Perjalanan jauh Doni mengendarai kuda besi pelat kuning yang biasa mereka sebut dengan bus/bis/bes. Doni duduk di kursi pertama bersebelahan dengan sopir, mengamati perjalanan dari kaca besar bus. Tak jarang Doni menjumpai berbagai macam kendaraan dan sifat-sifat pengemudinya. Truck yang saling salip, pengendara motor yang ramai dengan klaksonnya saat macet, tak jarang juga para pengamen lampu merah menyanyikan lagu syair-syair cinta dan peradabannya.
Tiba sampai di tujuan, sebuah kota yang penuh dengan kerumunan dan gedung-gedung perbelanjaan. Bukan sebuah penampakan asing bagi Doni, kota itu tidak jauh berbeda dengan metropolitan tempat dia tinggal dan besar. Namun ada yang berbeda di lingkungan barunya, sebuah pemandangan kumuh dengan hiasan senyum anak-anak kecil yang berlari kesana kemari. Tak jarang terdengar teriakan lantang ibu mereka yang menyuruh mereka makan dan mandi. Doni mengamati dan sesekali tersenyum.
"Mas, mau kemana?" Sapa seorang kakek tua yang menghampirinya dengan becak engkol tuanya.
"Gak ngerti pakde, saya baru sampek disini, rencananya mau nyari kos-kosan" jawab Doni.
"Oh kos-kosan, kene tak anterin nyari kos-kosan dek, murah-murah aja"
Sebuah keadaan yang seharusnya dipikirkan terlebih dahulu oleh Doni.
"Iya, gak papa pakde". Reflek yang tidak Doni inginkan namun demikianlah dia menjawab tawaran tukang becak tersebut.
Perjalanan dengan becak tua itu dimulai, melewati gang-gang sempit dan perumahan. Sebuah pemandangan yang sangat nyaman, mengamati para sopir angkutan umum yang saling terbahak-bahak, ibu-ibu rewel yang sedang tawar-menawar dengan penjual ikan juga ada beberapa wanita tua yang disebut manula namun ini berbeda mereka lebih pantas disebut manusia super tua, menggendong dagangannya di atas kepala mereka tanpa mereka pegangi. Seimbang dan tenang, begitulah Doni mendeskripsikan pemandangan itu.
Hampir dua jam perjalanan Doni masih larut mengamati berbagai hal yang terjadi saat perjalanan hingga Doni tersadar dan bertanya kepada tukang becak tersebut.
"Masih jauh pakde?"
"Ahh... hahh?” Spontan jawaban dari pak tua itu seperti sedang selesai memikirkan sesuatudengan serius.
"Masih jauh pakde?" Doni mengulang pertanyaan.
"Ohh.. ini hampir sampai dek, itu didepan ada bangunan lantai tiga, itu kos-kosan-nya".
Sunyi tidak ada percakapan lagi diantara mereka sampai mereka berdua tiba di gedung yang ditunjuk tukang becak tadi.
"Pinten pakde?" Tanya Doni yang sedang turun dari becak dan mengeluarkan dompetnya. *(pinten:berapa)
"Enam puluh ribu dek"
Doni menyerahkan uang yang ia ambil dari dompet dan pergi ke sebuah gedung agak tua dengan pemandangan yang segar.
Sebuah tempat asing yang membuat hati Doni lebih tenang selain berada di rumahnya. Gedung yang menghadap ke selatan dengan jalan kecil dan penuh tanaman. Sunyi namun penuh aroma masakan yang tidak asing dihidung Doni.
Doni bergegas mencari pemilik kosan itu. Terlihat sebuah rumah yang terpisah dari bangunan gedung dan terlihat seorang wanita paruh baya yang sedang menyapu halaman rumah tersebut. Ia pun segera menghampiri wanita itu.
"Permisi mbak" nampak Doni kebingungan hendak dipanggil apa wanita tersebut, agak tua dan berumur namun tidak dan terlihat cantik.
"Iya mas, ada yang bisa saya bantu?" jawab wanita itu.
"Saya mau nyewa kos disini, siapa ya yang bisa saya temui?”
"Ohh... mau ngekos, sini masuk!" tampak seperti wanita yang ramah dan sopan.
Doni mengikuti wanita tersebut dan masuk ke rumahnya, sebuah ruangan yang penuh dengan lukisan abstrak dan berbagai miniatur motor dari kayu yang diplitur dan tertata rapih.
