Naufal Satriya Devanka

Seluruh persendian Kiran terasa lemas melihat laki-laki di hadapannya. Walaupun enam tahun lalu, otaknya masih mengingat jelas wajah itu.

"Tidak mungkin Devan dan Naufal adalah orang yang sama. Tapi, Naufal Satriya Devanka ya itu nama lengkapnya. Kenapa aku tidak menyadarinya. Ya Allah, dari 273 juta penduduk Indonesia, mengapa harus dia yang menjadi suamiku." Wajah Kiran sudah berubah pucat. Mama yang menyaksikan ekspresi Kiran yang menjatuhkan buket bunganya segera mengambilnya kembali dan memberikan pada tangan Kiran untuk digenggamnya lagi.

Naufal menyadari keterkejutan Kiran, tetapi wajahnya tetap tenang bahkan dia semakin mendekati Kiran yang membeku di tempat. Naufal meraih tangan kanan Kiran kemudian menggandengnya ke depan menuju salah satu sisi meja tempatnya duduk tadi. Kiran tak punya tenaga selain untuk mengikuti langkah suaminya.

Naufal mengambil sebuah cincin di meja kemudian memasangkan di jari manis Kiran lalu mengecup punggung tangan Kiran. Naufal mengarahkan tangan Kiran untuk mengambil cincin yang lain, dengan tangan bergetar Kiran memasangkan cincin di jari Naufal. Naufal kemudian mendudukkan Kiran di kursi bersebelahan dengannya kemudian menandatangani buku nikah mereka. Kiran membubuhkan tandatangannya dengan bergetar dipandangi sekali lagi foto laki-laki di sebelah foto dirinya. Tidak salah lagi ini adalah Devan, orang yang telah meninggalkan jejak di pipinya dan membekas di hatinya. Kiran bukannya tak sadar dengan apa yang dilakukannya saat menyematkan cincin di jari Naufal dan menandatangani buku nikahnya. Tapi apalagi yang bisa dia lakukan selain mengikuti alurnya karena Kiran tak ingin membuat keributan dan menceritakan kejadian enam tahun lalu. Kejadian itu hanya dia, Devan dan Tuhan yang tahu.

Saat prosesi foto paska akad nikahpun Kiran masih membeku dengan senyum yang dipaksakan, sebaliknya Naufal terlihat biasa saja, senyumnya merekah natural saat pemotretan dan menjawab ucapan selamat dari para tamu yang tidak terlalu banyak hanya keluarga dan tetangga dekat saja.

Naufal sedang berbincang dengan keluarga, Kiranpun mengambil langkah ke kamarnya. Sesampai di kamarnya dia duduk di pinggir ranjangnya, memikirkan nasibnya saat ini.

"Naufal ah Devan bagaimana dia bisa menjadi suamiku. Melihat dari ekspresinya dia pasti sudah tahu jika wanita yang akan dinikahinya adalah aku. Tapi bagaimana ini bisa terjadi? Mama papa, bagaimana dia bisa mengenal keluarga Devan? Aaaarghh!" Kiran bingung sendiri dengan semua pertanyaan yang muncul di benaknya. Akhirnya dia memilih untuk melepas pakaian pengantinnya dan mengguyur tubuhnya dengan air shower.

Selepas mandi, Kiran tak bisa menahan rasa kantuknya saat melihat ranjang kesayangannya akhirnya dia memilih untuk memeluk gulingnya dan memejamkan matanya. Semalam dia memang tidak bisa tidur dan saat ini tidur adalah pilihan yang tepat untuk mengusir pusing di kepalanya dan Kiran berharap saat dia terbangun ini semua hanyalah mimpi.

Naufal masih berbincang dengan keluarga Kiran, sementara keluarganya sudah pergi lebih dulu untuk persiapan resepsi malam harinya. Mata Naufal berkeliling mencari Kiran namun tak tertangkap bayangannya.

"Nak Naufal mencari Kiran ya?" Mamanya Kiran seolah tahu apa yang dicari Naufal

"Iya ma." Senyum menghiasi wajah tampannya.

"Kiran pasti di kamar, sepertinya dia istirahat. Nak Naufal masuk aja ke kamarnya istirahat juga. Itu kamarnya." Mama menunjuk sebuah pintu di dekat ruang keluarga.

"Baik ma, terimakasih. Saya memang butuh istirahat sebentar. Saya ke kamar dulu ya ma." ucap Naufal kemudian beranjak menuju kamar Kiran.

Naufal membuka pintu kamar Kiran, dia tersenyum melihat istrinya yang tertidur memeluk guling. Gaun pengantinnya sudah berganti dengan pakaian yang lebih santai tapi rupanya Kiran tetap memakai jilbabnya walaupun berada di kamarnya sendiri.

