NovelToon NovelToon

ROSES

Part 1 Camping

Desa itu di jadikan destinasi Desa wisata oleh pemerintah kota, setiap hari libur banyak orang datang ke desa itu untuk melihat panorama alam yang indah, selain panorama juga ada beberapa bangunan kuno peninggalan pemerintah jajajahan Belanda yang masih kokoh berdiri. Dibangunan itu tersimpan barang barang peninggalan pemiliknya yang ditinggalkan begitu saja, dan masyarakat desa itu tak ada yang mau mengambilnya.

Diantara bangunan yang berjejer ada salah satu rumah yang tidak terawat, pemerintah daerah sudah menyuruh agar bangunan itu segera dibersihkan, tetapi tak ada satu orangpun yang berani membersihkannya dengan alasan ada penghuninya, itulah maka ilalang tumbuh dengan subur disekitar bangunan itu.

Di desa wisata itu juga ada areal untuk camping, biasanya yang berwisata anak anak sekolah atau keluarga.

" Yah, pengin ke Desa Wisata yang ada rumah rumah peninggalan Belanda," ujar Rendhi pada Bapaknya yang bekerja sebagai Guru Sejarah di SMA.

" Besok kalau libur panjang Ren," jawab Ayah Rendhi, Pak Ezra Zarif namanya seorang duda dengan anak satu baru klas 7 SMP, ibunya wafat sakit kanker.

" Tante Mirna juga pengin kesitu Yah," sahut Rendhi sepertinya dia pengin banget ke desa itu, karena Rendhi juga sama kaya Ayahnya suka melihat lihat bangunan tua, bahkan Pak Ezra beli rumah kuno juga yang sekarang ditempati, terus di renovasi jadi semakin antik.

" Kalau kesitu kita bisa camping dong Ren," kata Pak Ezra.

" Iya setuju, berarti kita bawa tenda," jawab Rendhi penuh semangat, Ayahnya mengangguk.

Hari yang ditunggu tunggu oleh Rendhi pun tiba, sejak kemaren Rendhi dan Ayahnya telah menyiapkan perlengkapan untuk camping, semua sudah dimasukan ke mobil, demikian keluarga tante Mirna juga sudah mempersiapkan perlengkapan, mereka membawa mobil sendiri sendiri.

Pagi ini mereka siap berangkat ke desa wisata yang jarak tempuh dari kotanya sekitar 3 jam.

" Siap berangkat," kata Pak Ezra dengan memberi aba aba ke mobil Mirna bersama suami dan 2 anaknya.

" Yah, udaranya sejuk, tidak seperti di kota kita panas," kata Rendhi setelah tiba di lokasi.

Orang orang Belanda jaman dulu lebih suka menetap di daerah yang suhu udaranya sejuk, ketimbang di daerah yang panas.

Rendhi dan Ayahnya juga keluarga Mirna sibuk mendirikan tenda setelah dapat ijin dari pengelola wisata di lokasi itu, fasilitas mck lengkap di lokasi yang agak dekat dengan taman untuk camping, disebelah tenda Pak Ezra berdiri tenda mahasiswi dari salah satu kampus terkenal dari jurusan Sejarah di kota Pak Ezra.

" Tan, sebelah tenda kita ganteng ya," kata Rindi yang lagi memperhatikan Pak Ezra dan Rendhi memasukkan pipa ke kain tenda.

" Rin, awas lho dia sudah beristri, pengin jadi pelakor yah," ledek Firda sambil tertawa.

" Ahh jangan sampai jadi pelakor," jawab Rindi sambil bahunya digerak gerakkan.

Mereka berlima tertawa tawa, membuat Pak Ezra melihatnya.

" Sepertinya lagi membahas aku tuh cewek cewek," gumannya.

" Tan, dia melirikmu," ledek Rindi ke Tania, Tania memang paling cantik diantara teman temannya itu, bahkan di kelas juga. Tania yang di goda teman temannya cuma mesem mesem.

" Kita bantu yuuk dia," ajak Farah, sambil mendekati Pak Ezra, dia memang paling berani, dan teman yang lain pada ngikut termasuk Tania.

" Boleh kami bantu Pak," pinta Farah sambil pegang tenda yang sudah mulai berdiri, Mirna yang lihat kakaknya di dekati cewek cewek pura pura batukan. Setelah selasai tenda Pak Ezra berdiri mereka mengenalkan diri.

" Farah, Tania, Rindi, Firda, Ela. "

" Ezra, dan ini anakku," kata Pak Ezra.

" Rendhi," anak Pak Ezra mengenalkan ke mereka berlima. Pak Ezrapun berterimakasih dengan bantuannya.

