Kiran membeku mendengar kata-kata Naufal yang telah membuat wajahnya memerah bak udang rebus. Kata-kata Naufal membuat tubuhnya menghangat, Kiran tiba-tiba saja merasa tubuhnya berkeringat. Setelah mengucapkan kata-katanya, Naufal justru menjauh dari Kiran dan meninggalkannya di kamar sendian. Ternyata Naufal pergi ke mushola di rumah orangtua Kiran untuk melaksanakan solat Dhuhur di sana.
Sementara Kiran buru-buru ke kamar mandi memercikkan air ke wajahnya untuk menetralisir wajahnya yang memanas.
"Apa yang dipikirkannya, bagaimana dia bisa mengatakan hal semacam itu dengan santainya. Dasar playboy!" Kiran tak tahan untuk tidak mengeluarkan umpatan pada laki-laki yang pada pertemuan pertama dan terakhir mereka dulu sudah membuatnya sangat marah.
Setelah itu, Kiran mengambil air wudhu untuk selanjutnya menunaikan solat Dhuhur yang sudah menjadi kewajibannya sebagai seorang muslim. Saat dia menaruh lipatan mukenanya seusai solat, Naufal membuka pintu masuk ke kamar Kiran. Seperti biasa wajah tampannya selalu saja mempesona. Kiran buru-buru menundukkan wajahnya menyadari pemilik wajah tampan itu melihat ke arahnya.
"Gak dosa kok nglihatin wajah tampan suami sendiri." Tanpa dosa Naufal berjalan lalu naik ke ranjang Kiran. Kiran malah membuang wajahnya mendengar ucapan Naufal, diapun bingung harus melakukan apa saat ini di kamarnya sendiri.
"Kemarilah, bukankah tadi sudah kukatakan bersikaplah seperti pengantin baru." Naufal menepuk kasur di sebelahnya.
Kiran yang melihatnya justru memilih duduk di sofa di samping ranjang.
"Mari kita buat kesepatan, aku tahu anda kesal pada saya karena kejadian dulu tapi anda harus tahu kekesalan saya pada anda ribuan kali lipat lebih besar." Kiran mulai bicara, dia tidak ingin menjadi orang yang tertindas dan dirugikan dalam pernikahannya ini.
"Tidak ada kesepakatan apapun, pernikahan ini akan berjalan sesuai dengan keinginanku dan kau Kiran harus patuh pada suamimu ini." Naufal menatap Kiran dengan tatapan tajam yang jelas membuat Kiran tak berkutik. "Lakukan kewajibanmu sebagai seorang istri dan aku akan lakukan kewajibanku sebagai seorang suami." Naufal jelas tak ingin kata-katanya dibantah oleh Kiran karena sejak dulu dia tak pernah mendapat penolakan, hanya Kiran yang berani menolaknya. Dan saat ini dengan statusnya sebagai suami Kiran jelas Naufal tak ingin ada penolakan sekecil apapun dari Kiran.
Tubuh Kiran meremang mendengar kata-kata Naufal dia sudah membayangkan apa yang dimaksud Naufal dengan kewajiban antara suami istri. Kiran tak pernah dekat dengan laki-laki manapun, dan sekarang berada sekamar dengan seorang pria saja sudah membuat jantungnya berdebar tak karuan apalagi perkataan tentang suami istri yang baru dikatakan Naufal padanya.
"Aku hanya ingin istirahat sebentar, nanti malam pasti melelahkan."
"Nanti malam... apa maksudnya...."
"Maksudku resepsi akan melelahkan menyambut para undangan." Naufal sudah tak tahan melihat wajah Kiran yang memerah, dia yakin pikiran Kiran sudah berkelana membayangkan hal lainnya. Wajah Kiran bertambah merah karena malu mendengar yang diucapkan Naufal.
Menjelang sore rombongan perias sudah datang untuk merias Kiran dan keluarganya. Kiran meminta dirias setelah solat magrib, dan perias sudah menyetujuinya karena tidak membutuhkan waktu lama untuk merias Kiran yang menginginkan riasan natural tanpa dicukur alisnya. Wajah cantik Kiran yang biasanya hanya dihiasi sun protection, bedak dan lip gloss semakin terpancar dan bersinar saat riasan natural yang mempertegas kecantikannya sudah melekat sempurna di wajahnya. Kiran begitu cantik dan anggun dengan gaun pengantin yang dipilihkan Naufal untuknya. Naufal yang membuka pintu kamarnya seketika mematung menangkap bayangan bidadari di depannya. Namun dia dengan mudah menguasai dirinya.