Naufal mengambil baju gantinya yang sudah dia siapkan untuk menginap di rumah mertuanya, kemudian melangkahkan kakinya ke kamar mandi untuk menyegarkan badannya.

"Apa kamu lelah sekali Kiran, sampai tak menyadari kehadiranku?" Kiran masih terlelap dalam tidurnya bahkan setelah Naufal selesai dengan aktivitas mandinya.

"Ah, kamu benar-benar lelah rupanya, semalam kamu pasti tidak bisa tidur dengan nyenyak. Akupun juga begitu jadi boleh ya aku istirahat bersamamu." Naufal tersenyum kemudian naik ke atas ranjang dan merebahkan tubuhnya di samping Kiran.

Naufal memiringkan badannya menghadap ke Kiran, meneliti ukiran Tuhan yang sangat indah di hadapannya. "Cantik, semoga tidak butuh waktu lama untuk membuatmu jatuh cinta padaku. Maaf untuk kejadian yang lalu." Tangan Naufal menyentuh pipi Kiran dengan lembut tak ingin Kiran terbangun. Perlahan Naufalpun terlelap dalam damai karena berada satu ranjang dengan wanita yang sudah menempati satu ruang di hatinya.

Pukul satu siang Kiran merasa ada yang memeluknya. Dia tersentak dan langsung bangun karena biasanya dia tidur sendirian.

"Astaghfirullah... Kamu... kamu kenapa di si.." teriakan Kiran terhenti saat tangan Naufal membekap mulutnya.

"Kenapa berteriak? kamu mau semua orang datang ke kamar kita?" Naufal juga terkejut dan langsung terbangun mendengar teriakan Kiran.

"Mmmmm...." Kiran berusaha melepaskan tangan Naufal dari mulutnya.

"Kamu lupa sudah menikah dan sekarang aku adalah suamimu?" Naufal menatap wajah Kiran tanpa melepas bekapannya. "Jadi bisa kan tidak berteriak pada suami sendiri?" Naufal sebenarnya ingin tertawa melihat mata Kiran yang membulat ditambah lagi tangannya yang berusaha keras melepaskan bekapan tangan Naufal. Tapi Naufal menahannya dan justru ingin mengintimidasi dan mengerjai Kiran.

"Jangan sekarang teriak-teriaknya, nanti malam aja ya." Senyum jahil Naufal sudah menghiasi wajahnya.

Reflek Kiran memukul tangan Naufal dan mendekap gulingnya di depan dada. Sikap Kiran justru membuat Naufal semakin ingin menggodanya.

"Atau kamu mau sekarang?" Naufal masih dengan sengaja menggoda Kiran. Tentu saja wajah Kiran langsung memerah, Kiran mendekap guling di depan dadanya semakin erat.

"Kiran Kiran kamu tidak berubah... kamu meninggalkan aku dan malah asyik tidur memeluk gulingmu. Bagaimana bisa kamu tidak peduli padaku di saat para wanita di luar sana berebut perhatianku?"

"Lalu mengapa kamu menikahiku bukan menikahi salah satu pemujamu?"

"Aku tidak suka ditolak, dan kau sudah menolakku jadi aku harus mendapatkanmu." Nada bicara Naufal berubah serius dengan tatapan menusuk jantung Kiran.

Mata Kiran sudah berkaca-kaca, dia terbenam dalam pemikirannya sendiri bahwa Naufal menikahinya karena dulu dia menolaknya dan kini Naufal ingin balas dendam padanya. "Pernikahan seperti apa yang akan aku jalani?" Kiran mengeratkan pelukan gulingnya sementara Naufal meninggalkannya menuju kamar mandi.

"Naufal benar-benar Devan dan aku tidak bermimpi. Lalu sekarang apa yang harus aku lakukan dengan pernikahan ini. Dia menikahiku hanya karena aku menolaknya dulu. Apa yang dia inginkan dariku, tidak cukupkah bekas yang sudah dia tinggalkan dulu, mengapa masih juga ingin menyusahkanku." Kiran membuang nafasnya yang terasa berat.

Naufal keluar dari kamar mandi dengan wajah yang basah. "Kita adalah pengantin baru, jadi bersikaplah selayaknya pengantin baru."

Cup.. sebuah ciuman mendarat di pipi kiri Kiran. Kiran sangat terkejut tapi masih membeku tak sanggup berbuat apapun.

"Ini untuk melengkapi yang dulu. Dan jangan berpikir untuk menamparku lagi. Jika itu terjadi aku akan mencium bagian yang lain."

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!