Ulangan Harian

"Rangdhe tu mohe gerua....ranjhe ki dilse hai duaaa...."

Aku mengabaikan suara sumbang di depan kelas sana. Al sedang berdiri menjadi pusat perhatian. Kini aku sedang fokus menatap buku matematika yang terlihat sangat menarik. Huh, mereka tak tau saja kalau sebentar lagi ada ulangan dadakan. Kalau saja mereka tahu, aku berani jamin, kelas ini sesepi kuburan tempat Al biasanya nongkrong.

"Kin! Aku jadi Shah Rukh Khan, kamu Kajol-nya. Ayo kita duet!"

Aku melirik Al sekilas. Dia berada tepat di depan white board. Memegang kemoceng yang diarahkan ke depan mulutnya. Berlagak seolah-olah itu mic. Kurang asupan sepertinya.

Teman sekelasku yang lainnya terlihat menunggu aku maju. Tak sedikit diantara mereka yang menyorakiku.

Aissshhhh!! Mereka kira aku ini apaan?! Berasa mau lomba aja pakai disorakin suruh maju.

"O-gah."

Aku kembali mempelajari rumus matematika yang sebentar lagi akan diujikan. Aku menulikan pendengaran. Aku mengabaikan mereka semua.

"Ayolah Kin..." Al masih merengek di depan sana.

"Aldan! Kembali ke tempat dudukmu!"

Uhh, sukurin!! Aku jadi pengen ngetawain Al. Tapi sayang, waktunya kurang pas.

Seluruh manusia di kelasku mulai heboh, kembali ke tempat duduk mereka masing-masing. Guru yang baru saja masuk itu langsung duduk di tempatnya.  Al yang duduk di belakangku merengut kesal.

"Gara-gara kamu sih, Kin!" dia berkata pelan yang masih bisa kudengar jelas.

"Kumpulkan semua buku matematika kalian di meja saya sekarang!" interupsi pak Burhan yang langsung dibalas pekikan tak terima oleh teman-temanku.

"Lho Pak?"

"Ulangan dadakan, lagi?"

"Minggu lalu sudah, Pak!"

Pak Burhan memindai seluruh penghuni kelas, "Tidak ada bantahan!"

Mereka dengan terpaksa mengumpulkan buku ke depan. Gerutuan-gerutuan kesal masih terdengar samar. Aku? Santai saja. Toh tadi sudah belajar. Kuucapkan terima kasih pada penghuni ruang guru yang tadi menampakkan diri. Ah, terkadang mereka yang tak ingin aku lihat menjadi seseorang yang sangat membantu.

"Kamu udah tahu ya kalau hari ini mau ulangan dadakan?"

Al menodongku dengan pertanyaan begitu kembali dari depan. Dia terlihat kesal padaku.

"Iya kan? Kamu udah tahu kan?" tuntutnya yang hanya kubalas dengan mengangkat bahu. Masa bodo.

Aku mendengar dia berdecak sebelum lembaran soal mulai dibagikan. Huft! Fokus ulangan Kinar! Kamu harus dapat nilai bagus lagi!

"Indigo...."

Hembusan nafas dingin mulai terasa di telingaku.

"Indigo...."

Lagi. Hembusan nafas itu terasa lagi. Tidak. Bukan hembusan nafas. Tapi, tiupan kecil yang membuat tubuhku meremang. Hey, meski aku sudah biasa berhubungan dengan hal seperti itu, tubuhku tetap bereaksi seperti manusia pada umumnya.

"Indigo...."

Darah menetes di kertas ulanganku. Menutup jawabanku. Tidak. Ini hanya halusinasi. Ini hanya tipu daya mereka. Mengabaikan gangguan kecil mereka, Aku kembali melanjutkan ulanganku.

"INDIGO..INDIGO..INDIGO..INDIGO!!!"

Kepalaku tiba-tiba sakit. Suara melengking itu menggema di telingaku. Semua yang kulihat tiba-tiba berputar. Pelan, agak kencang dan semakin kencang. Tidak! Aku tidak mau dimanfaatkan mereka! Aku tidak mau dirasuki!

"INDIGO..INDIGO..INDIGO..INDIGO!!!"

"ARRRRGGGHHH!!! APA KALIAN TIDAK BISA DIAM?!" teriakku kesal.

Hening. Suara-suara tadi hilang. Alhamdulillah, aku tetap sadar. Nafasku tersenggal-senggal. Sejenak aku lupa kalau sedang berada di dalam kelas. Dan parahnya, semua mata sedang tertuju ke arahku.

"Kenapa kamu berteriak, Kinara?!" Suara super keras itu menyadarkanku.

