ROSES
Desa itu di jadikan destinasi Desa wisata oleh pemerintah kota, setiap hari libur banyak orang datang ke desa itu untuk melihat panorama alam yang indah, selain panorama juga ada beberapa bangunan kuno peninggalan pemerintah jajajahan Belanda yang masih kokoh berdiri. Dibangunan itu tersimpan barang barang peninggalan pemiliknya yang ditinggalkan begitu saja, dan masyarakat desa itu tak ada yang mau mengambilnya.
Diantara bangunan yang berjejer ada salah satu rumah yang tidak terawat, pemerintah daerah sudah menyuruh agar bangunan itu segera dibersihkan, tetapi tak ada satu orangpun yang berani membersihkannya dengan alasan ada penghuninya, itulah maka ilalang tumbuh dengan subur disekitar bangunan itu.
Di desa wisata itu juga ada areal untuk camping, biasanya yang berwisata anak anak sekolah atau keluarga.
" Yah, pengin ke Desa Wisata yang ada rumah rumah peninggalan Belanda," ujar Rendhi pada Bapaknya yang bekerja sebagai Guru Sejarah di SMA.
" Besok kalau libur panjang Ren," jawab Ayah Rendhi, Pak Ezra Zarif namanya seorang duda dengan anak satu baru klas 7 SMP, ibunya wafat sakit kanker.
" Tante Mirna juga pengin kesitu Yah," sahut Rendhi sepertinya dia pengin banget ke desa itu, karena Rendhi juga sama kaya Ayahnya suka melihat lihat bangunan tua, bahkan Pak Ezra beli rumah kuno juga yang sekarang ditempati, terus di renovasi jadi semakin antik.
" Kalau kesitu kita bisa camping dong Ren," kata Pak Ezra.
" Iya setuju, berarti kita bawa tenda," jawab Rendhi penuh semangat, Ayahnya mengangguk.
Hari yang ditunggu tunggu oleh Rendhi pun tiba, sejak kemaren Rendhi dan Ayahnya telah menyiapkan perlengkapan untuk camping, semua sudah dimasukan ke mobil, demikian keluarga tante Mirna juga sudah mempersiapkan perlengkapan, mereka membawa mobil sendiri sendiri.
Pagi ini mereka siap berangkat ke desa wisata yang jarak tempuh dari kotanya sekitar 3 jam.
" Siap berangkat," kata Pak Ezra dengan memberi aba aba ke mobil Mirna bersama suami dan 2 anaknya.
" Yah, udaranya sejuk, tidak seperti di kota kita panas," kata Rendhi setelah tiba di lokasi.
Orang orang Belanda jaman dulu lebih suka menetap di daerah yang suhu udaranya sejuk, ketimbang di daerah yang panas.
Rendhi dan Ayahnya juga keluarga Mirna sibuk mendirikan tenda setelah dapat ijin dari pengelola wisata di lokasi itu, fasilitas mck lengkap di lokasi yang agak dekat dengan taman untuk camping, disebelah tenda Pak Ezra berdiri tenda mahasiswi dari salah satu kampus terkenal dari jurusan Sejarah di kota Pak Ezra.
" Tan, sebelah tenda kita ganteng ya," kata Rindi yang lagi memperhatikan Pak Ezra dan Rendhi memasukkan pipa ke kain tenda.
" Rin, awas lho dia sudah beristri, pengin jadi pelakor yah," ledek Firda sambil tertawa.
" Ahh jangan sampai jadi pelakor," jawab Rindi sambil bahunya digerak gerakkan.
Mereka berlima tertawa tawa, membuat Pak Ezra melihatnya.
" Sepertinya lagi membahas aku tuh cewek cewek," gumannya.
" Tan, dia melirikmu," ledek Rindi ke Tania, Tania memang paling cantik diantara teman temannya itu, bahkan di kelas juga. Tania yang di goda teman temannya cuma mesem mesem.
" Kita bantu yuuk dia," ajak Farah, sambil mendekati Pak Ezra, dia memang paling berani, dan teman yang lain pada ngikut termasuk Tania.
