OPEN MARRIAGE
Seragam SMA lusuh penuh coretan. Aroma cat semprot menyesakkan pernafasan.
Anak anak kelas tiga SMA Favorit sedang merayakan kelulusan.
Diantaranya, ada seorang siswi yang termenung. Dia duduk menghadap jendela kelas dari kaca. Dia sedang bersedih.
"Dimana anak bodoh itu?" Dinda kesal menunggu Billy yang belum juga datang. Padahal dia sudah berjanji, akan menjadi yang pertama menandatangani kemeja sekolah Dinda.
Billy anak pindahan dari sekolah lain saat mereka masih kelas satu, sejak itu Dinda jatuh hati pada pemuda itu.
Tak disangka cintanya berbalas. Dia akhirnya berpacaran dengan Billy, ketika mereka sudah duduk dibangku kelas dua SMA sampai sekarang.
"Kamu tidak mencoret bajumu? Kenapa? Mau donasi?" kata Mita menggoda Dinda yang hanya bengong melihatnya mengambil tempat duduk tepat didepannya.
"Aah... Kamu ini. Aku menunggu Billy!" wajah Dinda masam.
"Ciee... cieee, emang cuma dia yang bisa, yang lain ni, nggak ada yang tau caranya mencoret baju!" goda Mita lagi.
"Aah kamu, cerewet amat!" jawab Dinda judes.
Mita yang sudah tahu sifat sahabatnya itu, hanya tertawa.
"Awas orang ganteng mau lewat!" suara Billy menggema diruang kelas.
Billy bule, begitu biasa dia dipanggil. Pemuda blasteran, dengan orang tua campuran, ayah Australia dan ibu Manado, Billy memiliki tubuh tinggi, kulitnya putih bersih dan berwajah tampan.
Pemuda itu menjadi salah satu diantara siswa populer di sekolah.
Dinda langsung menoleh kearah pintu. Ketika dilihatnya Billy melangkah masuk, Dinda langsung berdiri tapi dia tidak mau mendatangi Billy.
Dia yang harus mendatangiku, pikir ego Dinda.
Billy celingak-celinguk mencari sesuatu. Matanya melihat Dinda yang berdiri di pojok belakang kelas. Pemuda itu melangkahkan kakinya kearah Dinda.
Sambil tersenyum, Billy berkata, "Maaf, aku telat! Tadi Mama minta aku mengantarnya ke supermarket,"
Pemuda itu menyentuh kepala Dinda. Gadis itu langsung luluh, namun tetap mempertahankan raut wajahnya yang masam.
"Kenapa chat ku gak dibalas? Mestinya 'kan kamu kasih tahu aku," kata Dinda gemas. Memang dia kesal dengan Billy, tapi kalau sudah berhadapan seperti itu, rasanya gadis itu tidak sanggup marah padanya.
"Sini!" Billy tidak menanggapi perkataan Dinda, melainkan langsung menarik pelan bahu gadis itu. Dia lalu mulai mencoret-coret bagian belakang kemeja Dinda.
Dinda hanya bisa menurut.
Pakaian seragam mereka semua sudah berwarna warni.
Para siswa lalu keluar dari ruang kelas dan berkumpul di lapangan basket.
Tidak kalah heboh, disitu sudah dimulai acara yang disiapkan panitia kelulusan.
Para siswa berkumpul disana, mulai dari kelas satu sampai kelas tiga.
Anak-anak kelas tiga yang merayakan kelulusan turun ke lapangan, sedangkan adik-adik kelas, duduk di tribun.
Acara berlangsung meriah, sampai hari menjelang sore.
"Kita ngumpul di cafe nanti malam ya?!" kata Billy.
"Okey!" jawab Dinda dan Mita serempak.
Mereka lalu menikmati acaranya sampai kelar, sebelum akhirnya mereka pulang kerumah masing-masing.
Malam itu, Billy sudah duduk di salah satu sudut cafe, yang biasanya dia dan teman-temannya datangi.
Cafe dengan live music, disitu menyediakan berbagai macam minuman, dan camilan.
Billy sudah memesan empat gelas kopi racikkan, dengan semangkuk cemilan. Dia mengunyah cemilan, sambil menunggu teman-temannya datang.
Tak lama, Dinda dan Mita tiba berbarengan.
"Woooyyy! Sudah pada makan aja, ngak nunggu kita nih!" Kata Mita setengah berteriak.
"Aku baru pesan satu," kata Billy menunjuk mangkuk cemilan didepannya,
"Kalian pesan aja lagi sendiri ya?!" lanjutnya.
Mita bergegas ke meja bartender. Sedangkan Dinda duduk bersebelahan dengan Billy.
"Mana Dovi?" Billy bertanya sambil matanya melihat kearah jalan, mencari keberadaan Dovi temannya, yang juga menjadi pacar Mita.
"Pacarnya aja nggak tau, apalagi aku..." kata Dinda enteng, sambil menyeruput minuman disalah satu gelas, yang sudah tersedia diatas meja.
Billy mencubit gemas pipi Dinda. Gadis itu mengeluh kesakitan. Tapi Billy hanya tertawa, meskipun pahanya mendapat balas cubitan dari Dinda.
Mita kembali ke meja. Tangannya sibuk mengutak atik layar ponselnya.
"Mana pesananku?" tanya Dinda.
Mita mengangkat wajahnya,
"Hah? Oh, sebentar nanti dibawakan mereka kesini!" Jawab Mita sekedarnya, pikirannya sibuk dengan chat yang masuk di handphonenya.
"Ada apa?" tanya Billy.
"Ini... Kata Dovi dia bertengkar lagi dengan papanya. Tapi dia sudah dijalan kesini," kata Mita. Tersirat rasa khawatir di wajah gadis itu.
Mita orang yang ceria, namun kalau Dovi sedang ada masalah, maka sikap gadis itu akan berubah seratus delapan puluh derajat.
Mita sudah mengenal Dovi sejak mereka masih di sekolah dasar, mereka lalu berpacaran saat mereka masih SMP. Ketika Dovi bermasalah, Mita ikut merasakannya. Begitupun sebaliknya.
Mereka bertiga terdiam beberapa saat. Mengingat Dovi yang memang sering bertengkar dengan Papanya. Papa Dovi suka mabuk mabukkan setelah bercerai dengan Mamanya Dovi.
Mama Dovi sudah menikah lagi, dan pindah bersama adik perempuan Dovi, ke negara asalnya Australia. Sedangkan Dovi memilih tinggal, karena masih tidak tega meninggalkan Papanya sendirian.
Dan diantara semua itu, alasan terbesar Dovi, yaitu dia tidak ingin berpisah dengan Mita.
Dovi ingin menyelesaikan SMA, agar saat akan kuliah, Mita bisa ikut dengannya ke Australia.
***
Mereka makan dan minum, tanpa bicara apa-apa dalam beberapa menit selanjutnya. Mereka semua, larut dalam pikiran mereka masing-masing.
Tiba-tiba ponsel Mita berbunyi. Ada panggilan masuk dari Dovi.
"Halo...! Dov!" sapa Mita.
"Halo! Anda kenal dengan pemilik handphone ini? Nomor anda ada dipanggilan cepat," terdengar suara dari seberang.
"Iya! Siapa ini?" kata Mita. Tangan Gadis itu gemetar.
Mita mulai menangis histeris. Billy dan Dinda kebingungan melihat Mita.
"Kenapa, Mit?" tanya Dinda.
"Dov- Dovi kecelakaan"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments
Salanti Nayla
kubc dl ya
2022-09-14
0