Udara pagi ini benar-benar sangat dingin. Aku dan Al baru saja sampai di area sekolah begitu hujan turun dengan lebatnya. Untung saja, waktu kami masih di jalan hujan belum turun. Hanya mendung gelap yang memang sudah terlihat sejak subuh tadi. Tapi tetap saja, rambut di atas kepalaku sedikit basah.
"Untung kita udah sampai, Kin. Kalau belum, mungkin kita udah basah kuyup," Al tiba-tiba sudah berdiri di sampingku setibanya dari memarkir motor maticnya. Kami berjalan bersisihan menuju ke kelas.
"Al..." panggilku pelan.
Al yang sedari tadi menyapa beberapa murid mengalihkan pandangannya padaku, "Yup?"
Aku menatapnya lama, "Gak jadi," ucapku kemudian berlari meninggalkannya. Hahaha....senang sekali mengerjai manusia yang satu itu. Al paling tidak suka dipanggil kalau ujung-ujungnya tidak jadi. Katanya berasa lagi di-PHP-in.
Jadilah kami kejar-kejaran sepanjang koridor lantai satu, lantainya anak kelas dua belas. Sekolahku ini memiliki tiga lantai, lima gedung yang terdiri dari satu gedung IPA, satu gedung IPS, dan satu gedung BHS---yang setiap lantai pertamanya diisi oleh anak kelas dua belas, lantai kedua diisi anak kelas sebelas dan lantai tiga diisi anak kelas sepuluh---gedung kantor juga satu gedung yang berisi lab, perpus dan kantin di lantai bawahnya.
Saking semangatnya berlari, aku tak tahu kalau di depanku ada tembok pembatas. Jadi, yang seharusnya aku belok ke arah tangga malah harus berakhir di lantai dengan kepala yang sangat sakit. Ouccchhhh!!! Ini sakit sekali. Kepalaku berasa jadi bola basket yang memantul setelah dihantamkan ke tembok dengan kerasnya.
"Kin, kamu---ppfftt---buahahaha..." Aku menyorot Al tajam. Tangan kananku masih setia menggosokkan ujung rambutku pada kepala bagian samping yang baru saja beradu kekuatan dengan tembok. Katanya, kalau kepala habis terbentur dan digosok dengan rambut, rasa sakitnya bisa sedikit berkurang. Entahlah, aku pun tak tahu itu benar atau tidak?
"Ngakak terooosss!"
Aku berdiri, meninggalkan Al yang masih sibuk tertawa. Sebenarnya, aku meninggalkan Al bukan karena marah pada sahabatku itu, hanya saja aku malu di depan kakak senior. Hadeh, kepalaku benar-benar pusing. Semuanya hampir gelap. Ini gimana caranya aku naik ke tangga coba?
"Kin!!" tiba-tiba tangan kanan Al sudah bertengger manis di pundakku. Aku serasa terbang. Ini kaki berasa gak nginjak tanah. Apalagi seluruh benda yang aku lihat kini berwarna hitam putih.
"Ke UKS, ya?" Al berkata lembut padaku. Lembuuuut banget. Selembut bulu kucing milik tetangga.
"Ke kelas ajalah, Al. Pegangin ya," kataku lemas.
Tanpa banyak bicara, Al menuntunku menaiki satu persatu anak tangga. Karena sedikit pusing, jalanku jadi agak lambat. Begitu juga Al. Rasa-rasanya aku sama Al kayak pasangan muda-mudi yang lagi pacaran.
Rasanya lamaaa banget untuk sampai di lantai dua ini. Pandanganku udah sedikit pulih meski pusing masih mendominasi. Tangan kanan Al masih setia di pundakku. Kami berjalan pelan menuju pintu kelas ketiga dari tangga. Kelas IPA 3.
"Itu siapa Kin, duduk di depan kelas kita?" tanya Al padaku.
Aku hanya menoleh sekilas. Aku memicingkan mata melihatnya, "Dia pakai baju merah, ya?"
"Hah?" Al melepas pegangannya. Aku tak peduli. Toh sudah sampai di depan kelas. Kutinggalkan dia masuk ke kelas terlebih dahulu. Pikiranku hanya satu. Mau cepat sampai di bangkuku dan menumpukan kepala di atas meja.
👻👻👻👻👻
Aku terbangun saat merasakan tepukan di pundakku. Dengan mengerjapkan mata pelan, aku menoleh ke teman sebangkuku.
