Pagi hari itu nampak cerah setelah semalaman tanah dihujani derasnya air tanpa henti. Di kampus jurusan Teknik Arsitektur yang asri dan banyak ditumbuhi pohon rindang itu beberapa bangku tamannya mulai didatangi para mahasiswa satu per satu. Sebagian di antaranya ada yang menunggu kelas dimulai dengan bersantai di bangku taman atau tangga teras depan gedung. Ada juga yang memilih untuk menunggu di kantin kampus sembari sarapan bagi yang belum sempat.
Terlihat sekelompok mahasiswi tengah mengobrol membahas segala hal yang bisa dibicarakan. Mulai dari acara sinetron, drakor, acara televisi yang sedang viral, gosip artis, tugas kuliah, jajanan, hingga teman dan senior. Mereka akan tertawa bersama jika ada hal yang lucu dibicarakan salah satu temannya.
Diandra atau biasa disapa Andra, duduk tak jauh dari mereka. Gadis berumur 22 tahun itu lebih memilih asyik sendiri membaca novel favoritnya yang baru saja dibeli saat bolos kuliah kemarin. Sesekali telinganya ikut mendengar obrolan teman-temannya itu. Walaupun agak berisik tapi ia berusaha tetap fokus membaca.
"Gila nggak sih kalau omongannya dia seperti itu ke istrinya sendiri. Itu sih namanya merendahkan harga diri dan martabat kaum wanita. Suami apaan tuh? Bagus deh akhirnya Farida menuntut cerai suaminya. Gue juga bakal kayak gitu kalau suami gue berani berlaku kurang ajar. Kayak gak ada cowok lain aja. Iya nggak?" ceriwis Merry panjang lebar -- si Ratu Gosip Kampus -- ketika ia membeberkan gosip perceraian salah satu artis sinetron dari acara infotainment.
"Masa sih suaminya setega itu sama istrinya sendiri? Mana baru nikah lagi, eh udah mau cerai lagi. Sedang hamil pula," tambah Utari -- teman akrab Merry -- tak percaya.
"Ya udah deh terserah elo. Nanti sore elo tonton sendiri aja acara gosip di tipi. Kayak gak tau gue aja segala hal tentang artis gue tau duluan," ujarnya sewot.
"I-iya deh. Cuma masalahnya kenapa...."
"STOP!!!" teriak Merry tiba-tiba. Membuat teman-temannya terkejut.
"Apaan sih?! Gue kan belum selesai ngomong tau," protes Utari dengan bibir manyun.
"Ntar aja! Itu liat ke arah jam 3, ada yang jauh lebih penting di sana," sela Merry. Telunjuknya mengarah ke arah parkiran motor mahasiswa.
Kompakan mahasiswi penggosip itu menengok ke arah yang dimaksud. Andra pun ikut penasaran. Ia ikutan melihat ke arah yang mereka tuju.
"Ini dia nih. Benar-benar kumbang kampus. Calon gue yang baru. Asyiiikkk ...," jerit Merry senang bukan main saat seorang mahasiswa berwajah imut, tinggi, berkulit putih, menggendong tas ranselnya di bahu kanan datang dari arah parkiran menuju halaman kampus, berlalu melewatinya dengan santai.
"Ya ampuuun Merry .... Elo udah kayak tante girang aja deh sukanya daun muda. Itu kan angkatan baru, Mer. Elo sama dia bedanya mungkin 3 tahun," komen Utari blak-blakkan.
Teman-temannya membenarkan ucapan Dian.
"Eh bodoh amat ya. Baru beda 3 tahun aja kok belum 5 atau 10 tahun. So what gitu loh?" kilah Merry percaya diri.
Andra yang mendengar percakapan itu terkekeh sambil geleng-geleng kepala. Di mata Andra, Merry termasuk cewek pemakan segala cowok cakep. Gak peduli umur maupun status. Yang penting dia suka, sikat. Kemudian Andra melanjutkan membaca novelnya. Tak mau lebih kepo lagi urusan mereka.
"Andraaaa ....!!"
Terdengar teriakan Ivane yang memecahkan kembali konsentrasinya. Ia menoleh ke asal suara, nampak Ivane baru saja datang dengan langkah cepat dan wajah memerah. Mata Andra membulat melihat ke arahnya. Dia tertegun. Bukan karena wajah merah Ivane yang lelah berlari, tapi seorang mahasiswa yang baru saja datang bersamanya juga tengah berjalan menuju Gedung Kampus A.
Mahasiswa itu bertubuh jangkung, berkulit agak kecoklatan, berkacamata dengan bingkai hitam, dengan tas hitam Adidasnya bertengger di bahu kiri. Ia memakai celana biru dongker, kaos bergaris-garis, dirangkap kemeja putih lengan pendek. Nampaknya ia sedang asyik mendengarkan lagu melalui earphone yang terselip di telinga, terhubung ke Ipod-nya di genggaman tangan kanan. Dialah cowok yang Andra lihat di film independen saat berkunjung ke Pameran Pendidikan di Mall. Pemuda itu langsung tersenyum manis menyapa teman-temannya yang sudah lebih dulu hadir.