"Silahkan duduk dek" ucap wanita itu sembari berjalan menuju ruangan rumah kepada Doni yang sedang mengamati seisi ruangan. Tanpa menjawab, Doni pun duduk dan tidak lama wanita tersebut keluar dari dalam kamar membawa sebuah kertas dan pena, dan kemudian duduk disampingnya.
"Ini catatan syarat, biaya dan peraturan disini dek, bisa dibaca dulu" terang wanita itu, kemudian dia beranjak dari duduknya dan masuk lagi ke dalam.
Doni mengamati dengan teliti, membaca dan membolak-balik halaman kertas, nampak tidak ada yang mencurigakan atau merugikan Doni. Biaya 500.000 (Lima Ratus Ribu)/bulan, Tidak boleh mencuri, tidak boleh masuk ke kamar orang lain tanpa ijin, tidak boleh membuat keributan atau membuat suara bising (kecuali sudah mendapat ijin dari tetangga). Namun ada yang sedikit mengganjal hati Doni.
"Ini dek, diminum dulu" tegur wanita itu dengan membawa segelas teh yang masih terlihat jelas kebulan asap diatasnya.
"Wahh, tidak usah repot-repot mbak"
"Gak apa-apa, diminum aja dulu sambil baca-baca, kalau ada yang tidak jelas bisa ditanyakan" ucap wanita tersebut sembari menata tempat duduknya, menutup-nutupi paha putihnya dengan bantal.
"Emmm, ini tidak ada aturan 'dilarang membawa laki-laki/perempuan yang bukan muhrim' ya mbak?". Tanya Doni sambil menggaruk-garuk kepalanya.
"Tidak dek, ini kosan bebas, mbak juga tidak peduli dengan mereka, yang penting mereka membayar tepat waktu"
"Ohh begitu ya"
"Iya diminum dulu tehnya, keburu dingin"
Doni masih memegang kertas-kertas itu sambil meminum teh buatan wanita paruh baya super agak cantik itu. Tiba-tiba Doni penasaran dengan nama wanita itu.
"Oh ya, nama mbak siapa ya?”
"Saya? bisa dipanggil Mbak Kos aja, biasanya orang-orang manggil saya begitu."
"Mbak Kos?" Ucap Doni sambil mengangguk-anggukkan kepalanya lagi.
"Nama kamu siapa"
"Saya Donn..." Jawab Doni ter-batah-batah teringat tujuannya. Dia berpikir untuk mencari nama baru.
"Saya Rudi" cepat Doni mendapatkan nama yang paling umum di kepalanya.
"Oh Rudi, bagaimana? jadi ngekos disini?"
"Iya mbak, saya tanda tangan disini ya?"
"Iya"
Basa-basi serta perkenalan telah usai, Doni diantarkan ke kamarnya yang terletak paling barat lantai dua. Doni/Rudi mengamati setiap kamar yang ia lewati, terlihat penuh dan ramai namun suasananya tentram dan tidak ada suara berisik dari penghuni lain.
Rudi begitu bersemangat, FTV-nya sudah dimulai. Nama baru, lingkungan baru dan juga pasangan protagonis yang akan menemani dia akan segera dia dapati. Perasaan senang yang tidak bisa digambarkan karena memang perasaan tidak bisa digambar.
Larut dalam kesenangan dan Rudi yang sudah masuk ke kamar barunya langsung menjatuhkan badannya ke kasur empuk yang sudah wangi dan bersih. Doni terlelap dalam kesenangan ekspetasinya, matanya mulai riup dan sayup. Hendak memejamkan mata, tiba-tiba! Rudi teringat ada yang salah dengan dirinya tapi apa? Rudi mencari-cari, apa yang salah? Rudi memegangi setiap bagian dari tubuhnya, kepala masih ada, mata masih ada, mulut, tangan, kaki, pantat, perut. Dompet! Ehh tas! tasss! Rudi membawa dua tas! Satu tas slempang yang masih ada ia pakai. Dan yang ke-dua! Tas yang ada dipunggung, tas yang berisi pakaiannya, bukan hanya pakaian, ada sebuah amplop tebal didalamnya, uang saku seminggunya dia lupa dimana, tas itu mungkin! mungkin masih ada di bagasi bus yang dia naiki saat itu.
Hancur! kesenangan sesaat itu dalam sekejap menjadi kebingungan tanpa arah, kesedihan yang seakan memukul-mukul ubun-ubun. Rudi bingung, dia tidak bisa menangis tidak bisa meminta bantuan. Apa yang harus ia lakukan. Kembali ke terminal? Mencari kontak costumer servis? Melapor polisi? Apa yang harus dilakukannya.
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments