Di sudut sebuah kafe, duduk seorang perempuan yang menatap ke arah luar jendela, sambil menyesap kopi yang ia pegang gelasnya.
Hampir satu bulan sudah kepergian sang ibunda yang meninggalkan Nayla pada kesepian panjang setiap malamnya.
Matanya kembali berair saat mengingat bahwa ia telah mengecewakan ibunya, belum sempurna menjadi anak yang baik, telah membuat malu keluarga atas kelakuannya sebagai gadis yang penuh noda.
Satu bulan juga Nayla telah gagal menjadi calon orang tua, keguguran bersamaan perginya sang ibunda.
Janin yang tidak berdosa, janin yang hanya berusia 7 minggu sempat singgah dalam perutnya yang rata oleh langkah Nayla dan Vano yang telah salah, berani berbuat tapi sungguh tidak bertanggung jawab.
Beruntung kejadian bulan lalu hanya diketahui oleh Lia saja, hingga ia masih bisa menyembunyikan rasa malu dari teman-teman kampusnya saat ini.
Nayla tersadar pula hubungannya dengan Vano benar-benar telah berakhir.
Rintik hujan mulai kasar, sebuah panggilan masuk lewat ponselnya.
Sebuah panggilan dari Lia yang menanyakan keberadaan Nayla, ia tersenyum gadis baik seperti sahabatnya ini sungguh tidak meninggalkan Nayla dalam keadaan apapun.
Sampai pada Nayla melambai tangan pada Lia yang baru masuk pintu kafe, ia dan Lia saling melempar senyum lalu berpelukan saat bertemu.
Belum juga duduk kembali ke kursi yang menjadi tempat favoritnya menyendiri selama satu bulan ini, ponselnya kembali berdering.
Sebuah panggilan adik dari kakak iparnya Dewi.
"Hallo Santi," sapa Nayla seraya mempersilahkan Lia duduk melalui isyarat tangannya.
Terdengar sebuah tangis dari seberang telepon.
"Santi ada apa? Jangan membuatku cemas."
Dengan terbata Santi adiknya Dewi menjelaskan sesuatu pada Nayla lewat telepon yang sedang berlangsung.
Sesuatu yang mampu membuat Nayla terasa ingin mati berdiri.
"Nay...." Panggil Lia yang menangkap raut aneh dari Nayla saat ini.
"Santi jangan bercanda," sahut Nayla pada Santi, gadis ini sudah pula berlinang airmata, tangannya tampak gemetar memegang ponselnya yang segera jatuh.
"Nayla ada apa?" Tanya Lia mulai cemas, ia berdiri lagi menghampiri Nayla yang tampak terpukul.
"Nay, jawab aku jangan membuatku takut. Ada apa Nay?" Desak Lia lagi yang mendekat ke arah Nayla.
"Kak Juna, kak Juna. Kakak ku Lia....."
"Ada apa dengan kak Juna?"
"Dia dia dia, kak Juna di rumah sakit Lia. Kakak ku meninggal...." Jawab Nayla terbata dengan dada yang tersengal-sengal dan suara yang sulit untuk keluar dan telah jatuh luruh ke lantai sebelum Lia mencapai tubuhnya.
Nayla pingsan seketika.
Tangis pilu tanpa suara, tampak Nayla memeluk jenazah kakaknya yang menjadi korban kecelakaan, tampak pula di sebelahnya juga terdapat jenazah kakak iparnya Dewi.
Dewi dan Juna menjadi korban kecelakaan tunggal dalam perjalanan menuju pulang ke rumah, jalanan lengang membuat kecepatan mengemudi menjadi lebih tinggi dari biasanya.
Belum diketahui penyebab kecelakaan, hingga kini dua jenazah suami istri itu terbujur kaku dengan beberapa luka di tubuh mereka.
Sama seperti pelayat yang hadir, semua menangis terlebih saat keempat anak pasangan itu sedang meratapi kepergian kedua orang tua mereka.
Nayla hanya diam sejak tadi, airmata pun terasa sudah kering karena terlalu banyak menangis sejak kembalinya jenazah ke rumah duka.
Lia mendampingi Nayla hingga ke pemakaman, gadis ini sungguh merasa ujian hidup Nayla begitu berat, mungkin jika Lia yang mengalami hal seperti ini bisa saja ia tidak akan sanggup berdiri.
Nayla diam seribu bahasa, ia bahkan tidak tahu ingin berkata apa setelah semua yang terjadi.
Selain Juna siapa lagi yang akan peduli padanya setelah ini, benar-benar terasa seperti sebatang kara bagi Nayla.
"Nay....."
Nayla menoleh pada Lia yang menghampirinya ke dalam kamar keponakan Nayla yang bungsu.
Tampak Nayla sedang meniduri Zaza anak bungsu kakaknya. Ia peluk erat gadis kecil berumur dua tahun yang belum mengerti apa-apa itu.
"Lia, apa kau ingin pulang? Ini sudah malam, terimakasih banyak kau tidak meninggalkan ku hari ini," ucap Nayla dengan suara parau.
Lia mengangguk seraya mengusap punggung temannya itu, "Iya, aku akan pulang dulu. Besok aku akan kembali kemari, jadi tenanglah..... Kau harus istirahat Nay, jangan pula kau sampai sakit. Kita akan ujian semester minggu depan."
Nayla hanya mengangguk saja, ia bahkan tidak bisa berkata-kata lebih banyak lagi pada Lia atas semua musibah yang menimpa keluarganya satu persatu.
Lia pamit, Nayla kembali pada keheningan dalam suasana kamar Zaza yang penuh dengan mainan dan koleksi boneka.
Ditatapnya raut wajah mungil yang sedang terlelap, bukan hanya Zaza tapi ada tiga kakaknya yang lain yang telah kehilangan ayah dan ibunya sekaligus.
Menjadi yatim piatu di umur yang masih sangat membutuhkan kasih sayang orangtuanya, Nayla menjadi lebih pilu lagi hatinya saat mengingat semua kebersamaan keluarga itu yang terasa sangatlah singkat.
Dadanya begitu nyeri saat Zaza terbangun karena ingin susu seraya memanggil mamanya seperti malam-malam sebelumnya.
Segera Nayla memberikan botol susu yang telah ia siapkan pada Zaza yang masih setengah sadar hingga gadis mungil itu kembali tidur.
Di luar rumah, Lia bertemu seseorang yang baru akan masuk.
"Mas Ariq?"
"Hai Lia, kau disini juga?" Tanya Ariq terkejut melihat adik dari istri adiknya Aziz.
"Aku berteman dengan adik almarhum kak Juna, dia teman kuliahku."
"Lalu mas Ariq?"
Ariq mengangguk mengerti, "Aku temannya Juna, baru sempat kemari karena baru dapat kabar. Baiklah Lia ini sudah malam tidak bagus wanita mengemudi seorang diri, pulanglah. Aku akan bertemu keluarga almarhum."
"Baiklah, aku pulang dulu mas Ariq."
Mereka mengakhiri pertemuan singkat itu hingga Ariq melihat mobil Lia menjauh dari halaman rumah duka.
Pria ini meneruskan niatnya untuk bertemu keluarga dan anak-anak dari teman lamanya Juna untuk menyampaikan bela sungkawa darinya meski acara tahlilan sudah selesai namun rumah duka tetap ramai hingga larut.
Dalam kamar Nayla bahkan tidak bisa tidur, ia sibuk meratapi kepergian ibu dan kakaknya yang tidak lama berselang berpulang ke pangkuan sang Ilahi dalam jarak waktu hanya sebulan saja.
Setelah tujuh hari kepergian kakaknya, Nayla kembali ke rumah kontrakan yang ia tinggali bersama ibunya selama ini.
Setidaknya ia lega empat keponakannya diasuh oleh keluarga Dewi yang cukup berada dan jauh dari kata kekurangan.
Nayla kembali pada kesendirian, dalam kamar yang sepi dengan cahaya yang minim membuat pikirannya menjadi kemana-mana, ada rasa bersalah karena belum mampu memberikan yang terbaik saat ibu dan kakaknya masih hidup.
Putus ada menghadapi masa depan yang mungkin tidak akan secerah dulu, kakaknya telah meninggal bagaimana dengan kuliahnya? Bagaimana dengan biaya kuliah dan hidupnya setelah ini.
Belum lagi statusnya sebagai seorang wanita yang sudah tidak gadis lagi, apa masih ada lelaki yang akan menerimanya nanti.
Terdengar pula kabar Vano akan menikah esok hari.
Semua bayang ilusi tentang mereka beterbangan memenuhi kamar dan otaknya saat ini.
Hampa, Nayla merasa hidupnya sudah tidak berarti lagi. Ia tidak mampu mengubah keadaan, ia juga tidak sanggup menerima ujian seberat ini dalam waktu bersamaan.
Timbullah bisikan-bisikan halusinasi yang mulai memenuhi otaknya saat ini, pikiran-pikiran negatif dan singkat tentang semua yang terjadi.
Ia tidak menyalahkan Tuhan, Nayla menyalahkan dirinya sendiri yang mau dibodohi lelaki hingga hamil yang membuat ibunya terpukul dan meninggal saat itu.
Karena lelaki bernama Vano yang membuat perempuan bernama Annisa datang dan menyebabkan cekcok mulut yang berakhir dengan keguguran, hingga janinnya yang tidak bersalah ikut menjadi korban.
Sekarang kakak satu-satunya pun ikut meninggalkan Nayla untuk selamanya, kakak iparnya yang baik hati pun telah berpulang juga.
Lalu kemana arah hidup Nayla setelah semua ini, memikirkan juga kontrakan rumah yang akan segera berakhir bulan depan.
Ujian semester yang akan dilaksanakan esok hari, setelah ujian tentu akan sibuk biaya perkuliahan untuk semester berikutnya.
Kemana Nayla akan mengadu jika seperti ini. Gadis ini frustasi, stress berat hingga hanya mengurung diri dalam kamar tidak makan dan tidak minum sudah dua hari, ia mengabaikan semua panggilan masuk dari Lia, mengabaikan ujian semester yang telah ia lewati dua hari, melewati semua hal yang normal.
Nayla terpuruk seorang diri. Poor Nayla.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 151 Episodes
Comments
Marina Tarigan
miris kali nasipmu Naila tumpanganmupun tdk adalagi jangan putus asa dek Tuhan masih ada yg mendegar dan sengsaramu sekarang percayalah
2025-03-28
0
🍭ͪ ͩIr⍺ Mυɳҽҽყ☪️ՇɧeeՐՏ🍻𝐙⃝🦜
ya ampun tega banget thor... ujian bertubi-tubi menghampiri hidup Nayla
2022-06-09
2
Dwisya12Aurizra
berat banget cobaan yg menimpa nay, thor🥺🥺
2022-04-07
0