'Aneh! Udah dua tahun gue kuliah di kampus ini tapi kenapa baru nyadar sekarang-sekarang ini ada seorang senior itu ya?' pikir Andra takjub dalam hati.
"Adaaaawww!!!" Andra memekik kesakitan saat kepalanya mendadak nyeri.
Seseorang baru saja menjitaknya hingga terpaksa mengusap berkali-kali.
"Apa-apaan sih? Sakit tau!" protesnya pada Ivane.
"Yeee salah elo sendiri. Dari tadi gue manggil-manggil malah bengong kayak patung kuda Diponegoro. Mikirin apa sih lo?" tanyanya sebal.
"Nggak ada apa-apa kok."
"Ah bohong. Ketauan deh kalo lagi boong mata lo tuh suka kedip-kedip gak jelas. Ayo lagi mikirin apa atau lagi mikirin siapa?" Ivane memaksa Andra mengakui.
"Ih elo tuh ada-ada aja deh. Masa iya mata gue kudu melotot terus tanpa berkedip sih? Perih iya. Udah ah gue mau masuk kuliah," balas Andra sembari memasukkan novelnya ke dalam tas.
Tapi sebelum gadis berambut sebahu itu benar-benar beranjak dari tempatnya, Ivane sudah menariknya duduk kembali.
"Ada apa lagi?" tanya Andra kesal.
"Gue belum selesai perlunya sama elo, udah mau pergi aja."
"Ya udah apaan?" Andra mulai tak sabar.
"STUPA* udah sampe mana?" bisik Ivane cemas.
"STUPA?! Jd cuma mau STUPA gue doang? Kalau gitu udah ya. Dadah ...," jawab Andra sembari ngeloyor pergi.
"Eh, tunggu dong! Belum jawab malah pergi. Andra nyebelin nih," teriak Ivane kesal sambil mengikuti langkahnya dengan terpaksa.
"Hari ini anak-anak jadi asistensi STUPA? Ajakin mereka dong biar mundur jadwalnya jadi besok. Maket gue belum selesai," pinta Ivane gelisah.
"Tadi malam gue ketiduran, gak kuat begadang soalnya kekenyangan. Ada pepatah bilang gini, 'Habis Kenyang Terbitlah Ngantuk'. Iya kan? Udah gitu gue belum dapat ide lagi. Gue udah lama bertapa di kamar mandi, tapi ide tetap aja gak nongol. Gue sampai nonton drakor dulu, tetap aja ide gak nongol Gimana nih, Ndra?" Ivane terus saja bicara sendiri dibelakang sahabatnya dengan perasaan cemas sampai anak-anak kampus keheranan.
Namun, Andra acuh tak acuh seraya menyeringai nakal. Membuat Ivane makin panik bukan kepalang dengan nasib tugasnya.
"Andra, bantuin gue napa!" seru Ivane panik.
"Sorry ya gue sibuk," balasnya lempeng.
"Andraaaa, gue benci sama elo!!! Gue gak mau traktir elo es teh manis lagi," teriaknya kesal setengah mati.
***
Pukul 14. 55 siang akhirnya Andra selesai juga mempresentasikan maketnya di depan dosen pembimbing. Setelah sebelumnya harus menunggu giliran dengan mahasiswa lain selama satu jam lebih yang menjenuhkan. Dia memang mendapatkan giliran terakhir. Sementara Ivane yang satu kelompok dengannya sudah lebih dulu pulang. Bukan karena sahabat baiknya itu tak mau menunggu dia selesai, tapi Ivane memang bolos untuk asistensi STUPA kali ini. Tak lain karena maketnya benar-benar belum dikerjakan. Jadi daripada kena semprot dosen lebih baik menghindar, pikir Ivane.
Bukannya merasa senang beres asistensi, wajah Andra terlihat masam. Ia melangkah gontai sambil menenteng maket dan paper case-nya. Masih teringat jelas tadi Pak Gilang -- dosen pembimbing STUPA -- mengkritisi habis-habisan maket buatannya.
Untung saja dia yang terakhir, kalau tidak betapa malunya Andra saat itu. Padahal butuh waktu cukup lama dan pemikiran yang matang untuk membuatnya. Bahkan ia merasa yakin jika desainnya yang sekarang adalah desain terbaik tapi rasa optimis dan antusiasnya menjadi surut kala Pak Gilang menyebut karyanya 'konsep kacangan'.
Sebelum kembali ke kostannya, Andra mampir sejenak ke warnet (warung internet) untuk menghilangkan rasa kesal yang belum juga sirna.