Sehabis Dzuhur yang pada baru selesai mendirikan tenda pada berfoto selfie di bangunan tua, tak luput juga berfoto foto di bangunan yang ditumbuhi ilalang.

Pemandu dari dinas pariwisata mendekati, para mahasiswi pada menanyakan tentang kepemilikan rumah tua itu.

" Belum bisa diketahui awal mula kepemilikan rumah rumah itu, paling cerita dari mulut ke mulut, yang belum tentu benar, kadang di bumbui dengan cerita cerita khayal, ini yang membuat kabur," terang pemandu dengan tersenyum.

" Kenapa rumah itu tidak dibersihkan Pak," tanya Farah dengan menunjuk rumah yang ditumbuhi ilalang.

" Tidak ada yang sanggup membersihkan, katanya ada makhluk yang nunggu," jawab pemandu.

" Bapak percaya dengan cerita itu," tanya Tania kalem, Pak Ezra melirik Tania dengan mengulum senyum di bibir, yang dilirik tersenyum simpul.

Kalau mau masuk ke rumah rumah tua di mulai jam 8 sampai jam 2 siang, jadi sekarang mareka yang baru selesai jadwalnya besok.

Malam hari pun tiba, layaknya pramuka disediakan tempat untuk api unggun, mereka yang camping juga pada bawa kayu bakar. Dan pada saat mereka datang meletakan kayu bakar yang lokasinya agak dekat dengan bangunan penuh ilalang, ada suara yang memanggil manggil, tapi yang lain sama sekali tidak mendengar panggilan itu.

" Ezra Tania Ezra Tania, kemari," orang yang memanggil mereka begitu jelas, seorang lelaki berhidung mancung dengan baju seperti orang Belanda pada jaman dulu. Mereka tanpa menyadari mengikuti di belakangnya, dibawa ke sebuah rumah Belanda bercat putih, halaman rumahnya dibuat taman dengan bunga bunga yang bermekaran, Ezra dan Tania yang tak bertegur sapa terpesona dengan bunga bunga yang bermekaran, tangan Tania memegang bunga mawar putih yang sangat harum baunya.

" Jangan dipegang bunga itu nanti rontok," kata tuan Belanda tadi, Tania seketika melepaskan tangannya.

" Maaf Tuan," kata Tania penuh penyesalan.

" Kamu tahu, bunga itu kesayangan kekasihku," kata Tuan Belanda.

" Dia akan menangis kalau bunga itu dipetik orang," lanjutnya.

" Maaf Tuan namanya siapa?" tanya Ezra, dengan berguman.

" Apa sekarang masih ada orang Belanda dengan baju seperti itu?"

" Namaku Peter, kekasihku gadis pribumi yang cantik kaya Tania, namanya Utari," jawab Tuan Peter.

Tania agak kikuk dibuatnya. Ezra yang sejak tadi tidak memperhatikan keberadaan Tania, akhirnya dia menengok gadis yang berdiri disebelahnya.

" Yaaah, Tania sangat cantik," guman Ezra.

" Ayo aku ajak kamu keliling pekarangan ini," ajak Tuan Peter. Mereka berdua menurut dengan berjalan dibelakang Tuan Peter. Kalau Tuan Peter berhenti merekapun menghentikan langkahnya, Tuan Peter setiap berhenti akan berbicara dengan dialek Belandanya.

" Ini taman disamping rumah," kata Tuan Peter, bunga mawar merah wangi semerbak menusuk hidung kedua orang itu.

" Kekasihku suka bunga ini juga, tapi lebih suka yang putih," kata Tuan Peter, seperti menahan kesedihan yang mendalam, sambil memandangi wajah Tania dengan tatapan sendu, Tania dan Ezra melihat kesedihan yang tersirah diwajah Tuan Peter menjadi iba, dan kedua orang itu mau menanyakan mengapa Tuan Peter sangat sedih kalau sudah menunjuk pada bunga mawar.

" Peter, siapa kedua orang itu?" suara itu terdengar dari dalam rumah dengan lampu benderang, terlihat dari kaca jendela besar seorang wanita Belanda dengan pakaian ala noni Belanda jaman dulu, wajahnya pucat seperti Peter juga pucat. Keduanya terkejut mendengar wanita itu.

" Itu Mamahku!" kata Peter ke Ezra dan Tania.

" Kenapa tidak diajak masuk Peter," kata Mamahnya Peter lembut.

" Tania, belum mau masuk Mah, dia suka bunga mawar kaya Utari," jawab Peter manja ke Mamahnya.