" Boleh kami bantu Pak," pinta Farah sambil pegang tenda yang sudah mulai berdiri, Mirna yang lihat kakaknya di dekati cewek cewek pura pura batukan. Setelah selasai tenda Pak Ezra berdiri mereka mengenalkan diri.
" Farah, Tania, Rindi, Firda, Ela. "
" Ezra, dan ini anakku," kata Pak Ezra.
" Rendhi," anak Pak Ezra mengenalkan ke mereka berlima. Pak Ezrapun berterimakasih dengan bantuannya.
Sehabis Dzuhur yang pada baru selesai mendirikan tenda pada berfoto selfie di bangunan tua, tak luput juga berfoto foto di bangunan yang ditumbuhi ilalang.
Pemandu dari dinas pariwisata mendekati, para mahasiswi pada menanyakan tentang kepemilikan rumah tua itu.
" Belum bisa diketahui awal mula kepemilikan rumah rumah itu, paling cerita dari mulut ke mulut, yang belum tentu benar, kadang di bumbui dengan cerita cerita khayal, ini yang membuat kabur," terang pemandu dengan tersenyum.
" Kenapa rumah itu tidak dibersihkan Pak," tanya Farah dengan menunjuk rumah yang ditumbuhi ilalang.
" Tidak ada yang sanggup membersihkan, katanya ada makhluk yang nunggu," jawab pemandu.
" Bapak percaya dengan cerita itu," tanya Tania kalem, Pak Ezra melirik Tania dengan mengulum senyum di bibir, yang dilirik tersenyum simpul.
Kalau mau masuk ke rumah rumah tua di mulai jam 8 sampai jam 2 siang, jadi sekarang mareka yang baru selesai jadwalnya besok.
Malam hari pun tiba, layaknya pramuka disediakan tempat untuk api unggun, mereka yang camping juga pada bawa kayu bakar. Dan pada saat mereka datang meletakan kayu bakar yang lokasinya agak dekat dengan bangunan penuh ilalang, ada suara yang memanggil manggil, tapi yang lain sama sekali tidak mendengar panggilan itu.
" Ezra Tania Ezra Tania, kemari," orang yang memanggil mereka begitu jelas, seorang lelaki berhidung mancung dengan baju seperti orang Belanda pada jaman dulu. Mereka tanpa menyadari mengikuti di belakangnya, dibawa ke sebuah rumah Belanda bercat putih, halaman rumahnya dibuat taman dengan bunga bunga yang bermekaran, Ezra dan Tania yang tak bertegur sapa terpesona dengan bunga bunga yang bermekaran, tangan Tania memegang bunga mawar putih yang sangat harum baunya.
" Jangan dipegang bunga itu nanti rontok," kata tuan Belanda tadi, Tania seketika melepaskan tangannya.
" Maaf Tuan," kata Tania penuh penyesalan.
" Kamu tahu, bunga itu kesayangan kekasihku," kata Tuan Belanda.
" Dia akan menangis kalau bunga itu dipetik orang," lanjutnya.
" Maaf Tuan namanya siapa?" tanya Ezra, dengan berguman.
" Apa sekarang masih ada orang Belanda dengan baju seperti itu?"
" Namaku Peter, kekasihku gadis pribumi yang cantik kaya Tania, namanya Utari," jawab Tuan Peter.
Tania agak kikuk dibuatnya. Ezra yang sejak tadi tidak memperhatikan keberadaan Tania, akhirnya dia menengok gadis yang berdiri disebelahnya.
" Yaaah, Tania sangat cantik," guman Ezra.
" Ayo aku ajak kamu keliling pekarangan ini," ajak Tuan Peter. Mereka berdua menurut dengan berjalan dibelakang Tuan Peter. Kalau Tuan Peter berhenti merekapun menghentikan langkahnya, Tuan Peter setiap berhenti akan berbicara dengan dialek Belandanya.
" Ini taman disamping rumah," kata Tuan Peter, bunga mawar merah wangi semerbak menusuk hidung kedua orang itu.
