Sincerity (Ketulusan Hati)

Sincerity (Ketulusan Hati)

Kabar Buruk.

Seorang wanita paruh baya berjalan dengan langkah tergopoh-gopoh, menuju ke salah satu kamar yang berada di rumah yang lumayan megah itu. Suasana rumah terasa sepi, karena waktu sudah larut penghuni rumah itu pastinya sudah berada di alam mimpinya.

Saat sampai di depan pintu kamar yang ditujunya, dia segera mengetuk pintu dengan perlahan karena takut mengagetkan pemilik kamar itu.

"Non Ami," panggilnya sambil mengetuk pintu kamar itu dengan hati-hati agar tidak membuat kaget penghuni kamar itu.

Setelah menunggu beberapa saat, pintu kamar itu pun terbuka dan keluarlah si pemilik kamar dengan tatapan kosong ke sembarang arah.

"Ada apa Bi?" tanya seorang wanita berdiri di pintu kamar dengan sebuah tongkat yang selalu menjadi alat bantunya saat berjalan.

"Maaf ganggu Non, barusan Bibi dapat telpon dari rumah sakit kalau, Den Daffin masuk rumah sakit. Karena kecelakaan saat perjalanan dari luar kota," ucap Tini. Yang merupakan asisten rumah tangga di rumah itu.

"APA! Mas Daffin kecelakaan?" Raut khawatir tergambar jelas di wajah ayu, nan manis dari wanita yang kini masih mematung di pintu kamarnya itu.

"Iya Non," jawab Tini mengangguk, meskipun dia tahu majikannya itu tidak melihat anggukkannya.

"Ayo kita ke rumah sakit, Bi. Terus hubungi keluarga Mas Daffin." Wanita yang kerap disapa Ami itu mulai mengayunkan kakinya dengan bantuan tongkat yang menjadi alat bantunya, berjalan dengan langkah agak tergesa-gesa.

"Tunggu, Non. Biar bibi ambilkan dulu jaket, udara malam kurang baik untuk kesehatan." Tini menahan langkah Ami itu dan bergegas masuk ke kamarnya, mengambil jaket untuk Ami.

"Pelan-pelan aja jalannya, Non. Biar bibi bantu."

Tini langsung memegang lengan Ami, karena khawatir akan keselamatan nona-nya yang berjalan dengan langkah tak beraturan seperti itu. Mengingat kondisinya yang tidak dapat melihat.

"Apa pihak rumah sakit mengatakan sesuatu lagi, Bi?" tanya Ami ditengah perjalanan menuju ke luar rumah.

"Tidak, Non. Tadi pihak rumah sakit hanya mengatakan, jika mereka tidak tau harus menghubungi siapa. Akhirnya menghubungi nomor terakhir yang dihubungi oleh, Den Daffin," terang Tini yang dijawab anggukan oleh Ami.

Tini mengunci pintu rumah itu terlebih dahulu, karena tidak ada siapa pun lagi di rumah selain mereka. Setelah pintu terkunci, dia kembali menuntun Ami menuju ke mobil.

Mereka memasuki mobil yang sudah menunggu di depan rumah, karena tadi sebelum membangunkan Ami, Tini sudah membangunkan sopir terlebih dahulu.

Selama di perjalanan, Ami tidak berhenti memainkan jemari tangannya. Kebiasaan yang selalu dia lakukan ketika khawatir, takut, atau gugup.

"Den Daffin pasti Baik-baik saja, Non tenang saja," ucap Tini menenangkan Ami dengan menggenggam tangannya yang terasa dingin itu.

"Iya, semoga saja Mas Daffin gak kenapa-kenapa Bi. Apakah masih lama sampainya Bi?" tanya Ami memalingkan kepalanya ke arah Tini.

"Lumayan lama, karena rumah sakit tempat Den Daffin tidak jauh dari lokasi kecelakaan," jawab Tini.

Ami menghela napas dalam, untuk menenangkan hatinya, dia meyakinkan dirinya, jika tunangannya itu pasti akan baik-baik saja.

Tidak ada lagi percakapan yang terjadi antara mereka, bibir Ami terus begumam dengan lirih. Memohon untuk keselamatan pria yang menjadi pengisi hatinya, pria yang selalu terucap dalam setiap doanya.

Entah kenapa, waktu berlalu terasa lama baginya. Meskipun dia dapat merasakan jika laju mobil yang ditumpanginya itu berjalan dengan lumayan cepat, tapi kenapa mereka masih belum juga sampai, sejauh apa sebenarnya rumah sakit itu, atau itu hanyalah perasaannya saja yang sudah tidak tenang.

"Masih lama Pak?" tanya Ami menatap lurus ke depan.

"Sebentar lagi Non," jawab Sopirnya dengan ramah.

"Baiklah," sahutnya dengan pasrah.

...******...

Mobil berwarna hitam itu terparkir tepat, di pelataran rumah sakit yang lumayan besar. Ami turun dari mobil dengan dibantu oleh Tini, tanpa menunggu lama lagi, mereka pun segera memasuki rumah sakit yang lumayan besar itu dan menanyakan tentang Daffin pada suster yang berjaga di meja resepsionis.

Setelah tahu tempat di mana, ruangan Daffin berada. Mereka pun melanjutkan langkah mereka menuju ke tempat yang suster sebutkan tadi.

Saat sampai di depan ruangan yang suster sebutkan, mereka berpapasan dengan dokter yang baru saja keluar dari ruangan itu. Tini menuntun Ami untuk mendekati dokter itu dan menanyakan tentang keadaan Daffin.

"Dokter, apa ini ruangan atas nama Daffin yang baru saja mengalami kecelakaan?" tanya Tini.

"Kalian keluarganya?" tanya Dokter pria dengan membenarkan kaca matanya yang berada di hidungnya.

"Iya, Dok. Bagaimana keadaan pasien? Apa ada yang serius? Apa dia terluka parah?" Ami mencerca dokter itu dengan runtutan pertanyaan.

"Alhamdulillah luka pasien tidak terlalu parah, saat ini mereka sedang istirahat karena pengaruh obat," jawaban dari dokter itu membuat sebuah kerutan di kening Ami dan Tini.

"Mereka?" tanya mereka barengan, Tini menatap dokter dengan bingung.

"Iya, pasien atas nama Daffin dan istrinya baik-baik saja, bahkan kandungannya juga tidak bermasalah. Mereka hanya mengalami syok saja."

"Apa? Istri, kandungan?" Pertanyaan yang keluar dari mulut Ami yang kini telah berdiri dengan kaku.

Apakah dokter itu salah memberikan informasi, atau telinganya yang salah dengar.

"Maksud anda apa Dokter, apa Den Daffin tidak sendiri?" tanya Tini yang masih menatap dokter itu dengan bingung.

Dokter itu pun menatap mereka dengan bingung. "Iya, pasien atas nama Daffin di temukan kecelakaan bersama dengan istrinya."

Ami yang mendengar hal itu, tiba-tiba saja merasa telinganya berdengung. Hatinya terasa sesak seolah ada benda berat yang menghantamnya, bahkan napasnya serasa tertahan di kerongkongannya.

Perlahan dia memundurkan tubuhnya, kakinya tiba-tiba saja terasa lemas. Tidak sanggup sanggup menahan beban tubuhnya, jika saja Tini tidak memeganginya, pasti saat ini dia sudah terduduk di lantai.

"Kalau tidak ada hal apa pun lagi, saya akan kembali ke ruangan saya dulu. Jika ada hal yang ingin kalian tanyakan atau ada masalah dengan pasien, kalian bisa menemui saya. Ruangan saya berada di ujung lorong sana, kalian bisa melihat pasien saat mereka sudah sadar," terang Dokter itu panjang lebar. Yang tidak dapat Ami dengarkan.

"Iya Dok, terima kasih," ucap Tini mengangguk.

Setelah dokter itu pergi, Tini menuntun Ami untuk duduk di kursi besi yang ada di sana, dia mendudukkan Ami dengan perlahan.

