata-mata untuk melupakan Zahra pula.
Hampir semua anak buah yang setia padaku sudah ku bebaskan dari dunia hitamku. Hanya Jared yang sekarang menemaniku sebagai tangan kanan sekaligus orang yang membantuku dalam hal apapun.
"Tuan, jadwal penerbangan Anda sudah hampir tiba ..." kata Jared.
Aku menatapnya sekilas, lalu tanpa kata mulai berjalan menuju pesawat yang akan mengantarkanku kembali ke Negara asal.
Perjalananku kali ini terasa lebih damai daripada yang sudah - sudah, mungkin karena aku sudah melepaskan belenggu dendam itu.
Hampir 8 jam mengudara, akhirnya pesawat itu pun tiba disebuah Bandara di Negara asalku.
Aku berjalan lebih dulu didepan Jared, mengabaikannya yang membawakan beberapa barang bawaanku yang tak terlalu banyak.
Brak ...
"Maaf, maafkan saya, Nona!" Terdengar suara Jared.
"Tidak, aku yang minta maaf karena aku yang menabrakmu," ucap seorang wanita yang tampak terburu - buru.
Aku hanya bisa menatap pemandangan itu dengan datar. Ingin rasanya aku mengatakan pada Jared untuk segera berlalu dari sana, asistenku itu justru membantu membereskan barang - barang si wanita yang berserakan di lantai.
Aku menggeleng samar dan meninggalkan Jared untuk menuju mobil yang telah menjemputku, biarlah Jared akan menyusul saja nanti, pikirku.
Beberapa menit menunggu di mobil, akhirnya Jared datang menyusul.
"Maaf, Tuan. Saya membuat anda menunggu."
"Ya, ya... cepatlah masuk!"
Mobil mulai berjalan menuju kediamanku di Negara ini, aku memang sering pulang pergi dari Negaraku ke Indonesia. Dulu aku ke Indonesia untuk mencari keturunan dari pembunuh Ayahku dan membalaskan dendam, dan terkadang sambil mencari Zahra juga-- yang pada saat itu belum ku ketahui bahwa Zahra adalah anak dari pria yang telah membunuh ayahku.
Sekarang aku sudah tahu segalanya dan aku tak perlu kembali ke Negara itu karena sekarang aku akan menetap disini tanpa adanha dendam lagi.
Aku harus lebih memperhatikan Oxela, adikku yang sedari kecil tidak pernah mendapat kasih sayang dari kedua orangtua kami karena mereka telah meninggal diusia Oxela yang masih sangat kecil.
"Jared, aku akan beristirahat. Kau boleh menempati kamarmu dan beristirahat juga!" ucapku begitu tiba dikediamanku.
"Baik, Tuan!"
"Ah ya, nanti malam aku ingin bersenang - senang. Uruslah semua keperluanku untuk hal itu."
Jared mengangguk sopan, dia sudah paham apa yang ku maksudkan mengenai hal itu. Kemudian pria itu pergi setelah meletakkan semua barang bawaanku di kamar pribadiku.
"Kakak....." Terdengar suara riang Oxela saat aku hendak menutup pintu kamar.
"Hmm?"
"Kau pulang? Aku senang sekali, Kak." Oxela memelukku dengan erat dan akupun membalas pelukan hangatnya.
"Kak, tetap disini sampai pesta ulang tahunku nanti. Aku akan mengenalkanmu dengan seseorang!"
"Aku akan tetap disini sampai kapanpun!" ucapku datar.
"Benarkah? Kakak tidak akan meninggalkanku lagi? Tidak ke luar Negara lagi?"
"Tidak untuk sekarang, tapi jika ada pekerjaan mungkin aku akan pergi sesekali."
"Ah... ya, kalau soal pekerjaan tentu tak apa - apa, asal jangan pergi untuk mencari masalah hingga membuatmu pulang dengan bekas luka, aku tidak suka, Kak!"
"Oke girl ... ah, siapa yang mau kau kenalkan padaku? Apa temanmu lagi?" tanyaku dengan wajah penuh selidik, karena beberapa kali Oxela berniat mengenalkanku dengan teman - teman wanitanya yang akan berujung kekecewaan-- karena teman Oxela berharap lebih dengan perkenalan itu, namun tentu aku tak mau memberi harapan pada mereka.
"Bukan temanku." Oxela tertunduk.
"Lalu?"
"Boy--friend..." ucap Oxela hati - hati.
"Oh my... apalagi ini?" tanyaku tak begitu senang dengan jawaban adikku itu.
"Come On, Kak! Aku sudah 27 tahun, kalau kakak memang tidak menginginkan sebuah pernikahan atau tak pernah merasakan cinta jangan halangi aku untuk melakukan hal yang ku mau!" Oxela berkata dengan lirih dan mata yang berkaca-kaca, membuatku tak tega.
