ABU-ABU MARNI
Doni adalah seorang remaja yang sedang menempati posisi dimana dia sudah seharusnya memiliki hubungan dengan seorang wanita. Seperti khalayak pria pada umumnya yang sudah mulai menikah pada umur 20-an. Saat ini Doni berumur 25 tahun dan lahir ditengah keluarga yang sangat berkecukupan dan Doni juga sudah mapan melintang dengan karirnya.
Pada umur 20 tahun Doni menyelesaikan pendidikannya sebagai sarjana ekonomi dan saat ini Doni sedang menjalankan bisnis ayahnya sebagai direktur utama, meskipun belum sepenuhnya menggantikan ayahnya karena memang Doni adalah anak satu-satunya.
Didalam rumah saat itu hanya ada Doni dan Ibunya yang sedang menonton televisi.
"Nak, kapan nikah". Ucap ibunya yang sedang duduk dan nyemil di depan televisi.
"Besok" sahut Doni yang sedang berdiri di sebelah kanan jendela.
"Besok katamu?"
"Iya... Ma"
"Serius?"
"Kalo gak kesiangan" Doni memalingkan kepalanya dan menatap ibunya yang sedang serius menanggapi perkataannya.
"Buruan nikah! Ibu pengen cucu"
"Baik Ma"
Seperti pada umumnya, seorang ibu akan menuntut anaknya agar lekas menikah saat anak sudah mulai berumur. Doni dikenal sebagai pria yang baik dan suka becanda, apalagi dihadapan ibunya.
Doni masih berdiri di samping jendela sedangkan ibunya larut dalam serial televisi dan nyemil makanan ringan. Doni tetap menatap keluar jendela, sebuah tatapan kosong yang mengisyaratkan sebuah pikiran yang dalam.
"Ma..." ucap Doni, dengan suara agak pelan.
"heemmm..." balas ibunya dengan mulut yang sedang mengunyah.
"Mama mau Doni menikah dengan wanita yang seperti apa?".
Ibu dengan sedikit kaget mendengar pertanyaan anaknya itu dan menghampiri Doni.
"Kamu tahu cerita tentang ayah dan ibu saat bertemu?"
"Tidak"
"Ayahmu dulu adalah seorang remaja pekerja keras saat bertemu dengan ibu". Doni menyimak dan membenarkan posisi berdirinya, menghadap ibunya yang sedang memulai sebuah cerita yang belum pernah diceritakan kepadanya.
"Ibu sangat mengingat masa-masa itu, dulu sebelum ibu bertemu dengan ayahmu, ibu adalah gadis boros yang suka belanja ini itu. Namun semua itu berubah ketika ibu bertemu dengan ayahmu". Melihat ibunya tersenyum dengan manis Doni penasaran dan bertanya.
"Dimana dan bagaimana ibu bertemu dengan ayah?"
"Ayahmu dulu adalah seorang tambal ban yang membantu ibu saat ban ibu bocor"
"Memang biasa jika hanya bertemu dengan tukang tambal ban biasa, namun kali ini berbeda."
"Saat ibu sedang duduk dan menunggu ayahmu selesai menambal ban, saat itu terjadi sebuah percakapan yang sangat ibu sukai."
"Mbak dari mana?" Dengan sedikit mengeraskan suara ibu Doni mencoba menggambarkan percakapan yang terjadi saat itu.
"Rahasia"
"Dunia memang penuh rahasia"
"Bukan urusan saya"
"Iya... Urusan mbak hanya menunggu saya menambal ban"
"He'em"
"Tidak semua ban yang bocor bisa ditambal, kadang ada yang harus diganti"
Ibu Doni berhenti bercerita dan mengajak Doni duduk. setelah duduk ibu Doni kembali berbicara "Sebenarnya saat itu ibu hanya sok cuek dan sedikit menanggapi dari perkataan ayahmu, tapi tiba-tiba dia berkata"
"Bagaimana jika kita menikah?"
"Ayah langsung mengajak mama menikah?" sahut Doni.
"Iya, mama juga kaget mendengar perkataan ayahmu"
"Terus bagaimana Ma?"
Mama Doni melanjutkan.
"Jika kita menikah mbak tidak akan bingung lagi jika ban bocor"
"Bukan seperti hal perlu ku pertimbangkan jika kau ingin menikahi-ku"
"Apa hal yang akan kau pertimbangkan jika ada yang ingin menikahi-mu?"
"Misal saja pekerjaan yang lebih baik dari tambal ban atau mungkin latar belakang pendidikan yang lebih baik atau mungkin keluarga yang berpunya"
"Jika begitu, maka kau salah"
"haahh? kenapa malah saya yang salah?"
"Menikah adalah memulai kehidupan baru, dan kehidupan baru tidak akan seru bila ada campur tangan dari masa lalu"
"Kenapa kau berpikir begitu"
"Tidak apa-apa, hanya sebuah opini yang ingin kujalani dan aku suka duduk dan berbicara denganmu"
"Bisa aja, jadi berapa?"
"Sepuluh ribu"
"Terimakasih"
Ibu Doni menghela nafas dan minum.