"Bi, apa yang Ami dengar barusan gak salah?" lirih Ami dengan air mata yang mulai merembes membasahi pipinya.

"Ini salah 'kan? Bi, mas Daffin, bilang dia mencintai Ami dan menerima Ami apadaya," racaunya dengan suara bergetar.

"Tidak, mungkin saja dokter tadi salah 'kan, Bi. Pasti wanita itu hanya menumpang di mobil Mas Daffin dan dokter itu salah paham." Ami berusaha menyangkal apa yang menjadi ketakutan dalam hatinya. Sedangkan Tini tidak menyahutinya, dia hanya memeluk Ami, membenamkan kepala Ami di dadanya.

"Bi, tolong lihat, wanita itu. Siapa wanita itu," ucap Ami menghapus air matanya dan melepaskan dirinya dari pelukan Tini.

"Baik Non," jawab Tini dengan ragu. Jujur saja dia berharap apa yang menjadi ketakutanya tidak jadi kenyataan.

"Non tunggu di sini ya," ucap Tini mulai berdiri.

"Iya Bi," sahut Ami dengan anggukan samar, saat ini perasaannya tidak tenang. Dia berharap jika apa yang dokter katakan tadi salah, wanita itu tidak memiliki hubungan apa pun dengan tunangannya.

Namun, jika ternyata wanita itu benar-benar memiliki hubungan dengan Daffin apa yang akan dia lakukan nantinya, memikirkan hal itu membuat Ami memegang dadanya dengan erat.

Terpopuler

Comments

mamak"e wonk

mamak"e wonk

yg sabbar ami....

2022-04-14

1

TePe

TePe

mengandung bawang ya thorrrr ?

2022-04-09

1

Kinnong

Kinnong

kumpulin dulu ah ,,

2022-04-06

1

lihat semua
Episodes
1 Kabar Buruk.
2 Kenyataan Tak Terduga.
3 Menangis Dalam Diam.
4 Merelakan Meski Sakit.
5 Pernikahan.
6 Salah Paham.
7 Cemburu Buta.
8 Niat Jahat Zoya.
9 Penolong.
10 Drama Zoya.
11 Bertemu Kembali.
12 Terima Kasih.
13 Diijinkan Tinggal.
14 Kapan Nikah?
15 Nonton Bareng.
16 Cerita Ijah.
17 Denis Syok.
18 Masuk Rumah Sakit.
19 Mulai Ada Rasa yang Aneh.
20 Jatuh di Kamar Mandi.
21 Jangan Terlalu Baik.
22 Perhatian Fariz.
23 Ke kantor Polisi.
24 Jalan-jalan.
25 Tongkat Baru.
26 Cindy.
27 Bercerita.
28 Kenangan Buruk Ami
29 Memberikan Kenyamanan.
30 Berduaan Lebih Lama.
31 Jalan-jalan Lagi.
32 Takut.
33 Ketemu.
34 Kunjungan Alisha.
35 Bertemu Denis.
36 Adakah Kesempatan?
37 Tidak Sesuai dengan Hatinya
38 Ingin Pulang.
39 Serahkan Pada Takdir.
40 Pulang.
41 Dua Hati yang Saling Merindu
42 Keinginan Ami.
43 Kehidupan Baru Ami.
44 Kegiatan.
45 Teman Baru.
46 Menjaga Anak Zoya.
47 Setuju untuk Bertunangan.
48 Menemani Rayyan.
49 Rasa yang Familiar.
50 Pertemuan.
51 Kepikiran.
52 Berubah Pikiran.
53 Berkunjung ke Panti.
54 Pertemuan Tidak Terduga.
55 Diam-diam Memperhatikan.
56 Rasa yang Kuat.
57 Menahan Perasaan.
58 Salah Tingkah.
59 Jangan Terus Menyakiti Hatimu.
60 Memulai.
61 Pasangan.
62 Mas Pacar.
63 Kesal
64 Bab 64
65 Ke Luar Kota
66 Ingin Berbicara.
67 Percayalah.
68 Tak Sesuai Harapan
69 Desakkan Nevan dan Alish.
70 Kesedihan Fariz.
71 Hanyut Dalam Kesedihan.
72 Berpisah Kembali.
73 Bertemu Bima.
74 Tidak Baik-baik Saja.
75 Sikap Dingin Fariz.
76 Tatapan Penuh Rindu.
77 Kecelakaan.
78 Pergi Ke Rumah Sakit.
79 Bab 79
80 Bab 80.
81 Bab 81.
82 Bab 82.
83 Bab 83
84 Bab 84.
85 Bab 85.
86 Bab 86.
87 Bab 87
88 Bab 88
89 Bab 89.
90 Bab 90
91 Bab 91.
92 Bab 92.
93 Bab 93
94 Bab 94
95 Bab 95
96 Bab 96
97 Bab 97
98 Bab 98
99 Bab 99
100 Bab 100 (END)
Episodes