"Apa kamu sudah selesai?! Kalau sudah kumpulkan sekarang!!"

Aku mengangguk, hendak bangkit dari dudukku. Namun, aku baru sadar kalau sejak tadi tangan Al memegang pundak kananku.

Aku menoleh pada Al. Tersenyum padanya, "Aku gak pa-pa."

Dia tetap tak melepas pegangannya, "Serius? Kamu terlihat pucat, Kin," ucapnya dengan wajah khawatir. Memang di sekolah ini hanya Al yang tahu keunikanku. Ah, dia itu yang selalu mengerti aku. Bahkan mungkin di saat orang lain menganggap aku halusinasi atau tidak waras, hanya Al yang tetap mempercayaiku.

Aku melepas pegangannya di pundakku perlahan, "Iya. Aku gak pa-pa. Mereka belum sempat masuk," aku berusaha meyakinkannya.

Al hanya mengangguk pelan. Aku berjalan ke depan, mengumpulkan ulanganku. Tatapan teman sekelas terarah padaku dengan beragam macam ekspresi mata. Ada yang molotot, pun ada yang memelas. Mungkin mereka kesal padaku. Karena sudah menjadi rahasia umum jika ada yang sudah mengumpulkan lembar ulangan Pak Burhan, itu tandanya sepuluh menit lagi semua wajib lembar murid sekelas dikumpulkan.

Aku tersenyum pada mereka, kemudian melambaikan tangan dan keluar dari kelas.

"Indigo...."

Aku tersentak kaget dan menoleh pada sumber suara, "Kamu yang tadi mau masuk?" todongku pada sosok laki-laki pucat di sampingku.

Sosok itu menggeleng samar. Seriusan yang satu ini tidak menyeramkan, menurutku sih. Juga lumayan good looking.  Dia terlihat seumuran denganku. Dia juga memakai seragam SMA yang sudah kusut. Hanya lubang di keningnya yang sedikit mengeluarkan darah, agak terlihat mengerikkan. Sepertinya dia mati karena tertembak. Demi apapun, kesalahan apa yang dia perbuat di masa lalu sehingga ia terbunuh? Dan siapa yang tega melakukan hal sekotor itu?

"Indigo....teror jin akan terjadi di sini. Kamu harus menghentikan teror itu! Kami butuh bantuanmu. Berkerja sama-lah!"

Aku yang masih belum connect dengan perkataannya hanya bisa menatap dengan pandangan bingung. Mungkin efek hampir 'kemasukan' membuat separuh otakku nge-blank.

"Hah? Maksudnya??" aku menatapnya penasaran. Dia juga balas menatapku beberapa saat sebelum tubuhnya berubah menjadi transparan dan menghilang. Meninggalkanku dengan satu tanda tanya besar.

Tunggu-tunggu!

Apa tadi maksud dari sosok laki-laki itu? Teror jin? Butuh bantuan? Kerja sama? Haisshh! Kenapa tiba-tiba perasaanku menjadi tidak enak ya? 

Aku memegang tengkukku yang tiba-tiba saja meremang. Aku merasa sekujur badanku merinding sebelum sebuah tangan mendarat di pundakku.

"Woahh!!!" aku langsung terjungkal saat membalikkan badan dan kudapati Al sudah berdiri tepat di belakangku.

"Gitu aja kaget! Ngapain kamu masih berdiri di tengah pintu gini?"

Aku memukul lengannya dengan sekuat tenaga.

"Ouch!!! Sakit, Kin!!!"

"Salah sendiri! Kamu ngapain pakai ngagetin segala, hah?! Aku kira kamu hantu, tau!"

"Yee..... Kamu yang ngapain berdiri di tengah pintu. Ini masih untung aku cuma tepuk pundak. Kalau yang lain mungkin udah dijorokkin kamu gara-gara halangin pintu keluar!"

Hah!

Aku membuang muka dengan mulut komat-kamit, "Udah ah, berisik! Makan yuk! Laper nih." kataku sambil menarik lengan kanan Al, membawanya mengikuti langkahku.

"Eh, Kin! Kamu beneran gak pa-pa, kan? Tadi..... ada yang mau masuk, ya?" bisiknya pelan.

Aku hanya menjawab pertanyaan Al dengan gumaman. Omong-omong mendengar pertanyaan dari Al, aku jadi ingat sosok berkepala bolong tadi.

Teror jin? Teror seperti apa yang dimaksud oleh sosok tadi?

👻👻👻👻👻👻

Terpopuler

Comments

tintakering

tintakering

teror jin... serem amat. dah aku vote thor.

2022-12-03

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!