Aku terdiam beberapa saat untuk mencerna kalimat adikku itu. Ya, Oxela benar, tidak seharusnya aku menghalanginya karena umurnya memang sudah lebih dari cukup untuk berpacaran bahkan menikah. Aku tak mau mempersulitnya hanya karena aku pernah gagal dalam hal percintaan. Mungkin aku yang kurang beruntung dengan cinta, tapi Oxela tetap berhak mendapatkannya, bukan?
"Baiklah, aku ingin mengenalnya. Pastikan dia lelaki yang bertanggung jawab. Kalau tidak, dia akan ku usir saat itu juga!" tegasku.
"Dia lelaki yang baik, Kak. Tenanglah... aku sudah menyeleksinya."
"Ya, lulus seleksi darimu belum tentu lulus seleksiku!"
"Ya terserah kakak saja, yang penting aku akan mengenalkannya nanti."
"Baiklah, aku mau istirahat dulu," ucapku.
"Oke, Kak. Selamat beristirahat. Aku tunggu makan malam kita nanti..." Oxela mengedipkan sebelah matanya dan menutup pintu kamarku saat aku mengibas - ngibaskan tangan sebagai isyarat untuk menyuruhnya pergi.
######
Setelah makan malam dengan Oxela, aku memutuskan pergi ke Club untuk bersenang - senang. Terkadang aku minum untuk melupakan masalahku. Kadang pula melakukan hubungan satu malam dengan wanita yang ku pilih. Hal itu lumrah untuk lelaki seumurku yang memang butuh pelepasan.
Aku memilih dalam hal teman kencan, aku juga selalu bermain aman. Aku tidak pernah memainkan perasaan dalam hal seperti ini. Pure untuk kesenangan semata.
"Nona, anda disini..." Jared yang duduk dibelakangku terdengar memekik pada seseorang. Aku tahu Jared melakukan itu karena suara musik di Club yang cukup keras.
"Ya..." jawab wanita itu, yang ku lirik ternyata wanita yang siang tadi tak sengaja menabrak Jared di Bandara--atau justru Jared yang menabraknya?
Entahlah.
Jared pun berlalu setelah berbasa-basi dengan wanita itu, dia mau menungguku dimobil padahal aku sudah mengajaknya ikut minum bersamaku namun Jared menolak.
Wanita yang tadi disapa Jared cukup menarik atensiku karena aku baru menyadari jika perawakan wanita itu bukan seperti gadis kebanyakan yang berada di Negaraku. Perawakannya lebih seperti wanita Asia, atau justru dia wanita Indonesia?
Aku tidak terlalu bisa memperhatikan wajahnya karena cahaya dan lampu temaram yang ada ditempat ini. Namun aku bisa menanyakannya langsung, maybe.
"Sorry, apa kau wanita Indonesia?" tanyaku berbasa - basi secara to the point.
Wanita itu mengadahkan kepala dan menatapku, pandangan mata kami bertemu dan entah kenapa tatapanku seolah terkunci disana selama beberapa detik.
"Ya, kau benar..." Wanita itu menyeringai kecil, tampaknya dia sudah sedikit mabuk.
"Kau bersama siapa disini?"
"Sendiri..."
"Sendiri?" tanyaku lagi, cukup terkejut karena dia berada di club malam seorang diri dalam keadaan yang setengah mabuk.
Wanita itu mengangguk sembari mengulurkan tangan kepadaku.
"Gloria," katanya memperkenalkan diri.
"Owen," jawabku menyambut tangannya yang terasa sedingin es.
"Owen, aku ingin bertanya, menurutmu sebagai lelaki... apa aku ini tidak cantik?" tanya Gloria mulai mengaur karena efek mabuk.
"Maksudmu?"
"Apa aku jelek? Apa wajahku buruk rupa?" Gloria menatapku lekat.
"Tidak juga, untuk ukuran orang Asia kau cukup cantik," jawabku jujur.
Tiba - tiba wanita itu justru menangis terisak-isak.
"Hei... kenapa kau menangis? Jangan menangis didekatku, nanti semua orang mengira aku yang menyebabkanmu menangis!" kataku bersungut - sungut heran.
Gloria tidak mengindahkan ucapanku, justru semakin terisak kencang, membuatku memejamkan mata sejenak. Sepersekian detik berikutnya, aku menyesal telah mengajaknya berkenalan dan mengobrol malam ini.
******
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 132 Episodes
Comments
dita18
baru mampir thoorrr
2023-09-27
1
Aviciena
bahasanya bagus. tertata
2023-02-18
1
☠ᵏᵋᶜᶟ༄༅⃟𝐐𝐌ɪ𝐌ɪ🧡ɪᴍᴏᴇᴛᴛ𝐀⃝🥀
ketiban pulung, wkwkwk 🤣🤣🤣
salken yaa kk, aku mampir di sini
2022-06-01
1