" Kekasihku suka bunga ini juga, tapi lebih suka yang putih," kata Tuan Peter, seperti menahan kesedihan yang mendalam, sambil memandangi wajah Tania dengan tatapan sendu, Tania dan Ezra melihat kesedihan yang tersirah diwajah Tuan Peter menjadi iba, dan kedua orang itu mau menanyakan mengapa Tuan Peter sangat sedih kalau sudah menunjuk pada bunga mawar.
" Peter, siapa kedua orang itu?" suara itu terdengar dari dalam rumah dengan lampu benderang, terlihat dari kaca jendela besar seorang wanita Belanda dengan pakaian ala noni Belanda jaman dulu, wajahnya pucat seperti Peter juga pucat. Keduanya terkejut mendengar wanita itu.
" Itu Mamahku!" kata Peter ke Ezra dan Tania.
" Kenapa tidak diajak masuk Peter," kata Mamahnya Peter lembut.
" Tania, belum mau masuk Mah, dia suka bunga mawar kaya Utari," jawab Peter manja ke Mamahnya.
" Haaah, aku suka bunga mawar, sejak kapan aku suka bunga itu, aku enggak suka karena trauma pada duri batang pohon itu, saat kecil aku tertusuk duri mawar sampai durinya masuk ke daging lenganku, ini masih ada bekasnya," guman Tania dalam hati.
" Sudah ya, ini sebentar lagi mau hujan kamu pulang ke tenda," kata Peter menyuruh mereka pulang ke tenda, dan mereka berpikir di Indonesia lagi musim kemarau, kenapa mau hujan.
Sementara itu yang di tenda pada bingung, sudah larut malam Tania belum masuk ke tenda, demikian pula Rendhi sampai menangis karena bapaknya belum juga pulang ke tenda.
" Aku akan laporan ke satpam, Tania dan Ezra belum pulang," kata Farah berlari menuju pos penjagaan yang diikuti oleh suami Mirna.
" Pak, mau tanya," kata Farah dengan nafas terengah engah.
" Ada apa mba dan Pak?" jawab Pak Satpam bingung.
" Apa di buku ada nama Tania dan Ezra keluar?" tanya Farah deg deg jantungnya. Pak Satpam lihat buku ijin tamu camping sampai lama, dengan dahi dikerutkan.
" Mba, Pak tidak ada nama Tania dan Ezra untuk ijin keluar," jawab Pak Satpam. Farah kakinya gemeteran mendengarnya, dan Farah seperti tidak mampu berdiri akhirnya duduk di teras pos Satpam, sambil memanggil manggil Tania.
Sementara itu Rendhi menangis memanggil manggil bapaknya.
" Ayah ayah!" panggilnya memilukan, Tante Mirna mengajak Rendhi untuk masuk tendanya.
Semua orang pada keluar tenda, dengan lampu penerang dinyalakan semua, sambil mencari keberadaan Tania dan Ezra.
Tania terkejut saat bangun tidur tidak melihat temannya pada tidur, demikian Ezra, kaget juga karena Rendhi tak ada di sebelahnya saat bangun tidur, apalagi mendengar diluar ramai dengan lampu menyala sangat terang. Kedua orang itu keluar dari tenda.
" Ada apa ini?" kalimat itu yang pertama kali terucap dari mulutnya.
Akhirnya semua orang mendekati keduanya, terutama Rendhi memeluk Ayahnya.
" Ayah kemana saja Ayah pergi?" tangis Rendhi dengan memeluk Ayahnya.
" Nak, Ayah dari tadi tidur," jawab Pak Ezra bingung, demikian Tania ditanya teman ya bingung karena Tania tidur juga.
Kedua orang itu cerita saat pada berada di api unggun mereka ngantuk sekali, akhirnya masuk ke tenda tidur. Yang mendengar pada bengong, terutama Rendhi dan teman teman setenda dengan Tania, jelas jelas mereka tidak ada di tenda.
Akhirnya mereka berkesimpulan kalau keduanya kencan pacaran, dan keduanya berhasil menyelinap ke tenda tanpa ada orang yang tahu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments