Orang orang yang berkumpul di lokasi api unggun satu demi satu menuju tenda, ada yang ngobrol sampai menjelang dini hari terutama laki laki yang betah begadang, dan sebagian besar terlelap tidur dengan mimpi mimpi mereka.
" Koq panas sekali malam ini!" guman Ezra, keringat mengucur deras dari tubuhnya, diapun bangkit duduk diantara Rendhi dan adik adiknya.
" Mengapa ada yang panggil panggil namaku terus!" gumannya, udara panas semakin dirasakan oleh Ezra, akhirnya dia keluar tenda duduk di kursi seorang diri.
Tania juga merasakan sama seperti Ezra, panas sampai baju yang dipakainya basah oleh keringat, sehingga iapun keluar, dan melihat Ezra lagi duduk ia pun mendekat.
" Pak, di dalam tenda panas sekali," kata Tania agak malu, karena dia yang mendekat bukan Ezra.
" Iya, makanya aku keluar, nih lihat bajuku basah," jawab Ezra dengan menunjukkan baju yang basah karena keringat.
" Tapi aneh ya Pak, bukankah ini dipegunungan," lanjut Tania terheran heran, tiba tiba lampu padam semua, kedua orang tadi yang lagi berbincangpun diam sambil menunggu lampu hidup kembali masih berada di luar.
" Ezra!"
" Tania, ingat aku Peter," keduanya matanya memandang Peter.
" Ayo kerumahku, disini gelap, di lojiku lampunya nyala," kata Peter, keduanya melihat loji yang terang benderang lampunya, loji dari kejauhan terlihat sangat megah bangunannya, lojinya seperti di negeri dongeng. Tania dan Ezra mengikuti Peter dari belakang, keduanya saling menggenggam erat jari jemarinya, dan kali ini mereka disuruh masuk ke loji.
" Lojinya persis seperti di negeri dongeng," kata Ezra sambil tetap menggandeng erat tangan Tania. Peter mengajak memasuki ruangan demi ruangan, bahkan membuka kamarnya.
" Itu istriku Utari yang aku cintai," kata Peter, Utari yang sedang menidurkan bayinya tersenyum wajahnya pucat, terus menuju kamar Mamahnya ada Papahnya tergolek di kasur.
" Papahku sakit," lanjutnya, Mamahnya tersenyum wajahnya pucat juga
" Bi Tami dimana?" tanya Tania.
" Ayo aku tunjukkan," kata Peter selanjutnya, kamarnya ada di belakang, mereka menuruni tangga menuju kamar Bi Tami, dia sudah tidur.
" Bi Tami kalau siang tidak mau istirahat, kerja terus," ujar Peter.
Ezra dan Tania tidak pernah melepas gandengan tangannya menyusuri setiap ruangan loji itu yang berbeda dari ruangan loji yang lain, keduanya berpikir tentang Utari dan Bi Tami.
" Utari dan Bi Tami masih saudara?" tanya Ezra, tangannya menggengam jemari Tania semakin kuat kadang ia remas remas, Taniapun semakin mempererat genggamannya, atau mereka itu mulai diliputi rasa takut karena menyadari keberadaannya pada tempat yang sulit dimengerti dengan akal dan pikiran atau mereka telah menyadari saling membutuhkan satu sama lain dengan kata lain hati mereka mulai terbuka untuk saling mengisi, entahlah tidak bisa dimengerti semua ini. Sementara terdengar jawaban lirih dari mulut Peter.
" Utari putri Bi Tami satu satunya," kata Peter dengan memandang kelebat sosok tubuh yang besarnya sama dengan Peter menuju ke kamar Mamanya, tak terlihat wajahnya, yang mereka dengar berdua ribut dengan wanita yang ada didalam dengan bahasa yang tidak bisa dimengerti oleh keduanya, " mungkin itu bahasa Belanda?" pikir keduanya yang terus bergandengan tangan berjalan mengikuti Peter.
" Yaah, dia kakakku yang pernah ku ceritakan, namanya Joseph," jawab Peter ada kesedihan tergurat di wajahnya.
