Jejak Di Pipi Membekas Di Hati
Kata orang pernikahan adalah awal bermulanya kehidupan dua insan. Dan di sinilah aku sekarang, memandang cermin di depanku yang memantulkan bayanganku dengan gaun modifikasi kebaya putih dan hijab menutupi dada berwarna senada berhias bunga melati. Aromanya sedikit membuatku tenang karena aku tidak bisa tidur dengan nyenyak semalam. Perasaanku benar-benar campur aduk, bahagia, takut, dan entahlah ada perasaan yang bahkan aku tidak bisa menggambarkannya. Jantungku sudah seperti tabuhan gendang yang bersautan, aku jelas tak mengidap takikardi tapi entahlah aku bahkan tak bisa mengontrol irama jantungku sendiri.
"Sayang sudah siap? Pengantin prianya sudah siap lhoo?"
"Mama..." aku meremas jari-jariku yang sudah dingin sejak tadi
"Pasti gugupkan? Tak apa sayang siapa yang tak akan gugup di hari pernikahannya? Itu wajar kok!" Mamaku tersenyum menyentil hidungku. "Anak mama cantik banget sih, gak terasa waktu begitu cepat, mama dan papa hari ini harus melepaskanmu menjadi milik orang lain." Wajah mama yang masih tersenyum namun aku tahu ada kesedihan yang tersimpan di sana.
"Kiran tetap anak mama dan papa, tidak akan ada yang berubah ma..." sekarang aku yang tersenyum mencoba menghapus kesedihan mama.
"Ah, udah yuk buruan. Kasihan kan Naufal nungguinnya kelamaan." Ucap mama melepas pelukan singkatnya dari tubuhku.
Akupun hanya bisa menganggukkan kepalaku.
Saat berjalan mendekati ruang tamu yang sudah disulap indah menjadi ruangan akad nikah aku memandangi punggung laki-laki dengan pakaian senada denganku. Aku hanya bisa menatap punggungnya dari arahku, punggung tegap yang membuat jantungku kembali bertabuh tak beraturan padahal tadi iramanya sudah normal saat bersama mama.
"Ah, dia calon suamiku, beberapa menit lagi akan menjadi orang yang berhak atas diriku." Suara hati Kiran.
Kiran tak mengenal dengan baik calon suaminya karena orangtuanya menjodohkannya dalam waktu cepat dan Kiran tak punya alasan kuat untuk menolaknya. Dia hanya tahu calon suaminya bernama Naufal Satriya Devanka, lulusan S2 dari salah satu universitas favorit di dunia. Kiran hanya melihat wajahnya dari samping itupun tidak jelas, foto dari mamanya adalah satu-satunya foto yang dia punya tentang calon suaminya karena dia tidak bisa menemukan media sosial calon suaminya dengan nama lengkap yang Kiran ketahui.
Maka saat ini adalah saat yang jelas membuat kegelisahannya tak bisa terukur lagi karena akad nikahnya adalah saat pertama kali dia melihat wajah suaminya dengan jelas.
Kiran duduk di kursi yang berjarak tiga meter di belakang mempelai pria. Di depan pria itu ada papanya dan penghulu yang duduk bersebelahan dipisahkan sebuah meja bernuansa putih dan perak dengan calon suaminya. Kiran hanya bisa memandang punggung lebar calon suaminya yang membelakanginya.
Flash back on
Sepuluh hari yang lalu....
"Percaya sama mama, pilihan mama dan papa insyaAllah yang terbaik untukmu. Papa dan mama sudah mengenal keluarganya cukup lama walaupun kami tinggal di kota yang berbeda. Dia anak yang baik, seorang anak jika dia baik pada orangtuanya insyaAllah dia juga akan baik pada orang lain. Dan satu lagi dia tampan sayang tadi mama sampai terkesima saat dia datang melamarmu, cocok dengan anak mama yang cantik ini." suara antusias mama memenuhi rongga telingaku
"Tapi ma, apa secepat ini pernikahan harus dilangsungkan. Program profesiku baru saja dimulai dan dalam waktu dekat aku juga akan praktik kerja profesi alias PKP ke luar kota. Kenapa terkesan buru-buru sih ma?"