"Setelah kejadian itu, mama sering main ke bengkel tambal ban itu, tidak jarang juga ibu membantunya, tanpa ibu sadari setiap hal yang mama lakukan dengan ayahmu membuat mama lebih nyaman lupa tentang kehidupan mama yang suka belanja, tangan yang kotor oleh oli, keringat yang bercucuran dan wajah yang penuh dengan coretan lukisan hitam tinta tuhan, itu semua membuat ibu sangat senang"
"Terus yang tadi saat ayah ingin menikah dengan Mama?" potong Doni.
"Jauh setelah itu, ayahmu datang ke rumah, menemui kakek dan nenekmu"
"Wahhh... Keren ya ayah, berani langsung datang dan melamar mama"
"Hahahaha... ayahmu datang bukan untuk melamar"
"Terus apa yang akan dilakukan ayah?"
"Dia saat itu datang dengan wajah yang penuh dengan oli dan bertanya 'apa ada ban yang bocor?' dan itu tidak sekali tapi berkali-kali dan hampir setiap hari"
"Sampai suatu hari ada ban bocor di rumah, dan ayahmu menambalnya"
"Saat itu kakekmu sedang berdiri disampingnya mengamati dan sesekali tertawa, mama melihat mereka begitu akrab dan berbincang seperti seorang teman dan ibu penasaran apa yang sedang mereka obrolkan"
"Setelah dia selesai menambal ban dia pergi dan ibu menghampiri dan bertanya pada kakekmu."
"Pa, tadi apa yang papa bicarakan dengan tukang tambal itu?"
"Ohh.. Itu? Dia bilang namanya Salman, dan papa disuruh memberi tahumu namanya, katanya kamu itu langganan tambal ban ditempatnya tapi tidak pernah bertanya siapa namanya"
"Sebentar-sebentar, Jadi selama itu saat mama membantu ayah mama tidak tahu siapa nama ayah?". Potong Doni yang tidak percaya mereka belum saling kenal.
"Iya, bukan hanya mama yang belum tahu nama ayahmu tapi ayahmu juga belum tahu nama mama. hehehe..." jawab ibu Doni dengan sedikit cengengesan.
Dan Ibu Doni melanjutkan ceritanya, tidakk jarang mereka saling tertawa bersama. Doni semakin menikmati cerita yang semakin berlarut-larut itu, tiga jam mereka berbincang dan tertawa. Hingga jam sudah menunjukkan pukul lima sore dan Ibu Doni masih melanjutkan ceritanya.
"Kata-kata ayahmu yang paling ibu ingat, semua sudah ibu tulis di buku merah itu". Sambil menunjuk sebuah kotak.
"Apa boleh aku baca Ma?” Minta doni.
"Iya boleh, baca aja"
Doni mengambil kotak itu dan mengeluarkan buku yang ada didalamnya. Sementara ibu Doni pergi ke dapur.
...****************...
..."Paragraf pertama dari kisah cintaku adalah pertemuan yang menyenangkan denganmu"...
..."Paragraf kedua adalah tumbuhnya perasaan"...
..."Paragraf ketiga adalah ketidakmampuan saling menahan diri untuk tidak saling mencintai"...
..."Paragraf keempat adalah keseriusan"...
..."Paragraf kelima adalah sebuah lamaran"...
..."Paragraf keenam ialah syarat"...
..."Bila ku mencintaimu dan kau mencintaiku maka saling tidak percaya adalah ejaan yang tidak bisa kita baca. kau dan aku akan memulai hal baru yaitu perundungan yang tak terpecahkan, ijinkan aku meminangmu tanpa uang saku dari orang tuamu, setelah ini akulah keinginan serta kebutuhanmu"...
...****************...
"Bagaimana sudah dibaca?" Tanya ibu Doni saat keluar dari dapur.
"Iya sudah Ma, tapi mama belum menjawab pertanyaanku!"
"Yang mana?"
"Mama mau menantu yang seperti apa?"
"Hemm... Terserah kamu! Kan kamu yang mau menikah, saran mama cari yang tidak tertarik dengan uang, cari seorang wanita yang benar-benar tergila-gila dengan kemesraan dan keindahan cinta".
"Biar seperti film ya ma?”
"Hehehe, yaps! Betul" jawab Ibu Doni saat berjalan masuk ke dapur lagi.
Doni berdiri dari tempat duduknya dan kembali ke sebelah jendela. Menatap keluar mengamati girangnya merpati beradu siul di atas pohon. Tatapan Doni yang kosong namun serius seperti sedang menemukan apa yang harus dia lakukan. Setelah mendengar cerita ibunya, Doni menemukan sebuah keindahan cinta, sebuah kisah yang tidak boleh hanya ada difilm saja. Doni menginginkan kisah penutup untuk perjalanan terakhir cintanya.
Apa yang akan dilakukan Doni? Apakah dia akan mencari Sinta-nya sendiri ataukah Rudi akan pasrah?
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments
Gadis23
hai kak saya pembaca barumu, saya sudah memasukan kefavorit🥰
2022-05-15
0