" Haaah, aku suka bunga mawar, sejak kapan aku suka bunga itu, aku enggak suka karena trauma pada duri batang pohon itu, saat kecil aku tertusuk duri mawar sampai durinya masuk ke daging lenganku, ini masih ada bekasnya," guman Tania dalam hati.

" Sudah ya, ini sebentar lagi mau hujan kamu pulang ke tenda," kata Peter menyuruh mereka pulang ke tenda, dan mereka berpikir di Indonesia lagi musim kemarau, kenapa mau hujan.

Sementara itu yang di tenda pada bingung, sudah larut malam Tania belum masuk ke tenda, demikian pula Rendhi sampai menangis karena bapaknya belum juga pulang ke tenda.

" Aku akan laporan ke satpam, Tania dan Ezra belum pulang," kata Farah berlari menuju pos penjagaan yang diikuti oleh suami Mirna.

" Pak, mau tanya," kata Farah dengan nafas terengah engah.

" Ada apa mba dan Pak?" jawab Pak Satpam bingung.

" Apa di buku ada nama Tania dan Ezra keluar?" tanya Farah deg deg jantungnya. Pak Satpam lihat buku ijin tamu camping sampai lama, dengan dahi dikerutkan.

" Mba, Pak tidak ada nama Tania dan Ezra untuk ijin keluar," jawab Pak Satpam. Farah kakinya gemeteran mendengarnya, dan Farah seperti tidak mampu berdiri akhirnya duduk di teras pos Satpam, sambil memanggil manggil Tania.

Sementara itu Rendhi menangis memanggil manggil bapaknya.

" Ayah ayah!" panggilnya memilukan, Tante Mirna mengajak Rendhi untuk masuk tendanya.

Semua orang pada keluar tenda, dengan lampu penerang dinyalakan semua, sambil mencari keberadaan Tania dan Ezra.

Tania terkejut saat bangun tidur tidak melihat temannya pada tidur, demikian Ezra, kaget juga karena Rendhi tak ada di sebelahnya saat bangun tidur, apalagi mendengar diluar ramai dengan lampu menyala sangat terang. Kedua orang itu keluar dari tenda.

" Ada apa ini?" kalimat itu yang pertama kali terucap dari mulutnya.

Akhirnya semua orang mendekati keduanya, terutama Rendhi memeluk Ayahnya.

" Ayah kemana saja Ayah pergi?" tangis Rendhi dengan memeluk Ayahnya.

" Nak, Ayah dari tadi tidur," jawab Pak Ezra bingung, demikian Tania ditanya teman ya bingung karena Tania tidur juga.

Kedua orang itu cerita saat pada berada di api unggun mereka ngantuk sekali, akhirnya masuk ke tenda tidur. Yang mendengar pada bengong, terutama Rendhi dan teman teman setenda dengan Tania, jelas jelas mereka tidak ada di tenda.

Akhirnya mereka berkesimpulan kalau keduanya kencan pacaran, dan keduanya berhasil menyelinap ke tenda tanpa ada orang yang tahu.

Part 2 Dibawah Pohon

Penghuni tenda terlelap tidur, tak ada peristiwa apapun sampai waktu Sholat Shubuh, dan satu persatu mereka mulai bangun mengantri untuk mengambil air wudlu, demikian Tania dan Ezra mereka keluar mencari tempat wudlu bersama yang lain dengan tempat perempuan terpisah dari laki laki.

Para penghuni tenda memasak sendiri dengan membawa alat alat dapur, Ezra dapurnya satu dengan Mirna.

" Mas, tadi malam sebenarnya kemana?" tanya Mirna adik Ezra hati hati, takut kakaknya tersinggung, setelah menjadi duda Ezra mudah sekali tersinggung kalau membahas masalah wanita, Mirna tahu kalau kakaknya sangat mencintai Mba Vera istrinya, sehingga sejak Rendhi umur 6 tahun ditinggal ibunya, Ayah Rendhi belum berniat mencari pengganti istrinya.

" Aku tidur ditenda, koq pada tidak percaya sih," jawab Ezra sambil memasukkan nasi sama ayam goreng ke mulutnya.

" Sudah jangan dibahas, toh kalian pada tidak percaya kalau aku tidur," lanjutnya agak tinggi nadanya, sehingga suami Mirna melarang Mirna untuk menanyai kembali.

Sementara itu Tania juga di desak sama Farah.

" Tan, jujur saja, semalam kamu tidak pergi berdua sama duda di tenda sebelah kita," desak Farah penuh selidik, teman yang lain juga berusaha menelisik tubuh Tania.

" Coba Tan, lihat lehermu, atau buka bajumu," desak Rindhi, dan teman setenda memaksa membuka baju Tania, kalau kalau ada bekas tanda tanda merah. Tania berontak.

" Apa apa an sih?" protesnya yang akhirnya dia prasrah dengan yang dilakukan temannya.

" Tan, kalau kamu hamil yang aku cari pertama kali si duda itu," serang Farah penuh geram.

" Koq heboh banget ya, aku sendiri ya santai," jawab Farah slow sambil sarapan pagi pakai gurameh cabe hijau dan kerupuk. Setelah sarapan pagi penghuni tenda banyak yang keluar untuk olah raga pagi, ada yang senam, jalan jalan. Bagian informasi selalu menghimbau agar dompet, hp, jam, kamera atau barang berharga lain di bawa.

Tania dan teman teman nya jalan mengitari bangunan bangunan tua, saat berada di dekat bangunan tua yang masih berdiri kokoh tapi tak terurus jantungnya berdesir, seolah dia pernah berada di halaman rumah ini, cuma kapan? dia tak mampu mengingatnya.

" Tan, kenapa matamu terlihat aneh melihat bangunan itu?" tanya Farah menatap tajam wajah Tania yang langsung pucat juga.

Demikian juga Ezra yang berjalan dengan keluarganya, saat dekat dengan bangunan itu yang diingat lampu rumah itu terang benderang, dan jantungpun berdetak keras, bahkan telapak tangannya berkeringat dingin.

" Ayah, kenapa wajahnya pucat?" tanya Rendhi gelisah melihat Ayahnya berhenti terus memandangi rumah tua penuh ilalang.

Baik Tania maupun Ezra tak mampu menjawab pertanyaan yang ditujukan kepadanya, hanya diam seolah mulutnya terkunci dan memandang ke depan dengan pandangan kosong.

Sehabis olahraga semua pengunjung ngantri mandi, kamar mandi laki laki sendiri demikian perempuannya.

" Yah, hari ini apakah kita ke loji loji Belanda dulu?" tanya Rendhi, ditatapnya mata Ayahnya saat Rendhi bilang loji, mata Ayahnya merah.

" Ayah kenapa?" desak Rendhi sambil mengancing baju hemnya.

" Enggak apa apa Rend," jawab Ayahnya agak gelisah dan membetulkan hem yang dipakai anak dari wanita yang ia cintai.

" Ver, aku sulit mencari pengganti ibu untuk Rendhi," gumannya dalam hati, hatinya teriris mengingat Vera dengan penyakitnya, hampir 4 tahun Vera mengaduh kesakitan dengan penyakit yang dideritanya, setiap sakitnya kambuh hanya keputusasaan yang di dengar oleh Ezra.

" Ayah, jangan banyak melamun, nanti ada jin yang mengganggu," hibur Rendhi.

" Iya sayang Ayah lagi ingat ibumu Nak," jawab Ezra senyum.

" Sudah Yah, di doakan saja Ibu, biar diterima disisiNya," jawab Rendhi, mereka berdua mengamini bersama sama.

" Mas, sudah siap berangkat," kata Mirna sambil menggandeng kedua anaknya. Meraka sudah siap untuk menuju ke loji loji Belanda, yang letaknya sekitar 500 m dari tempat lokasi camping. Para pengunjung yang bermalam dengan membuat tenda ada yang keliling desa dulu, tapi ada yang menuju loji dulu.

Rombongan mahasiswi yang dipimpin Farah berkeliling desa, mereka menyusuri jalan jalan setapak di kanan kiri melewati rumah penduduk dengan model rumah adat, tidak ada model rumah modern, juga ladang dan sawah, untuk areal yang dijadikan kawasan desa wisata hanya separoh kelurahan, setiap jalan disuguhi kesenian daerah, juga jajanan dan hasil pertanian khas desa wisata, para pengunjung bertemu dengan penduduk yang menyambut mereka penuh keramahan, tak lupa pengunjung mengabadikan dengan kameranya.

" Tan, rombongan Pak Ezra masuk ke loji dulu," kata Farah saat mereka istirahat sambil berselfie di rumah adat yang lagi di renovasi, dan meminum air kelapa muda. Tania hanya mengangkat kedua bahunya.

" Mana ku tahu!" jawab Tania santai.

" Waoo ada kebun jeruk, kita masuk yuuk!" ajak Rindhi antusias, masuk membayar, dan boleh makan disitu, demikian ladang buah yang lain dan tidak boleh bawa tas besar.