"Sayang ini bukan terburu-buru tetapi menyegerakan kebaikan. Mama dan papa rasa kamu sudah pantas kok menikah, dan lagi ada yang jagain dan ngunjungin kamu saat PKP nanti. Mama malah jadi tenang. Walaupun sebenarnya Naufal sendiri sih yang meminta pernikahannya seminggu lagi karena menurutnya lebih cepat lebih baik, saling mengenalnya bisa sambil jalan dan lebih nyaman juga karena sudah halal. Katanya tadi istilahnya pacaran setelah nikah. Bukankah itu bagus Kiran, kamu kan juga gak mau pacaran kan?"
"Ah mama, tapi ini waktunya sudah dekat lhoo ma.... aku juga gak bisa ninggalin kuliah kan, aku gak mau ketinggalan materi menjelang PKP!"
"Nikahnya kan akhir pekan sayaaaang.. kamu gak perlu ninggalin kuliah. Naufal ngerti kok kalau kamu lagi kuliah program profesi dan dia gak keberatan sedikitpun. Lagian kamu itu kan kuliah di Surabaya, rumah kita di Sidoarjo. Sejam lebih dikit juga sudah sampai, biasanya kamu kan juga pulang akhir pekan."
"Ah, mama..." Kiran sudah kehabisan kata-kata untuk membantah mamanya.
Flashback off
Penghulu sudah memulai membuka suaranya menandakan akad nikah akan segera di mulai. Tanganku meremas tangkai buket di pangkuanku. Mataku melirik ke punggung tegap calon suamiku yang daritadi duduk dengan posisi membelakangiku bahkan saat aku masuk ke ruangan inipun dia sama sekali tidak menoleh ke arahku.
"Ah, bagaimana ya jadinya hidupku setelah akad nikah ini?" Suara-suara ini mulai berlarian di kepalaku membuatku menerka-nerka apa yang akan terjadi setelah akad nikah.
"Tenanglah Kiran, semua akan baik-baik saja. Bukankah mama bilang dia tidak keberatan dengan stutusmu yang masih mahasiswa. Tapi bagaimana nanti aku bisa hidup dengan orang asing ini. Ah... pasti terasa aneh kan." Kiran benar-benar gelisah memikirkan nasibnya setelah ini.
Lamunannya terhenti saat mendengar suara laki-laki yang akan menjadi suaminya itu menjawab pertanyaan dari penghulu tentang kesiapannya.
Rangkaian acarapun dimulai.. dan inilah saat paling mendebarkan dalam hidup Kiran mengalahkan sidang skripsinya.
"Naufal Satriya Devanka bin Damar Pramana saya nikahkan dan kawinkan kau dengan putri kandungku Kirania Putri Kamaniya binti Fauzan Abdullah dengan mas kawin emas 99 gram dibayar tunai."
"Saya terima nikah dan kawinnya Kirania Putri Kamaniya binti Fauzan Abdullah dengan mas kawin tersebut dibayar tunai.."
"Sah?"
"Saaaahhhh!"
"Alhamdulillah..."
Sebuah doa dilantunkan penghulu untuk kami...
"Selamat datang Kiran, di dunia barumu...." hatiku berseru sendiri. Antara lega dan cemas, lega karena akad nikah berjalan lancar dan cemas karena detik ini aku telah berubah status menjadi seorang istri.
Istri dari Naufal Satriya Devanka yang aku sendiripun tak mengenalnya. Apakah aku bisa menjalankan tugas istri dengan baik dan sebenarnya aku sendiripun merasa takut bagaimana suamiku kelak memperlakukanku.
Buket bunga di tanganku menjadi sarana menyalurkan keteganganku saat aku melihat punggung lebar itu berdiri. Detak jantungku bertabuh tak terkendali, keringat dingin sudah membasahi tanganku. Mama meraih lenganku memberikan isyarat padaku untuk ikut berdiri.
Laki-laki yang sekarang sudah resmi menjadi suamiku itu sudah berdiri menghadap ke arahku tapi justru aku tak berani memandangnya aku malah memilih menatap buket bunga di tanganku yang sedari tadi sudah kuremas. Ah, dia sudah berjalan ke arahku dan aku masih belum berani bertemu pandang dengannya aku hanya memandangi kakinya yang terus berjalan mendekat ke arahku. Dalam jarak satu meter suamiku berhenti tepat di hadapanku. Aku memberanikan diri untuk mengangkat kepalaku.
Buket di tangan Kiran tiba-tiba terlepas jatuh bersamaan dengan sendi-sendi tubuhnya yang seketika lemas.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 26 Episodes
Comments