Setelah turun dari angkot, Andra berjalan kira-kira 10 meter menuju warnet langganan. Dari arah yang berlawanan di seberang jalan, tampak senior yang tadi pagi ia lihat di kampus. Pemuda itu berjalan sendirian sambil menenteng kresek hitam kecil.
Mungkin dia baru aja beli makan, pikir Andra.
Untuk beberapa puluh detik mata Andra terpaku memandanginya sambil tetap melangkah. Hingga keduanya berjalan sejajar hanya terpisah lebar jalan 8 meter. Sementara pemuda itu tak sadar seorang juniornya tengah memperhatikannya diam-diam. Ia sendiri terus saja berjalan lurus tanpa melirik ke manapun.
Akhirnya tanpa ingin tahu lebih banyak lagi, Andra mempercepat langkah, segera masuk ke warnet yang sudah ada di depan.
Seorang pemuda berjenggot tipis dari balik meja operator menyapa ramah saat Andra masuk.
"Selamat siang. Mau pakai, Mbak Andra?" tanyanya. Ia sudah hapal dengan rupa Andra yang sering bolak balik ke sana.
Andra mengangguk dengan malas.
"Silakan yang kosong di bilik nomor 3, 6, 7, 10 dan 15," ungkapnya sambil memperhatikan layar monitor.
"Mas Jo, gue nitip maket ya di sini. Ribet kalau dibawa ke dalam. Kegedean," ujar Andra pada penjaga warnet. Ia meletakkan maketnya di tempat penitipan barang di depan meja operator.
"Monggo, Mbak."
Setelah itu, segera saja kakinya melangkah masuk. Di dalam ruangan itu terdapat banyak bilik-bilik kecil berukuran 1 x 1 meter yang berdinding triplek setinggi 1,5 meter.
Ia memilih memakai komputer di bilik nomor 7, sesuai dengan tanggal lahir. Lalu langsung duduk, meletakkan tas dan paper case di sampingnya.
Sebelum mulai berselancar di dunia maya, ia diminta mengetik user name dan password untuk log in. Setelah itu mulailah ia mengetikkan kata kunci guna mencari ide lagi untuk tugasnya di Google, lalu membuka Friendster, dan tak lupa chatting online via MiRC.
***
Satu jam kemudian.
Andra melempar tas kuliahnya ke atas kasur begitu masuk ke kamar kosan yang hanya berukuran sembilan meter persegi itu. Sebelum merebahkan raganya yang lelah di atas kasur nyaman itu, diletakkan barang bawaan yang banyak di atas meja belajar. Lalu Andra menghela napas berat. Matanya menerawang kosong memandangi plafon kamar berwarna putih.
Tiba-tiba sesosok bayangan lelaki melintas dalam benaknya. Wajah itu hadir kembali. Ia sendiri tak mengerti mengapa hari ini seniornya itu berhasil menyita perhatiannya dan yang makin membuatnya bingung, kenapa baru kali ini menyadari kehadirannya setelah 5 semester berlalu. Apa mungkin dia lelaki tak kasat mata, pikir Andra ngaco.
Pikiran gadis itu makin mengawang-awang. Ia baru sadar sebenarnya ada begitu banyak lelaki lain di sekitarnya yang bisa saja melupakan kenangan pahit di masa lalu.
Menggantikan sosok si mantan yang hingga kini masih menorehkan luka mendalam. Mungkin saja. Tapi sayangnya, Andra tak pernah mengijinkan hatinya terbuka lagi untuk siapa pun. Fokus kuliah adalah satu-satunya cara untuk menekan rasa sakit itu. Begitulah yang ia pikir benar. Itulah mengapa ia tak pernah benar-benar peduli terhadap perhatian teman atau senior lelakinya. Hanya dianggap teman biasa. Tak lebih. Bahkan seringkali ia bersikap dingin dan galak bila ada yang mendekati.
Namun, nyatanya hal itu tampaknya perlahan mulai berubah sejak dia melihat film independen itu. Rasanya ada yang berbeda kali ini. Rupa-rupanya perhatiannya masih bisa teralihkan oleh seseorang yang bahkan namanya saja Andra belum tahu. Dialah senior berkacamata itu.
Andra menghela napas. Ia tidak mau mengingat masa lalunya dan seniornya itu. Bangkit dari ranjang dan bersiap mandi.
***
*STUPA : Studi Perancangan Arsitektur. Salah satu mata kuliah Jurusan Arsitektur. Dalam prosesnya, mahasiswa dilatih untuk memiliki keterampilan merancang ruang-ruang arsitektonik berdasarkan kajian tapak dan fungsinya. Ditampilkan dalam bentuk maket 3D dan desain perancangan 2D/3D.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments
Kaisar Naga
keren novel KK, masuk rekomendasi karya memukau
2022-12-22
0