"Sudah siapkan?" Tangan Naufal meraih buket bunga di ranjang lalu memberikannya pada Kiran, kemudian menarik lengan Kiran agar segera berdiri dan mengikuti langkahnya karena Naufal ingin acara resepsinya berjalan sesuai dengan waktu yang sudah diatur.
Sepanjang perjalanan tak ada kata-kata yang keluar dari sepasang pengantin yang baru saja melaksanakan akad nikahnya tadi pagi. Bahkan Kiran merasa sulit untuk menelan salivanya sendiri karena berada di sebelah Naufal saja sudah membuat jantungnya berdebar tak karuan apalagi Naufal meletakkan tangan Kiran di lengan kokoh miliknya. Hanya butuh waktu sepuluh menit untuk sampai di gedung resepsi karena memang sudah dipertimbangkan sebelumnya agar tidak memakan waktu di jalan karena acara resepsi akan dimulai pukul 19.30.
"Tersenyumlah tapi jangan genit." ucap Naufal seraya membuka handle pintu mobil pengantin.
Spontan saja Kiran membelalakkan kedua matanya, "Memang siapa yang genit, bukankah kata-kata itu pantas diucapkan untukmu yang suka tebar pesona." Kiran mengikuti Naufal keluar dari mobil dan memandang Naufal dengan tatapan kesal yang menggunung.
"Jangan menatapku terus, nanti kamu malu karena tersandung. Nanti malam saja, aku akan meladeni sepuasmu." Naufal mengatakannya dengan pandangan lurus ke depan. Kiran yang bertambah kesal meremas lengan Naufal dengan kuat.
"Bersabarlah jangan sekarang!" Tangan bebas Naufal malah mengusap lembut tangan Kiran yang meremas lengannya. Manik hitam matanya bertemu dengan manik coklat milik Kiran yang menatapnya dengan kesal.
Sengatan listrik seketika menjalar di tubuh keduanya. Saling menatap dalam di tambah sentuhan langsung Naufal di tangan Kiran yang tak terhalang apapun membuat keduanya sejenak membeku. Namun kemudian Naufal segera melangkahkah kakinya diikuti oleh Kiran masuk ke dalam gedung resepsi. Di atas pelaminan mereka tak saling bicara hanya berbicara saat ada yang mengucapkan selamat pada mereka.
Dua jam acara resepsi sungguh melelahkan. Setibanya di rumah, Kiran langsung masuk ke kamar mandi membersihkan wajah dan tubuhnya yang lelah. Saat dia keluar Naufal yang duduk di sofa gantian masuk ke kamar mandi. Kiran solat Isya' tanpa menunggu Naufal kemudian dia duduk di sofa namun rasa kantuk menyerangnya sehingga Kiran mencari posisi ternyamannya di sofa dan tertidur di sana.
Naufal menggelengkan kepala saat melihat Kiran dengan posisinya yang sudah lelap di sofa. Naufalpun solat isya' di kamar menggunakan sajadah milik Kiran. Setelah melipat sajadahnya dia mendekati Kiran yang terlelap.
"Kamu memilih tidur di sofa rupanya. Baiklah." Naufal kemudian meraih remote AC dan mengecilkan suhunya. Lalu dia tersenyum dan naik ke ranjang kemudian menutupi separuh tubuhnya dengan selimut tebal. Naufal mulai memejamkan matanya.
Naufal yang sudah terlelap seketika bangun mendengar suara seseorang, dan ternyata itu adalah suara Kiran yang menggigil kedinginan dengan posisi meringkuk di sofa.
"Kamu benar-benar keras kepala Kiran." Naufal menggendong tubuh Kiran dan menurunkan dengan pelan di ranjang karena Naufal tak ingin Kiran terbangun. Setelah itu Naufal naik ke ranjang melalui sisi yang lainnya. Selimut di tariknya menutupi separuh tubuhnya dan istrinya. Namun saat dia melihat wajah bersih istrinya dia justru membuka kembali selimutnya dan memposisikan tubuhnya di atas Kiran.
Naufal menarik jilbab Kiran, kemudian mengecup keningnya. Melihat Kiran tetap terlelap, Naufal kembali mengecupi wajah Kiran. Kiran justru memeluk lengan Naufal yang mengurungnya. Naufal menyudahi aksinya dan menarik kembali selimut menutupi tubuhnya dan Kiran. Dia tersenyum melihat Kiran yang masih memeluk lengannya.
"Kita lihat bagaimana reaksimu besok"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 26 Episodes
Comments
Syiffa Fadhilah
thor,,novel yang ini ngak dilnjutin lagi ya, kayanya seru ceritanya
2022-10-19
0
Athynisa
lanjut donk thor
2022-05-20
0