" Apakah dia sudah menikah?" tanya Ezra penuh selidik, tangannya mulai merengkuh bahu Tania karena dia merasa takut mendengar nama Joseph, Ezra perlu melindungi wanita disampingnya, dan ternyata Tania tak menolaknya disituasi seperti ini.
" Sudah, dia sudah menikah dengan Valencia," jawab Peter mulai gusar dengar suara ribut di kamar Mamanya.
" Kenapa dia?" tanya Tania wajahnya terlihat ketakutan sehingga dia menelungkupkan kepalanya di badan Ezra, dengan kedua tangannya dilingkarkan kepinggang Ezra, Ezra tanpa malu di lihat Peter yang tersenyum dingin, membalas Tania dengan memeluk erat tubuh rampingnya dan mengecup ecup ubun ubunnya, bau wangi mawar di taman samping loji yang bermekaran sampai memenuhi ruangan dimana mereka bendiri, semakin lama semakin menyengat baunya di hidung mereka.
" Dia selalu bertengkar dengan Mama," jawab Peter sedih.
" Masalah apa?" tanya Ezra hati hati dengan terus memeluk Tania, karena dia semakin takut.
" Dia mengajak Mama dan Papa pulang ke negeri Belanda," jawab Peter menunduk.
" Tapi Mama menolak karena aku tidak ingin pulang," lanjut Peter, butiran air jatuh ke lantai, yaah dia menangis.
" Kenapa Peter?" tanya Ezra mencium pipi Tania untuk sekedar menghangatkannya.
" Mama berat meninggalkanku," jawab Peter semakin sedih dengan kepala semakin ditundukkan. Dia tak mau berlarut larut dalam kesedihan, diajaklah Ezra dan Tania menaiki tangga, Ezrapun melepaskan pelukkan Tania, dengan tangan dilingkarkan ke pinggang Tania menaiki tangga satu demi satu menuju ruang atas, ternyata ruang perpustakaan, buku buku tertata rapih di rak rak buku, meja besar dengan kursi terbuat dari kayu jati ada di ruang ini, ruang berjendela besar terbuka, kedua orang itu menuju jendela dan mata memandang keluar jendela.
" Hmmm betul betul terawat lingkungan ini, berbagai macam pohon buah buahan ada di pekarangan dan disisi lain terdapat jendela besar lagi, taman bunga terutama mawar mendominasi taman itu dengan warna putih terbanyak dan juga merah, ada juga warna kombinasi putih dan pink, " guman Tania di hati.
" Bunga mawar kombinasi itu aku paling suka, istriku ikut merawat dengan baik mawar itu," cerita Peter tanpa ditanya, seolah Peter tahu isi hati keduanya. Dan Peter mengambil salah satu buku, sepertinya buku catatan dengan cover tebal, terus diserahkan pada Ezra.
" Untukmu?" kata Peter dengan menyodorkan buku itu ke Ezra dengan tangan gemetar dan pucat.
Sementara angin bertiup cukup kencang bau anyir terasa menyengat kehidung sampai ruang atas.
" Kamu jangan turun!" perintah Peter bergegas turun kebawah, terdengar suara orang berkelahi, dan tiba tiba diam, rumah semakin sunyi, hanya suara binatang malam yang terdengar di telinga keduanya, tetapi bau anyir semakin menyengat ke hidung keduanya, Tania ketakutan dan dipeluklah Ezra sangat kuat.
" Pak, aku takut, ada kejadian apa dibawah?" tanya Tania dengan bibir bergetar, dan Ezra menengadahkan kepala Tania dikecup halus bibirnya, Tania pun membalas kecupan nya, nafas keduanya naik turun tak beraturan dengan menahan gemuruh hatinya.
" Mas!" ucap Tania mengubah panggilannya dengan manja, Ezra semakin berani mengecup Tania.
" Mas, mana Peter?" ucap Tania selanjutnya dengan melepas dekapan. Mereka saling beradu mata.
" Aku telah jatuh cinta pada Tania?" gumannya didalam sana.
" Akankah Tania memiliki perasaan sama denganku?" guman selanjutnya.
" Mas, koq diam!" desak Tania, matanya menatap Ezra dengan pandangan penuh cinta.