Sementara itu rombongan Pak Ezra dengan keluarganya mendatangi setiap loji, sebenarnya ada 13 loji, tapi di dibuka cuma 12 loji, hampir setiap loji memiliki perabotan yang sama, kursi ruang tamu, sofa di ruang keluarga, bed pada setiap kamar, tungku di dapur ataupun perapian di ruang tengah yang lebih luas, setiap ruangan antara rumah satu dengan lainnya sama persis, bangunan terbuat dari batu bata merah berukuran besar.

Semua pengunjung bertanya pemilik rumah ini, dan mengapa di tinggalkan.

Pemandu hanya bisa menjelaskan kalau loji loji ini pada masa penjajahan itu semacam vila milik tuan tuan Belanda, yang tidak setiap hari ditempati, biasanya setiap setengah tahun baru datang.

Sepanjang Ezra berkeliling loji loji itu seperti ada orang yang membuntutinya. Ezra merasa pernah melihat orang itu, tapi tak dapat mengingatnya.

" Ayah, tangan Ayah dingin dan wajahnya juga pucat sekali," kata Rendhi menatap wajah bapaknya.

" Mas, duduk dulu, jangan dipaksakan berjalan," ujar Mirna prihatin melihat kakaknya.

Ezra duduk di bangku bangku di depan loji yang sengaja di sediakan untuk istirahat pengunjung ditemani oleh Rendhi.

" Ayah pengin minum apa?" tanya Rendhi, Ayahnya menggeleng.

" Yang dirasakan apa Yah?" desak Rendhi sambil memijit jari jari tangannya yang masih dingin, diapun menggeleng.

" Koq kaya ada orang yang mengawasi aku terus," guman Ezra lirih, tapi Rendhi mendengar guman Ayahnya.

" Mana Yah?" desak Rendhi.

" Aaa aa tidak Rend," kata Ayahnya tergagap, sambil melihat orang yang berdiri di bawah pohon.

" Dia berwajah Eropa, tapi disini pengunjung juga banyak orang Eropa," gumannya dalam hati, ditatapnya orang yang ada di bawah pohon yang tidak jauh dari Ezra dan Rendhi duduk, wajahnya memelas, seperti mau minta tolong padanya.

" Ezra!" panggil orang itu.

" Koq dia tahu namaku," gumannya.

" Mas, koq pucat sekali," kata Mirna mengagetkan Ezra, dan orang itu menghilang tiba tiba dari pandangan Ezra.

Ezra akhirnya di papah oleh suami Mirna sampai ke tenda terus supaya minum air putih, dan berbaring ditunggui oleh Rendhi dan suami Mirna serta anak anaknya.

Ezra tak juga mampu membuka mulut untuk sekedar cerita, mulutnya seperti terkunci, dan Ezrapun tertidur siang itu.

Rombongan Tania yang keliling desa belum juga pulang, hampir setiap wahana di desa itu di kunjungi, dari rumah rumah adat, hanya boleh di pekarangannya, tidak boleh masuk rumah karena berpenghuni, sawah yang lagi menguning, pengunjung pada berselfie dengan para petani, bahkan ada yang membuat video, masuk juga ke ladang, pengunjung ada yang ikut memanen dan menanam umbi umbian.

" Rind, gantian yang menfoto, ayoo foto sama kerbau," pinta Tania, wajahnya sangat ceria.

" Hati hati jangan dekat dekat, bisa menyeruduk lho Tan," Ela yang sejak kemaren diam sekarang buka suara. Di areal kayak lapangan ada 3 jenis binatang peliharaan, kambing, sapi dan kerbau. Banyak anak memberi makan binatang itu dengan membeli rumput.

" Sudah sore lho, jangan kemalamen kita melewati loji horor lho," canda Firda meringis, juga bulu kuduknya berdiri membayangkan vampire ada di loji itu.

" Jangan nakut nakutin Fir, kalau nanti malam kamu di datangi vampire tahu rasa," jawab Farah dengan menjulurkan lidah.Tania diam melihat candaan temannya, tapi dia antara ingat dan tidak tentang peristiwa tadi malam.

" Itu mimpi atau nyata ya, sepertinya mimpi, karena saat api unggun aku ngantuk banget dan aku ingat menuju ke tenda membaringkan tubuh," gumannya.

Mereka cepat cepat pulang menuju ke tenda dengan setengah berlari, nafas tersengal sengal tak mereka hiraukan.

" Sepertinya hanya rombongan kita saja yang belum menuju ke tenda," seru Farah dengan nafas terengah.

Lampu lampu sudah mulai menyala, Tania merasa aneh seperti ada yang mengikutinya, bulu kuduknya mulai berdiri.

" Kita lewat jalan yang salah," seru Firda agak ketakutan.

