Awas Jatuh Cinta
"Begitu kamu menyadari bahwa kamu pantas mendapatkan masa depan yang cerah, melepaskan masa lalu yang kelam adalah pilihan terbaik yang pernah kamu buat."
- Roy Bennett -
***
Juni 2002
Langit gelap sore itu. Hujan badai, petir bersahutan sejak siang tidak membuat seorang gadis bernama Diandra gentar. Ia berusaha tetap fokus menyetir motor bebeknya dengan hati-hati meski jalanan becek dan penuh lubang. Tak peduli pula pada kilatan cahaya menyambar di langit gelap sana. Andra meyakinkan diri bahwa dia akan baik-baik saja selama perjalanan menuju rumah Nathan.
Semangatnya begitu menggelora sejak tahu namanya masuk dalam daftar mahasiswa yang berhasil lolos seleksi ujian nasional dan diterima di PTN pilihannya. Andra sudah tak sabar ingin memberitahukan kabar baik itu secara langsung pada Nathan. Karena ia tahu kekasihnya itu pun lolos seleksi ujian nasional dan mereka akan masuk ke universitas yang sama. Hatinya berbunga-bunga membayangkan akan bersama lagi setelah sebelumnya bersekolah di SMA yang sama pula.
Motor akhirnya terparkir di depan pagar rumah Nathan yang tinggi. Hujan masih cukup deras. Andra berjalan tergesa-gesa tanpa melepaskan helm. Rumah Nathan nampak sepi seperti biasa. Kedua orang tuanya selalu sibuk bekerja. Sementara dia anak semata wayang. Hanya tinggal berdua dengan pembantu rumah tangga.
Pintu depan diketuk dua kali. Tak ada yang membuka pintu dengan segera. Diketuk beberapa kali lagi. Masih belum terbuka juga.
Entah karena gemuruh hujan dan petir membuat ketukan di pintu rumah Nathan tidak terdengar oleh penghuninya ataukah karena tidak ada siapa pun di dalam. Dengan inisiatif sendiri, Andra membuka pintu itu perlahan dan ternyata pintu rumah tidak dikunci sama sekali. Ruangan dalam benar-benar terlihat sepi dan sunyi. Bahkan lampu juga tidak dinyalakan di sore yang gelap itu.
"Nathan ...," seru Andra memanggilnya pelan.
Tak ada sahutan.
"Nathan kamu di rumah?"
Masih tak ada sahutan juga.
Andra terus berjalan perlahan ke dalam rumah. Ia naik ke anak tangga. Kamar Nathan ada di lantai dua. Ia dekati kamar tidur kekasihnya yang tak jauh dari tangga. Terlihat ada seberkas cahaya dari bawah pintu.
'Nathan pasti lagi tidur,' pikir Andra.
Tangannya yang masih basah meraih gagang pintu itu. Didorongnya ke dalam dengan hati-hati. Daun pintu terbuka. Andra bergerak maju tak sabar.
Lalu sepasang mata cantiknya terbelalak begitu masuk. Mulutnya menganga secara refleks. Sepasang insan muda tengah duduk berduaan di atas ranjang. Keduanya terperanjat melihat ada sosok lain di depan mereka.
"Nathan?!" teriak Andra.
Pemuda itu terkesima melihat Andra sudah ada di dalam kamar. Begitu juga dengan gadis yang bersamanya. Secepatnya gadis itu merapihkan kaos yang semula tersingkap.
"Andra?! Kamu ngapain ke sini?" tanyanya gugup.
"Apa yang kalian lakukan berduaan di sini?" tanya Andra bingung. Ia memandangi gadis di sebelah Nathan yang kini wajahnya memucat.
"Yang, tenang dulu. Jangan berpikir macam-macam. Aku dan dia gak ngapa-ngapain," tukas Nathan menjelaskan. Ia berusaha setenang mungkin seolah tak terjadi apa-apa.
Namun, Andra tak percaya begitu saja. Diliriknya gadis asing itu lagi. Ia tampak duduk gelisah di sisi tempat tidur. Rambutnya acak-acakan. Bahkan ada noda merah di lehernya. Wajahnya tersipu malu dan salah tingkah saat mata Andra terus menatapnya sinis. Hatinya seketika itu seperti teriris. Dadanya sesak seolah oksigen enggan mengisi paru-parunya. Jantungnya berdebar lebih kencang. Otak Andra mencerna cepat bahwa Nathan telah mengkhianatinya.
"Siapa kamu?!" hardik Andra pada gadis itu.
"A-aku pacarnya Nathan," jawabnya gugup.
"Jangan percaya, Sayang!! Dia bukan pacarku. Kami cuma teman," bantah Nathan buru-buru. Kini gadis itu yang terkejut dengan ucapan Nathan. Ia memelototinya.
"Kok teman sih?" protesnya kecewa.
"Kan kita emang cuma teman," balas Nathan dingin.
"Teman dari Hongkong?! Waktu kamu bilang cinta setahun lalu itu artinya apa?" Kini gadis berambut ikal panjang itu pun ikut berang. Nathan jadi gelagapan ketika dua gadis itu kompak menatapnya tajam dalam aura emosi yang sama.
"Teman tapi mesra kan?!" teriak Andra sambil melotot dan berkacak pinggang.
Nathan mengangguk cepat lalu ia geleng-geleng kepala mengoreksi kesalahannya.
"Maksudku kami emang beneran cuma teman. Gak lebih," sanggah Nathan berusaha meyakinkan. Ia tak peduli ketika gadis berambut panjang ikal itu tersentak dan sebuah tamparan keras mendarat di wajahnya yang tampan. Nathan terperangah.
Andra mendengus kesal. Gemuruh di dada makin bertalu-talu mengetahui perselingkuhan itu benar adanya.
