Satu Atap

"Astaghfirullah... Ya Allah... apa yang terjadi?" Kiran yang terkejut tubuhnya dijadikan guling oleh Naufal berteriak dan melepaskan pelukan Naufal dengan kasar.

"Kenapa kamu suka sekali berteriak membangunkan orang." Naufal langsung terbangun karena teriakan Kiran.

Dada Kiran sudah kembang kempis memperkirakan apa yang terjadi apalagi saat diraba rambutnya sudah tergerai bebas tanpa jilbab. Kiran mundur sampai punggungnya menempel ke kepala ranjang memeluk bantalnya erat di depan dada.

"Apa yang kamu lakukan?" Kiran bertanya dengan suara bergetar.

"Menghangatkan tubuhmu yang menggigil kedinginan." Ujar Naufal ringan.

Kiran menelan ludahnya mendengar pengakuan Naufal.

"Dia menyentuhku, memelukku dan apalagi.." Kiran sudah hampir menangis membayangkan yang dilakukan Naufal padanya.

"Kamu ini kenapa? Lupa jika sudah menikah? Baru dipeluk saja sudah gemetaran." Naufal berbicara seringan kapas.

Kata-kata Naufal seketika membuat emosi Kiran mencapai ubun-ubun.

"Aku bukan kamu yang terbiasa memegang, mencium atau memeluk wanita seenaknya." Dada Kiran sudah naik turun menahan amarah.

"Jika begitu biasakan. Sekarang kamu adalah istriku tak ada alasan kamu menolakku." Naufal berbicara dengan tenang menatap Kiran yang ubun-ubunnya masih menyembulkan asap penuh amarah.

Kiran berdiri menjauh dari ranjang meraih remot AC, matanya melotot melihat suhu yang terpampang di sana kemudian melirik Naufal yang sekarang duduk santai bersandar di ranjang. Kiran kemudian menjatuhkan tubuhnya dengan kasar di sofa. Dilihatnya jam dinding yang bahkan belum sampai ke angka tiga. Masih pukul setengah tiga, tapi sudah terjadi adu mulut antara Kiran dan Naufal. Untung saja semua penghuni rumah tidur sangat nyenyak karena kelelahan setelah acara akad dan resepsi malam tadi.

Kiran melangkahkan kakinya ke kamar mandi setelah sebelumnya mencari jilbabnya yang dilepas oleh Naufal. Naufal hanya memperhatikan setiap tingkah Kiran tanpa berkomentar sepatah katapun.

Kiran sudah keluar dari kamar mandi dengan wajah basah. Di kamar mandi dia mengecek tubuhnya. Tak ada tanda-tanda Naufal melakukan sesuatu pada tubuhnya. Kiran bernafas lega, diapun berwudhu untuk solat Tahajud.

Kiran keluar dari kamar mandi tanpa melihat ke arah ranjang yang ada Naufal di atasnya. Dia langsung mengambil mukena dan bersegera memakainya.

Seusai solat, Kiran masih belum melepas mukenanya. Diapun mengaji Al Qur'an. Netranya masih terasa berat, membuatnya ingin memejamkan mata lagi sebentar. Kiran menaruh Al Qur'an dan melepas mukenanya kemudian langsung ambruk di sofa tanpa melihat Naufal walau hanya sekedar melirik.

.

Sesuatu yang dingin terasa menyentuh pipinya. Bulu mata Kiran bergerak-gerak, otaknya masih memerintahkan matanya untuk membuka mata. Dan pertama kali yang dilihatnya saat membuka mata adalah sesosok pria tampan yang sangat dibencinya.

"Jam berapa kamu solat subuh?" Kalimat pertanyaan langsung membuat Kiran berdiri dari posisi tidur.

"Astaghfirullah. Jam berapa sekarang?"

"Tuh ada jam di tembok!" Netra Naufal melirik jam yang menempel kokoh di dinding.

"Kenapa gak jawab aja sih." Kiran kesal sekali dengan makhluk di depannya. Diliriknya jam di dinding yang menunjukkan pukul setengah lima pagi.

.

"Ma, Pa Kiran siang ini balik ke kos ya." Kiran berbicara santai sambil menikmati sarapannya.

Mama Nara dan papa Fauzan saling melirik. Kemudian menatap Kiran dan Naufal bergantian.

Naufal tersenyum ditatap kedua mertuanya. Mertuanya pasti sedang bertanya padanya dengan ilmu kebatinan.