" Iya betul, dengan lewat jalan ini kita melewati loji seram itu," seru Ela merinding, mereka membayangkan seorang lelaki berbaju hitam seperti dalam film vampire mendekatinya, sehingga mereka lari terbirit birit, sementara Tania yang lari paling lamban seperti diikuti oleh pria berbaju putih ala tuan tuan Belanda tempo dulu, saat sampai di jalan dekat loji itu lampu mendadak padam, mereka berlima menjerit, dan terdengar oleh petugas wisata yang jaga malam, karena Ezra melaporkan kalau rombongan tenda sebelahnya belum sampai.

" Lampu jalan loji ini selalu mati, sudah sering diganti mati," guman dua petugas malam berbarengan sambil membawa baterai.

" Mba kenapa kamu pulang kemalaman, jalannya juga keliru?" kata petugas wisata.

" Kami tidak tahu Pak, sadar sadar sudah dekat jalan ini," kata Farah nafasnya memburu. Tania semakin diam setelah sampai di tenda, bayangan tuan Peter ada pada setiap langkahnya. Demikian Ezra yang sedang makan malam bersama dengan keluarganya di tenda Mirna, malam itu begitu jelas wajah Tuan Peter menyambanginya,

" Ezra!"

" Tania!"

Part 3 Mimpi yang sama

" Maaf De Haris, aku ngantuk sekali," kata Ezra ke suami Mirna, menuju ke tenda diikuti Rendhi. Pak Ezra dan Rendhi tidak ikut acara api unggun. Terjadi juga pada Tania yang sedang makan malam dengan membeli nasi bungkus karena tidak sempat masak.

" Aku ngantuk Rah," kata Tania tak berdaya matanya menahan kantuk yang amat sangat, sehingga langsung tertidur.

" El, kamu tak perlu ikut api unggun, tunggui Tania, ibunya berpesan kita jaga Tania karena dia sering tidur sambil berjalan," pesan Farah nyerocos ngomongnya sampai sulit dipotong.

" Ok, siap!" jawab Ela duduk disampingnya.

" Bener kamu jangan sampai ketiduran," ucap Firda meringis.

" Fir, jangan meringis, nakutin lho," protes Ela, karena ingat obrolan tadi siang tentang vampire.

Setelah mereka pada menuju lahan api unggun, suasana tenda sangat sepi, bulu kuduk Ela merinding diapun membaringkan tubuh disebelah Tania yang sudah bermimpi dan menutup seluruh tubuhnya dengan selimut, tangannya memeluk erat tubuh Tania.

Demikian pula tenda sebelah yang hanya dihuni oleh Pak Ezra dan Rendhi, Rendhi memandangi ayahnya yang terlelap tidur, mungkin ayahnya sudah mimpi.

" Sepi sekali malam ini, semua penghuni tenda berkumpul di lokasi api unggun," guman Rendhi yang tanpa disadari bulu kuduknya berdiri, keringat dingin membasahi tubuhnya. " Aneh, kenapa perasaanku enggak nyaman ya," gumannya, dia merogoh ponselnya yang ada disaku celana, berniat menghubungi Tante Mirna, tapi rasa kantuk mengalahkan segalanya. Seperti juga Ela, Rendhipun menutup seluruh tubuhnya dengan selimut dengan memeluk tubuh ayahnya erat, Ezrapun sama suka tidur sambil berjalan.

" Ezra!"

" Tania, kemarilah!" panggil tuan Peter yang lagi duduk sendiri di kursi taman halaman depan sambil memandang bunga mawar putih yang tak habis habisnya mekar. Kedua orang itu yang sedang berjalan berdua seperti sedang memadu kasih menghampiri tuan Peter.

" Kamu sahabatku yang baik Ezra dan Tania," kata tuan Peter setelah kedua orang itu mendekat dan duduk menghadap tuan Peter di kursi taman yang tertata rapi.

" Kamu mau minum kopi, teh atau sari buah jeruk," kata Peter, sambil panggil seorang wanita setengah baya menggunakan baju kebaya lurik, wanita pribumi tanpa poles, wanita ini terlihat cantik.

" Koq wajah wanita itu seperti ku kenal," guman Ezra di hati, dia menengok wanita disebelahnya, yaah menengok Tania.

" Emmm wajahnya mirip wanita yang ada disampingku, yaah mirip Tania."

" Bi Tami!" panggil tuan Peter, yang diipanggil mendekat dan membungkukkan badannya.

