Lirikan tajam dari Naufal sudah berubah menjadi tatapan yang membuat nyali Kiran menciut. Kiranpun menunduk, meremas tangannya yang terasa dingin.
"Di kamar kita dimana lagi." Sebuah jawaban yang membuat Kiran kesulitan menelan ludah.
Kiran memilih diam dan mengatur pasokan oksigen yang masuk ke dalam paru-parunya karena selangkah setelah masuk ke dalam apartemen tiba-tiba dadanya terasa sesak apalagi setelah memastikan dimana dia akan tidur dan kata-kata 'di kamar kita' membuat hidungnya harus bekerja keras menghisap oksigen.
"Cepat mandi!" Naufal duduk di sofa dengan santai tapi netranya masih melirik ke arah istrinya.
"Eh.." Kiran tersentak. Dia masih kaget mendengar suara Naufal, telinganya belum familiar mendengar suara suaminya.
"Kenapa?" Naufal bertanya dengan netra tajamnya.
"Gak papa." Kiran menjawab cepat, kemudian tangannya meraih koper dan membawanya ke kamar.
Kiran menatap isi kopernya, tidak banyak baju-bajunya karena biasanya dia hanya membawa baju-baju untuk satu minggu kemudian akan pulang ke rumah. Sekarang Kiran bingung karena baju tidurnya adalah kaos lengan pendek dengan celana di atas lutut.
.
Naufal duduk di tepi ranjang saat Kiran keluar kamar mandi dengan pakaian lengkap yang biasanya digunakan untuk ngampus.
Kiran berjalan menunduk membawa pakaian kotornya.
"Ehmm.." Kiran masih mengatur kata-kata yang akan keluar dari lisannya.
Naufal hanya mendongakkan kepala untuk melihat wajah Kiran namun tak bicara apapun.
"Apa aku boleh memakai mesin cuci?" Kiran berbicara dengan menunduk.
Naufal mengerutkan dahinya mendengar pertanyaan wanita yang dinikahinya kemarin.
"Boleh tapi..." Naufal berdiri membuat Kiran langsung mundur. "Sekalian bajuku ya." Naufal berbicara di dekat telinga Kiran.
Kiran mengangguk karena tak mungkin lagi baginya membawa baju kotornya selama seminggu pulang ke rumah orangtuanya.
Sejujurnya Kiran merasa canggung berada di apartemen suaminya. Dia bingung apa yang harus dia lakukan di sini. Kiran sadar dia seorang istri sekarang. Tapi kenyataan bahwa Naufal atau Devan adalah suaminya terasa pahit di pangkal lidahnya dan sakit di hatinya. Satu-satunya pria yang sudah menodai pipinya dan hampir mencabut kebahagiaan masa putih abu-abunya, kini adalah suaminya yang harus ditaatinya terasa sangat berat diterima otaknya. Sementara otaknya sudah menyimpan pesan jika Naufal hanya menikahinya karena tak terima dia menolak dan mempermalukannya. Pikiran inilah yang sudah ditancapkan Kiran pada dirinya. Naufal penyandang gelar Cowok Idaman alias coi tak akan mungkin meliriknya jika bukan karena ego seorang Devan yang selalu dipuja wanita.
"Kamu tahu tugasmu sebagai seorang istrikan?" Naufal masih berdiri di depan Kiran mengunci pandangannya ke wajah cantik di depannya, membuyarkan lamunan Kiran.
Gugup. Itu yang dirasakan Kiran saat ini, tubuhnya diserang hawa dingin yang membuat kaku persendian dan kering tenggorokannya.
"Aa..ku.." Mendadak Kiran menjadi gagap, ini tak pernah terjadi sebelumnya.
"Selain mencuci apa aku juga harus memasak?" Kiran melirik Naufal kemudian menunduk lagi.
"Bisa?"
"Ehm... sedikit." Kiran menjawab ragu.
"Baiklah. Aku ingin mencoba masakanmu. Besok kita berbelanja." Naufal masih memandang lekat wajah Kiran.
"Tugasmu melayaniku dan jangan membantah!" Naufal berbicara seringan kapas yang terbang.
Namun membuat Kiran terkejut hingga menjatuhkan pakaian kotornya.
"Ah..." Kiran langsung berjongkok, tangannya yang gemetar hendak mengambil kembali pakaian kotornya namun Naufal mencegahnya dia lebih cepat mengambil pakaian Kiran kemudian berdiri dan meletakkan pakaian Kiran di keranjang.
Kiran sudah berdiri dan mengatur nafas untuk mengurangi debar di dadanya.