"Kiran ikut saya ke apartemen. Saya belum membahas dengan Kiran karena masih capek, tapi saya sudah menyiapkan aparteman tak jauh dari kampus Kiran." Naufal menjawab dengan tenang.

Tapi tidak dengan Kiran. Tubuhnya langsung menegang mendengar perkataan Naufal.

"Tinggal berdua dengan dia. Bagaimana nasibku? Ya Allah, hamba tahu hamba manusia berlumur dosa tapi kumohon jangan siksa hamba dengan orang ini Ya Allah." Kiran sudah memejamkan mata khusyuk berdoa.

"Kendaraan Kiran juga tidak perlu dibawa, nanti saya yang akan antar jemput Kiran ke kampus." Naufal masih melanjutkan kata-katanya dengan santai seakan sudah mempersiapkan semuanya.

Kiran meremas tangannya sendiri, "Selamat Kiran, banyak-banyaklah berdo'a agar hidupmu baik-baik saja."

"Alhamdulillah. Mama senang sekarang ada yang jaga Kiran. Mama suka was was jika Kiran pulang malam dari kampus." Mama Nara bicara dengan wajah berbinar. "Nak Naufal yang sabar ya dengan Kiran, Kiran masih harus banyak belajar apalagi masih kuliah juga."

"Iya ma. Mama tenang saja." Naufal tersenyum beralih menatap Kiran yang hanya bisa membisu.

"Dan kamu Kiran. Ingat sekarang kamu sudah menjadi seorang istri. Bersikaplah lebih lembut dan turuti perkataan suamimu." Ayah Fauzan memberikan nasehat pada anak semata wayangnya.

"Iya pa." Singkat Kiran menjawab.

.

"Cepat beres-beresnya. Ini sudah sore!" Perintah Naufal di depan kamar kos Kiran.

Kiran tak menjawab hanya membuang nafas beratnya. Hatinya masih galau harus seatap dengan suaminya. Pikirannya mencoba menerka apa yang akan terjadi setelah ini, dia ingin sekali menangis melepas masa lajangnya secepat ini apalagi harus menikah dengan pria yang paling dibencinya. Kiran malah melamun lupa pria yang berstatus suaminya sudah menunggunya dengan tak sabar.

Naufal masuk ke kamar Kiran mendapati istrinya malah melamun duduk di samping kasur. Dilihatnya barang-barang Kiran masih berserakan padahal barang-barangnya tak banyak. Kiran memang kos di sekitar kampus hanya agar tak kelelahan jika pulang pergi ke rumah orangtuanya yang memakan waktu sekitar satu jam jika tidak terjebak macet.

Naufal meraih barang-barang Kiran dan memasukkan dengan asal ke koper sehingga sudah tak ada lagi barang milik Kiran yang tersisa di kamar.

"Sampai kapan bengongnya?" Naufal menarik lengan Kiran agar berdiri.

"Astaghfirullah!" Kiran terlonjak kaget. Kaget karena tersadar dari lamunannya dan juga kaget karena Naufal memaksa tubuhnya untuk berdiri.

Sejenak netra mereka saling menatap. Gemuruh tiba-tiba menyerang dada mereka.

"Nanti lagi melamunnya. Sudah petang ini." Naufal menarik tubuh Kiran yang masih membeku.

"Eh, barang-barangku..." Kiran baru sadar dia belum memasukkan semua barangnya.

"Kamu gak lihat kamarnya sudah bersih. Makanya jangan bengong aja, disuruh cepat malah melamun." Naufal berbicara sambil menarik koper dan tangan yang satu lagi menarik tangan Kiran.

Tak ada percakapan dalam perjalanan yang terasa lama padahal hanya lima belas menit mereka di dalam mobil.

Saat ini mereka sudah berada di depan kamar yang akan mereka tinggali berdua. Sebuah apartemen yang sudah disiapkan oleh Naufal, namun di mata Kiran ini lebih mirip ruang penyiksaan yang akan menyiksa batinnya dan memangkas semua kebebasannya.

Ragu Kiran mengikuti langkah Naufal masuk ke sebuah aparteman. Netranya berkeliling menangkap apa yang dilihatnya. Cukup luas untuk tinggal berdua saja. Hanya ada tiga pintu, satu pintu kamar, satu pintu kamar mandi dan satu lagi mengarah ke balkon. Dapur dan sofa yang menghadap televisi terlihat sangat cantik di tempatnya.

"Aku tidur dimana?" Tanya Kiran polos yang langsung mendapat lirikan tajam dari Naufal.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!