" Bi, jangan berlebihan membungkuknya, tolong buatkan minuman jeruk untuk kedua sahabatku ya, jeruk yang masih segar ya," perintah tuan Peter panjang. Berdua melihat Bi Tami memetik buah jeruk dipohon yang sedang berbuah bergantungan. Sejauh ini keduanya masih diam membisu.

" Ayo diminum, jangan diam saja," pinta Peter senyum dengan wajah pucat.

" Tuan selalu mengikuti aku tadi siang," kata Ezra, Taniapun berkata sama.

" Tadi siang, bukankah sekarang siang hari, itu matahari dibarat," guman Ezra.

" Iya, karena kamu berdua pengunjung yang paling ingin tahu tentangku," jawabnya terlihat bibirnya kaya tidak bergerak tapi suaranya terdengar jelas di kedua telinga mereka berdua.

" Bukankah semua pengunjung juga ingin tahu tentang loji ini," jawab Tania yang dari tadi hanya diam memperhatikan orang yang ada di ruang tamu. Tuan Peter tertawa menyeringai, Tania memperhatikan gigi gigi Tuan Peter.

" Aaah giginya tak bertaring," guman Tania yang membayangkan lelaki di depannya akan berubah menjadi vampire.

Mereka bertiga menikmati sajian yang disuguhkan oleh Bi Tami, yang ditambah dengan roti kering yang legit juga gurih rasanya seperti campuran milk dan keju nya pas di lidah.

" Mamahku pandai buat roti," kata Peter menunjuk nyonya Belanda yang sekarang duduk di kursi teras. Mereka berdua tahu roti ini buatan Mamahnya, sehingga tak perlu menanyakannya.

" Tuan sahabatku, bolehkah aku menanyakan keberadaan loji loji ini," tanya Ezra hati hati takut kalau Peter marah, karena Ezra membayangkan tuan Peter kaya Gubernur Jendral Daendels yang memaksa rakyat Jawa membuat jalan Anyer sampai Panarukan dengan melakukan kerja rodi.

" Boleh Ezra, kamu terlihat ketakutan padaku," jawabnya kalem.

" Kamu jangan membayangkan aku sekejam saudaraku," lanjutnya, wajahnya tertunduk terlihat menahan kesedihan mendalam.

" Saudara, siapa namanya tuan temanku?" desak Ezra dengan wajah serius ingin mendengar cerita selanjutnya, sementara Tania hanya sebagai pendengar saja, cuma matanya kadang memperhatikan apa saja yang ada di taman halaman depan.

" Dia bernama Joseph, yang tinggal di loji nomer 12," jawabnya sedih.

" Ohh, di loji itu tadi siang aku melihat anda di bawah pohon kenari," jawab Ezra.

" Tapi bukankah ini malam aku sadar betul tadi habis makan malam ketiduran, koq disini ada matahari," gumannya mulai merasa aneh, Ezra melihat Tania, dia tenang tak terlihat wajahnya penuh kegelisahan, tidak seperti dirinya.

" Ezra kenapa gelisah?" tanya Peter dingin dan pucat.

" Ti ti dak Peter," jawab Ezra terlihat gugup, Tania yang ada di sebelahnya mencoba memegang tangan Ezra.

" Pak Ezra, kita pulang yuuk, kita sudah lama disini, mengganggu istirahat tuan Peter," ajak Tania dengan memegang tangan Ezra yang dingin.

" Tidak mengganggu, aku senang berteman denganmu berdua," jawab Peter dengan kedua tangan diangkat didepan dadanya.

Sementara itu, Ela dan Rendhi bangun mereka melihat Tania tidak ada disampingnya dan Rendhi juga begitu, pengunjung yang berkumpul di lokasi api unggun juga sudah mulai bubar masuk ke tenda masing masing.

Petugas malam Desa Wisata yang berkeliling tenda terkejut dibuatnya, melihat dari kejauhan dua sejoli keluar dari semak semak depan loji nomer 13. Tapi mereka tak terlihat lagi karena petugas itu dikerumuni oleh pengunjung.

" Pak, betulkah bapak tadi melihat dua orang keluar dari rumput ilalang itu?" tanya pengunjung yang mengerumuni.

" Tidak, itu ternyata pengunjung yang baru ke kamar mandi," jawab petugas malam berbohong, letak kamar mandi searah jalan menuju loji.

Sementara yang diluar tenda lagi pada bingung, Rendhi yang menangis disuruh Tantenya masuk ke tenda, terus duduk di depan selimut yang membujur memanjang dan Rendhi dengan terisak membuka selimut itu.

" Ayah Ayah!" panggil Rendhi dengan memegangi tangan bapaknya, Ezra sedikit demi sedikit membuka matanya, dan bingung di buatnya.

" Aku dimana?" keluhnya, tubuhnya menggigil

" Ayah sakit?" tangis Rendhi pilu.

" Tidak Nak!"jawab Ezra, bangkit dari tidur memeluk anaknya yang disayangi.

" Mas, kamu perlu ke dokter, siapa tahu ada dokter yang bisa menyembuhkan penyakitmu," kata Mirna pelan sambil mengusap keringat kakaknya di dahi.

" Ayah, sering keluar dalam keadaan tidur," kata Rendhi sedih,

Ditenda sebelah juga terjadi kehebohan.

" Tania, Tania!" Panggil Farah membangunkan Tania yang menutupi dirinya dengan selimut.

Farah dan teman lain membuka selimut yang menutupi tubuh Tania, seluruh tubuh Tania diteliti kalau kalau ada yang luka, " hmmm enggak ada yang lecet sedikitpun," guman teman teman di tenda dalam hati.

" Tan, kamu membuat jantung berdebar," kata Ela, yang lainnya mengiyakan.

" Kamu dengan Pak Ezra dari loji 13 apa?" ceplos Farah kesal, karena sudah dua malam ini Farah dan Pak Ezra menghilang dan tahu tahu sudah ditenda.

" Jangan ngawur Rah," jawab Tania bingung, dia tak berani menceritakan tentang mimpinya, iya Tania menganggap bertamu ke rumah Peter itu mimpi. Tapi mimpi berjalan bersama Pak Ezra.

" Tan, ngelamun," ucap Firda meringis dengan memperlihatkan gigi taringnya yang gingsul.

" Fir, jangan meringis gigi taringmu nakutin, jadi bayangin vampire," seru Rindhi dengan kedua telapak tangannya menutup muka.

" Sudah tidur, Tania di tengah tidurnya," ucap Farah berbaring, tubuhnya ditutup selimut.

Ezra ditenda sebelah tidak bisa tertidur lagi, lamunannya pada Peter, juga penghuni loji yang ia dan Tania datangi.

" Yaa aku pergi bersama Tania, bahkan dia sempat pegang tanganku," guman Ezra sambil pegang tangannya yang masih merasakan halusnya remasan tangan Tania, dia berbaring ditenda ditemani keluarga Mirna, matanya menerawang langit langit tenda dengan tangan diangkat keatas kepalanya, nafasnya ia tarik perlahan untuk memastikan tadi kebersamaannya dengan Tania hanya sebuah mimpi, tapi mengapa sudah dua malam selalu mimpi pergi ketemu Peter bersama Tania.

" Apakah aku hidup dalam dua dimensi?" pikirnya, Ezra sulit juga menemukan jawaban ini sampai matanya tak mampu untuk tidur kembali, dan hanya bisa membolak balikan tubuhnya ke kanan, kiri dan tengkuran, sampai pagi rasa gelisah tak kunjung usai.

" Mas, kamu terlihat gelisah," sapa Haris lirih, saat Ezra duduk di dalam tenda, Haris ikut duduk.

" Apa lagi jatuh cinta?" bisiknya lirih ditelinga Ezra sambil tersenyum.

" Enggak tahu Ris, tak ada sebab hatiku galau," kata Ezra, dengan sesama lelaki Ezra tentu lebih terbuka.

" Tadi, penjaga malam sini melihatmu dengan Tania," ucap Haris seperti ngeledek, sehingga ditanggapi dengan tertawa.

Taniapun ditenda sebelah tak bisa memejamkan mata kembali, iapun teringat saat tangannya ******* ***** tangan Pak Ezra.

" Mengapa aku yang meremas duluan bukan dia, uhh semoga ini mimpi, kalau betulan, mukaku diletakan dimana?" guman Tania dengan menenggelam wajah ke batal.

" Tan, ini sudah Shubuh, kamu enggak tidur koh," ucap Farah sambil menguap, ia merasa kurang tidur selama dua malam ini dengan peristiwa hilangnya Tania yang bagaikan misteri yang sulit dipecahkan.

Bahkan Tania dan Ezra sulit juga memecahkan misteri ini.

Adzan terdengar di Mushola yang ada di lokasi ini, semua bergegas untuk berwudlu, karena tempat Wudlu tidak mencukupi, banyak yang menggunakan fasilitas kran untuk keperluan memasak yang ada di dekat tenda tenda.

" Pagi ini kita hanya bikin nasi goreng saja," kata Ela yang dapat tugas masak.

Sebelum jam 8 pengunjung berjalan mengitari lokasi camping.

Tania dan Ezra saling menatap saat bertemu keluar dari tenda.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!