" Emmm Mas Ezra ganteng juga," guman dalam hatinya, tidak tahan memandang wajah ganteng Ezra, Tania menelungkupkan wajahnya di ceruk lehernya, dan mengecupnya.
" Tan!" ucap Ezra dan keduanya melepaskan pelukan sambil tersenyum.
" Mas, ada tanda merah lho," kata Tania menunjuk tanda merah di dekat ceruk lehernya, yang sudah menyelesaikan S2nya bersama keempat temannya.
" Kamu juga," kata Ezra menunjuk ke leher Tania, mereka tertawa bersama di lantai atas ruang perpustakaan Peter.
Kedua orang itu mulai curiga dengan keberadaan Peter, dan mereka turun tangga sambil saling melingkarkan tangan kepinggang. Dan betapa terkejutnya melihat darah segar mengalir di lantai yang mereka injak, dengan bau anyir menusuk hidung, sehingga keduanya menutup hidung dengan tangannya, dan terlihatlah di ruang tengah empat mayat terkapar di lantai, keduanya begitu panik akhirnya membuka kamar Mamanya Peter, hampir pingsang Tania, Ezra berusaha menguatkan Tania untuk tetap tegar, dan dikamar itu terlihat dua mayat terkapar. Keduapun berusaha untuk mencari baby nya Peter saat keduanya datang lagi ditidurkan oleh ibunya tapi tidak ditemukan, akhirnya kedua orang itu menuju ke pintu untuk keluar minta pertolongan, tapi kakinya terasa lemas dan mulutnya terkunci, dengan hanya duduk di teras samping memandang taman dengan pandangan kosong. Ezra tangannya mencekeram buku pemberian Peter.
" De, inilah kenang kenangan terakhir Peter untuk kita!" kata Ezra sendu dengan peluh membasahi sekujur tubuhnya.
" Mas, kita cari pertolongan," desak Tania, peluhpun membasahi tubuhnya.
Mereka keluar dari loji itu menuju ke jalan di depannya. Dua penjaga malam yang lagi berkeliling menergogoki Ezra dan Tania keluar dari semak belukar.
" Don, ada orang keluar dari semak," kata Ratman kakinya gemetaran, lampu baterai mereka arahkan ke keduanya.
" Man, aku kemaren malam juga melihatnya keluar dari semak itu, semak itu sepertinya jalan untuk masuk ke loji," kata Dono panik, Ratman mengiyakan dengan raut wajah yang ketakutan juga. Kedua penjaga malam itu berusaha mengejar Ezra dan Tania, ternyata kalah cepat.
" Man, mereka jalannya bisa kaya angin, secepat itu tak terlihat," kata Dono sampai ngewel, hampir saja baterainya jatuh.
" Don, kita tutup rapat masalah ini, nanti pengunjung jadi pada takut," kata Ratman panjang. Donopun mengiyakan.
" Ayoo kita ke pos, sebisa mungkin kita tenang, anggap seolah tidak terjadi apa apa," tandas Dono, Ratman mengangguk. Kedua orang itu berusaha menata hati, menuju ke pos bergabung dengan satpam juga penjaga lain.
" Man, kamu kaya baru lihat makhluk lain," ucap Kardiono Satpam yang mendapat tugas malam.
" Ah apa iya?" sangkal Ratman dengan mengedipkan mata ke Dono. Dono tahu maksudnya.
" Di, kamu tahu kalau Ratman, penakut," jawab Dono.
" Betul, minggu lalu piket denganku ya ketakutan," sambung Sugeng.
" Keliling lewat loji itu wajahnya pucat pasi,"jawab Dono. Merekapun tertawa setelah ngeledek Ratman.
Sementara itu Ezra yang duduk diantara keluarganya yang lagi tidur mengingat ingat peristiwa yang baru terjadi. Dan paginya baik Ezra maupun Tania ditertawakan karena ada tanda merah di leher.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments
Tika77h
Yang ada di Loji 13 saja, yg hidup cuman paman Tardi, serta babynya Peter
2022-05-17
0
Senajudifa
seru ceritanya...lanjut thor...kutukan cinta selalu mampir
2022-05-17
1