"Kenapa memakai pakaian lengkap begini di dalam kamar?" Naufal sudah kembali dan berbicara di belakang Kiran.
Kiran memejamkan mata. Dia masih sadar Naufal adalah suaminya jika tidak dia pasti sudah berlari keluar dari kamar saat ini.
"Kamu punya baju tidurkan? Cepat ganti!" Naufal sudah berdiri di depan Kiran yang memeluk lengannya sendiri.
"Aku kedinginan!" Kiran menjawab cepat tak sempat berpikir jika jawabannya tidak tepat.
Naufal tersenyum. "Hanya malam ini, aku akan membiarkanmu. Tapi aku tak suka kamu memakai jilbab di dalam kamar. Cepat buka!"
Kiran menggeleng
"Aku tak suka kamu membantah Kiran. Kamu sudah menjadi milikku sekarang!" Naufal berbicara dengan suara tegas.
Kiran menggigit bibir bawahnya, bingung dengan apa yang harus dilakukannya. "Dia suamiku tapi..."
Jilbab Kiran sudah terbang dan terjatuh di lantai. Masih terkejut melihat jilbabnya, pinggangnya ditarik hingga tubuhnya menempel dengan Naufal. Tangan kokoh Naufal memeluk pinggangnya sedangkan tangan satunya lagi menahan tengkuk Kiran agar bibir mereka yang saling menempel tak terlepas.
"Ehmm... ehmm..." Kiran kesulitan berbicara bahkan tangannya yang memukul-mukul tubuh Naufal seakan hanya pijatan di tubuh suaminya.
Tetesan bening sudah menetes dari sudut netranya. Entah airmata apa... tapi dadanya terasa sakit sekarang.
Naufal melepas tautan bibir mereka, namun kini kedua tangannya memeluk tubuh Kiran.
Kiran sesenggukan tak berani menatap Naufal. "Apa seperti ini kamu memperlakukan wanita-wanitamu."
"Ayo makan!" Naufal menarik tangan Kiran menuju meja makan dengan dua kursi.
Naufal ternyata sudah menyiapkan makan malam yang dibelinya dan kini sudah menikmatinya beberapa suapan, berbeda dengan Kiran yang masih ragu bahkan untuk menyentuh sendoknya.
"Cepat makan Kiran!" Naufal berhenti makan dan memandangi wajah Kiran yang masih memerah karena ulahnya tadi.
Kiran menggeleng.
"Kamu tidak akan bisa berdiri dari sini jika belum makan." Naufal memandang tajam Kiran.
Kiran yang masih diam saja membuat Naufal tak sabar. Naufal berdiri dan menarik kursinya mendekat ke kursi Kiran.
"Kamu mau makan dari mulutku ternyata. Baiklah!" Naufal memasukkan sesendok nasi goreng dari piring Kiran kemudian segera menarik tengkuk Kiran.
Telapak tangan Kiran dengan cepat memagari bibirnya. Kepalanya langsung menggeleng cepat, segera diraihnya sendok yang tadi masuk ke dalam mulut Naufal dan dia memasukkan ke dalam mulutnya, mulutnya mulai mengunyah dengan hati dongkol yang tak tersalurkan. Mengumpat karena harus makan dari sendok bekas Naufal.
Naufal sudah tertawa di dalam hatinya, bahkan bibirnya tak tahan untuk tak tersenyum. Rasanya senang juga menggoda dan mengerjai istrinya itu. Diapun menarik piringnya sendiri dan melahap makanan yang sudah memanggil-manggil untuk segera dihabiskan.
Saat Kiran mencuci piring mereka, Naufal masih duduk dan memperhatikan istri cantiknya yang rambutnya tergerai menggoda.
Naufal harus menahan diri karena jika tidak dia pasti akan menyakiti Kiran yang belum siap sepenuhnya menjadi istrinya.
Tanpa kata Naufal menarik lengan Kiran untuk mengikuti ke dalam kamar. Setelah di samping ranjang Naufal mendudukkan Kiran.
"Cepat tidur!" Naufalpun naik ke ranjang dari sisi yang lain.
Kiran tidur dengan posisi meringkuk. Naufal jangan di tanya lagi. Setelah memastikan istrinya sudah lelap, diapun tak ingin menyia-nyiakan kulit wajah lembut milik Kiran. Sejak pertama kali mengecupnya, lembut kenyal dan aromanya membuat Naufal tertegun dan sejak saat itu, Kiran telah merampok semua ruang di hatinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 26 Episodes
Comments