Updated 100 Episodes

1
Kabar Buruk.
2
Kenyataan Tak Terduga.
3
Menangis Dalam Diam.
4
Merelakan Meski Sakit.
5
Pernikahan.
6
Salah Paham.
7
Cemburu Buta.
8
Niat Jahat Zoya.
9
Penolong.
10
Drama Zoya.
11
Bertemu Kembali.
12
Terima Kasih.
13
Diijinkan Tinggal.
14
Kapan Nikah?
15
Nonton Bareng.
16
Cerita Ijah.
17
Denis Syok.
18
Masuk Rumah Sakit.
19
Mulai Ada Rasa yang Aneh.
20
Jatuh di Kamar Mandi.
21
Jangan Terlalu Baik.
22
Perhatian Fariz.
23
Ke kantor Polisi.
24
Jalan-jalan.
25
Tongkat Baru.
26
Cindy.
27
Bercerita.
28
Kenangan Buruk Ami
29
Memberikan Kenyamanan.
30
Berduaan Lebih Lama.
31
Jalan-jalan Lagi.
32
Takut.
33
Ketemu.
34
Kunjungan Alisha.
35
Bertemu Denis.
36
Adakah Kesempatan?
37
Tidak Sesuai dengan Hatinya
38
Ingin Pulang.
39
Serahkan Pada Takdir.
40
Pulang.
41
Dua Hati yang Saling Merindu
42
Keinginan Ami.
43
Kehidupan Baru Ami.
44
Kegiatan.
45
Teman Baru.
46
Menjaga Anak Zoya.
47
Setuju untuk Bertunangan.
48
Menemani Rayyan.
49
Rasa yang Familiar.
50
Pertemuan.
51
Kepikiran.
52
Berubah Pikiran.
53
Berkunjung ke Panti.
54
Pertemuan Tidak Terduga.
55
Diam-diam Memperhatikan.
56
Rasa yang Kuat.
57
Menahan Perasaan.
58
Salah Tingkah.
59
Jangan Terus Menyakiti Hatimu.
60
Memulai.
61
Pasangan.
62
Mas Pacar.
63
Kesal
64
Bab 64
65
Ke Luar Kota
66
Ingin Berbicara.
67
Percayalah.
68
Tak Sesuai Harapan
69
Desakkan Nevan dan Alish.
70
Kesedihan Fariz.
71
Hanyut Dalam Kesedihan.
72
Berpisah Kembali.
73
Bertemu Bima.
74
Tidak Baik-baik Saja.
75
Sikap Dingin Fariz.
76
Tatapan Penuh Rindu.
77
Kecelakaan.
78
Pergi Ke Rumah Sakit.
79
Bab 79
80
Bab 80.
81
Bab 81.
82
Bab 82.
83
Bab 83
84
Bab 84.
85
Bab 85.
86
Bab 86.
87
Bab 87
88
Bab 88
89
Bab 89.
90
Bab 90
91
Bab 91.
92
Bab 92.
93
Bab 93
94
Bab 94
95
Bab 95
96
Bab 96
97
Bab 97
98
Bab 98
99
Bab 99
100
Bab 100 (END)

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!