"Pacar rahasia atau selingkuhan? Teman macam apa sampai begituan seperti tadi? Elo pikir gue bego?" hardiknya.
"Please, Ndra percaya sama aku. Kita cuma ...."
Plaaakkk!!! Sebuah tamparan keras mendarat di wajah tampan Nathan lagi. Ia sampai melongo. Pipinya terasa panas perih. Kali ini oleh Andra.
"Tadinya gue ke sini mau kasih kabar baik buat elo, buat kita. Tapi ternyata malah gue yang dapat kabar buruk dari elo. Sialan!! Kita udahan!!!" hardik Andra marah. Ia langsung balik badan. Pergi.
"Ndra, tolong dengar dulu!" Nathan mengikuti langkah cepat Andra.
"Jangan ikutin gue!!! Gue benci sama elo!!! Dasar pembohong tukang selingkuh!" Ia menepis tangan Nathan yang berusaha menahannya pergi.
"Ndra, please ...." Nathan memohon.
Sayangnya, Andra benar-benar sudah tak mau tahu lagi. Ia lebih percaya dengan matanya sendiri dibandingkan mulut lelaki itu.
Kakinya terus melangkah keluar rumah dengan tergesa-gesa. Rupanya hujan masih lebat di luar sana. Ia tetap memilih pulang dan segera menyalakan motor. Ketika motornya siap pergi, Nathan sudah berdiri menghalangi dengan tangan membentang.
"Andra, jangan pergi! Masih hujan gede. Mendingan kita obrolin masalah kita dulu."
"Ngobrolin apa lagi? Gue udah liat jelas. Elo selingkuh di belakang gue sama anak SMA lain. Selama setahun pula Mendingan urus tuh cewek."
"Gue bakal mutusin dia, Ndra," ungkapnya. Berharap hati Andra bisa luluh.
"Percuma. Gue mau kita putus aja!" balas Andra galak.
"Kalau gue gak mau?"
"Bodo amat!"
Motornya digas lebih kencang dan langsung melesat cepat. Tak peduli nyaris menabrak lelaki yang pernah membuat hati dan harinya penuh warna.
"Andraaaaa!!!" teriak Nathan dari belakang.
Sambil berderai air mata yang tersamarkan derasnya hujan, motor bebek itu melesat kencang. Genangan air pun diterabas. Hingga airnya muncrat mengenai pejalan kaki yang sedang berteduh di depan ruko.
Sepanjang perjalanan Andra terus menangis tersedu-sedu. Hatinya perih dikhianati. Tiga tahun setia bersama lelaki itu ternyata berakhir sia-sia. Air matanya seperti hujan deras sore itu. Mengalir tanpa bisa ditahan. Walaupun mampu menyamarkan air matanya, tapi tidak untuk luka di hati yang baru saja tertoreh begitu dalam.
***
Saat motornya sampai di rumah, hujan rupanya masih saja belum berhenti. Seolah mengerti suasana hati Andra yang tersayat. Ia langsung berjalan cepat ke teras rumah, membuka pintu dengan keras dan masuk tanpa memberi salam.
Ibunya yang sedang duduk menjahit di dekat ruang tamu terperanjat mendengar suara pintu dibuka keras-keras. Matanya kebingungan melihat anak gadisnya yang masuk dan basah kuyup kehujanan.
"Kalau masuk rumah salam dulu dong, Dian," ujar ibunya mengingatkan.
Tak menggubris seruan sang ibu, Andra terus saja masuk ke dalam sembari menahan air mata. Ningsih -- ibunya -- terkesima melihat sikap aneh anak bungsunya. Apalagi saat mata Andra memerah dan sembab. Tentu saja membuat dirinya bertanya-tanya. Ia mengekor diam-diam langkah Andra. Namun, seolah tahu diikuti sang ibu, gadis itu memilih masuk ke dalam kamar mandi alih-alih ke kamarnya sendiri.
"Diandra, kamu baik-baik aja?" tanya Ningsih cemas di depan pintu kamar mandi.
"Iya, Ma."
"Yakin gak ada masalah?" tanya Ningsih ragu.
"Iya. Aku cuma kehujanan aja tadi," balas Andra berusaha meyakinkan.
"Tapi mata kamu kok merah sih? Kamu habis nangis ya?"
Andra menatap bayang dirinya di dalam cermin kamar mandi. Baru tersadar jika kedua matanya memang sangat merah dan sembab. Pantas saja ibunya curiga. Ia segera membasuh wajah itu.
"Aku gak apa-apa, Ma. Tadi hujannya deras banget sampai airnya masuk ke mata," dalihnya.
"Ya sudah kalau gitu. Kalau ada apa-apa jangan sungkan cerita sama Mama ya!" pinta Ningsih masih khawatir.
"Iya, Ma," jawab Andra cepat.
Di dalam kamar mandi, ia melanjutkan bersih-bersih badan dari air hujan. Namun, saat kepalanya diguyur air dingin lagi teringat kembali pemandangan tak pantas yang membuatnya sakit hati. Terasa begitu perih. Baru kali ini ia merasakan sakitnya dikhianati cinta. Nathan adalah cinta pertamanya. Segala rasa sayang ia curahkan untuk pemuda itu. Namun, kini seolah tak ada artinya lagi. Tak ayal air mata Andra langsung menggenang di sudut mata. Ia kembali terisak-isak. Dadanya terasa seperti dihantam godam.
"Apa salahku sampai kamu tega berselingkuh?" ujar Andra lirih.
Ia jongkok di bawah guyuran air shower yang dingin. Kedua tangannya menelungkup menutup kedua matanya yang menangis. Hatinya hancur berkeping-keping. Seperti pecahan kaca yang berserakan.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments