Obsesi

Obsesi

Awal Pertemuan Kita

Namaku Kinara Malik Khan. Benar sekali kalau kalian menebak aku memiliki darah India, karena aku memang memilikinya. Bahkan mungkin, orang yang belum tahu namaku sudah bisa menebaknya. Hidung mancung dan mata lebar khas orang India yang kumiliki sudah menjelaskannya. Sedangkan kulit putih langsat cenderung cokelat berasal dari ibuku yang keturunan Jawa.

Ayahku seorang pelancong dari India. Lebih tepatnya dari Gujarat. Yang sekolah di Madrasah pasti sudah mengenal kota ini, kan? Yup, salah satu kota yang menjadi teori masuknya islam ke Indonesia.

Omong-omong soal India, aku sama sekali gak bisa berbahasa India. Jangan heran! Meski aku keturunan negara Hindustan itu, aku terlahir di Indonesia. Bahkan tak pernah sekedar menginjakkan kaki di sana. Jauh sebelum Ayah beranjak dewasa--masih anak-anak--beliau sudah hijrah ke Indonesia bersama orang tuanya. Berkerja dan menetap di sini. Di tanah air tercinta ini. Hingga saat ini.

Saat ini, aku sudah duduk di bangku kelas sebelas. Aku begitu menikmati masa-masa ini. Aku termasuk anak yang pandai bergaul. Tak heran karena itu, aku memiliki banyak teman di sekolah. Selama mereka tak tahu tentang kemampuanku. Aku....."aneh" menurut mereka.

Ya! Aku aneh.

Aku bukan manusia normal.

Aku bisa melihat hal yang tak bisa dilihat oleh kebanyakan orang.

Hey! Jangan heran. Aku memang bisa melihat hal-hal seperti itu. Bahkan, kata mereka aku terkenal di dunia mereka. Wow! Serasa jadi artis kan aku?

Mereka memanggilku "Indigo". Kalian pikir aku bangga dengan kemampuanku? Tentu saja TIDAK.

Aku menderita. Benar-benar menderita. Berulang kali aku berusaha melenyapkan kemampuanku--ruqyah maksudku, heyy!! Aku masih punya iman untuk tidak pergi ke dukun--tapi semua kembali seperti semula dalam waktu 2x24 jam. Haha....macam harus buat laporan atas kasus orang hilang ke polisi, kan? Sebenarnya, aku lelah juga takut bila melihat mereka. Tapi aku bisa apa? Toh bukan satu dua hari aku baru melihat semuanya.

Enam tahun. Semuanya sudah berjalan sejak enam tahun lalu. Tepatnya, saat umurku baru menginjak sepuluh tahun setelah aku terbangun dari tidur panjangku.

👻👻👻👻👻

Kinar kecil merintih kesakitan saat tubuh mungilnya diangkat. Seluruh sendinya serasa akan patah. Mata lebarnya mengerjap. Berusaha memaksa cahaya masuk ke retina. Tapi, semua sia-sia. Hanya kegelapan yang ia dapat. Matanya seakan-akan tertimpa berton-ton beban. Berat.

"Masih ada satu korban lagi!!! Anak kecil!!!"

Dalam keadaan di ambang batas antara sadar dan tidak, Kinar kecil mendengar suara seseorang berteriak. Tak lama, beberapa langkah kaki mulai terdengar tergesa-gesa mendekat, ke arahnya.

Sebuah tangan hangat terasa di dadanya. Entah, apa yang tangan itu lakukan di sana. Disusul sesuatu yang segar berada di area sekitar hidung. Yang Kinar rasakan adalah udara yang sedari tadi terasa panas dan menyesakkan dada, kini terganti dengan bertumpuk-tumpuk kelegaan.

"Kamu akan selamat!! Kamu pasti selamat!!" tubuh kecil Kinar terasa melayang. Sebuah pelukan dari tangan kokoh memeluk tubuh kecilnya yang lengket, berlumur darah.

👻👻👻👻👻

Tak ada hal yang paling membahagiakan bagi seorang ibu ketika mendapat kabar bahwa putri yang belasan hari ini tak dia jumpai akan pulang. Rasa senang yang menumpuk di dada terasa lebih membahagiakan dari pada rasa senang mendapat undian arisan senilai puluhan juta rupiah.

Siang ini, seluruh hidangan spesial kesukaan sang putri sudah tersedia di atas meja makan. Semuanya terlihat menggoda setiap lidah untuk mendekat dan mencicipinya. Tentu saja, selain untuk menyambut kedatangan putri tersayang, Nurul juga menyiapkan makanan itu untuk sang ayah dan ibu mertua.

"Wah, Mama semangat sekali menyambut kedatangan sang putri," Malik berkata sambil mencomot satu telur balado utuh dengan jari tangannya.

"Papa! Jorok, ih," kesal Nurul sambil memukul tangan sang suami yang memegang telur. Untung saja telur itu tak sempat jatuh. Jadi, Malik masih bisa memasukkannya ke dalam mulut.

"Dikit, Ma," ucap Malik sambil memasukkan gigitan kedua sekaligus gigitan terakhir. Mulutnya masih sempat menjilat bumbu balado yang tertinggal di jari.

"Pa, kapan bis yang membawa Ibu dan Ayah sampai di terminal?"

"Kalau gak ada halangan sih, insyaAllah sekitar satu jam lagi," Malik berjalan menuju sofa yang ada di depan tv, "memangnya kenapa, Ma?"

Nurul ikut bergabung di sofa yang diduduki sang suami setelah menutup hidangan dengan tudung saji, "Kangen mereka, lah. Apalagi sama si kecil Kinar. Emang Papa gak kangen sama orang tua? Sama anaknya sendiri?"

"Sembarangan! Ya kangen lah. Kangen plus-plus."

Pasangan suami istri itu tertawa bersama.

"Pemirsa, telah terjadi kecelakaan tunggal di jalan X. Diduga bus berisi penumpang ini mengalami rem blong sehingga terjun ke jurang. Dalam kecelakaan ini, memakan lima belas korban jiwa dan empat puluh satu korban luka-luka. Berikut daftar korban.........."

Baru saja kebahagiaan tiada tanding bersarang di hati Nurul dan Malik. Tapi, seketika itu juga, semua kebahagiaan yang memenuhi dada hancur bagai dihantam ribuan ton duka. Apalagi yang tersisa? Kedua orang tua Malik tewas di tempat. Dan kini, putri kecil mereka masih terbujur pucat di salah satu brankar rumah sakit.

Sudah dua minggu lamanya kejadian nahas itu terjadi. Acara tahlil tujuh harian untuk orang tua malik juga sudah satu minggu lalu terlewat. Tapi, gadis kecil di atas brankar itu belum juga menunjukkan tanda-tanda akan membuka mata. Entah apa yang sedang ia mimpikan? Mengapa ia sangat nyaman dengan posisi itu?

"Ma.....ma....."

Nurul dan Malik yang saat itu berada di ruang rawat putrinya serempak menoleh pada suara bergetar pelan itu. Keduanya begitu antusias melihat putri yang sudah dua minggu ini tertidur, Kini membuka mata.

"Apanya yang sakit, sayang?" Nurul berkata pelan setelah bergantian dengan Malik mencium kening putrinya.

Tak jauh berbeda dengan Nurul, ekspresi Malik juga menunjukkan wajah khawatir saat melihat putrinya tiba-tiba menangis. Mereka berdua semakin kelabakan saat Kinar kecil tak menjawab apa keluhannya. Hanya air mata yang semakin deras dengan isakan semakin keras yang menjadi jawaban Kinar. Karena khawatir akan keadaan sang putri, Malik lekas menekan tombol di atas brankar.

"Ma....ma...."

"Iya sayang, Mama di sini," Nurul membelai puncak kepala Kinar penuh kasih sayang. Tak lama air mata juga luruh dari balik kelopak matanya. Bolehkan ia meminta pada Tuhan untuk menukar rasa sakit yang diderita putrinya? Sungguh, ia tak kuat melihat putrinya yang masih kecil harus menanggung sakit yang bahkan tak bisa diungkapkan lewat lisan kecilnya. Salah apa dirinya di masa lalu sehingga putri kecilnya dihukum seperti ini?

"Ma....kenapa....dia...di...sini...?"

Nurul refleks menoleh pada sang suami karena Kinar juga sedang menatap Malik.

"Ini Papa sayang," Malik menunjuk dirinya sendiri.

Kinar menggeleng lemah. Isak tangis dari bibir mungilnya kembali terdengar "Bukan...."

"Itu beneran Papanya Kinar," Nurul juga berusaha meyakinkan.

"Bukan....bukan Papa....tapi.......dia..." Kinar kecil menunjuk Malik. Untuk memastikan, Malik sedikit menggeser tubuh. Tapi, telunjuk Kinar tetap terarah pada posisi Malik semula berdiri.

"Dia.....ber.....darah...."

Malik dan Nurul saling berpandangan sejenak sebelum serempak menoleh ke arah yang ditunjuk Kinar. Nyatanya, Kinar menunjuk sisi kosong.

"Ki...nar...takuut...."

👻👻👻👻👻

Terpopuler

Comments

tintakering

tintakering

cerita yang menarik thor

2022-12-03

0

Oh Dewi

Oh Dewi

mampir ah, mana tau seru.
Demi apa, sesusah itu nyari novel yang seru. Btw, mau sekalian rekomendasiin novel yang judulnya (Siapa) Aku Tanpamu, wajib search pakek tanda kurung.
Bagus banget novelnya, tapi ya gitu minim pembaca😈

2022-09-02

0

💎hart👑

💎hart👑

👣👣👣

2022-07-05

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!