"Udah bel, Sin?" Sinta mengangguk pelan.
Tak lama kemudian, seorang wanita cantik berkacamata memasuki kelas. Beliau guruku. Bu Indah namanya.
"Selamat pagi anak-anak!" ucap bu Indah penuh semangat. Senyuman tak pernah luntur dari wajahnya.
"Pagi Bu......"
Bu Indah meletakkan buku yang ia bawa ke atas meja. Kemudian beliau kembali berdiri tepat di depan white board, "Anak-anak, hari ini kita kedatangan murid baru. Intan Mutiara, silahkan masuk!"
Kami semua serempak menoleh ke pintu masuk. Seorang anak perempuan dengan rambut sebahu masuk. Kulihat seluruh teman sekelasku berbisik-bisik. Apalagi yang cowok. Ya iyalah ini murid baru cantik banget cuy!
"Wow....dia cantik banget."
"Kulitnya mulus."
"Takdir kelas kita selalu dapat siswi cantik."
Dan masiiiih banyak lagi. Di antara banyaknya bisik pujian untuk murid baru di depan, ada satu ucapan yang sedikit keras membuatku langsung menoleh ke sumber suara.
"Woahh!! Kinar yang blasteran India-Indo mah lewat."
Aku memicingkan mata pada Rizal. Cowok yang baru saja berujar. Aku menatapnya tajam sambil mengarahkan dua jari ke arah mataku kemudian ke arah matanya.
"Sudah-sudah! Intan, silakan perkenalkan diri kamu!" ucapan bu Indah berhasil membungkam seluruh mulut burung perkutut di kelasku.
"Perkenalkan, aku Intan Mutiara. Kalian bisa panggil aku Intan. Semoga kita dapat berteman baik."
Woaaahhhh!! Suaranya cuy. Aluuuuuuusssss banget! Seriusan!
"Kin...Kinar...psssttt.."
Aku sedikit memiringkan kepalaku saat mendengar Al berbisik, "Hm?"
"Itu anak yang tadi di depan kelas, kan?" tanya Al.
Aku menatap murid baru itu lagi. Mataku memincing memperhatikan dia, "Mana aku tahu."
Al berdecak samar, "Kamu sih, tadi gak perhatiin dia. Padahal kan udah aku kasih tahu!"
"Ya mana jelas sih, Al!! Kepalaku tadi pusing habis kepentok tembok, kalau kamu lupa!" balasku kesal.
Al tertawa pelan, "Oh, iya ya."
"Intan, silakan duduk di bangku yang kosong!" bu Indah menunjuk satu-satunya bangku kosong di kelas. Bangku nomer tiga dari belakang, semeja dengan Putri teman sekelasku yang memang duduk sendiri.
"Dia cantik, Kin."
Mataku mengikuti langkah murid baru itu. Eumm...maksudku Intan. Hmmm....dia memang cantik. Sangat cantik malah. Tapi, aku melihat sesuatu yang berbeda dari dirinya. Dia....diselimuti sinar berwarna merah. Semerah darah.
Teror jin akan terjadi disini.
Teror jin?
Apa ini ada hubungannya dengan ucapan hantu cowok dengan kepala berlubang waktu itu?
"Kirana Malik! Gurumu ada dimana?"
Eh?
Saking seriusnya memperhatikan Intan, aku sampai tidak sadar kalau seluruh penghuni kelas kini memperhatikanku. Aku tak sengaja melihat Intan tersenyum tipis padaku. Tanpa membalas senyumnya, aku memutar kepala kembali pada posisi menghadap bu Indah. Kuberikan senyum terbaikku pada beliau.
"Indigo.."
"Indigo..hihihi..."
Ah sial! Kenapa mbak kunti ada di dekat bu Intan sih? Ganggu konsentrasi belajarku saja. Mana wajahnya terlihat menyebalkan lagi dengan lidah menjulur dan bola mata satu hampir keluar, dan mata yang satunya berlubang Dia meledekku apa, ya?
"Indigo....hihihi..."
"Hihihi...."
Aku memejamkan mata dan menunduk, "Heh mbak kunti! Kalau kamu ganggu aku lagi, aku bakalan masukin kamu ke botol terus kubuang ke sungai. Biar sekalian dikurung. Mau?"
Tak ada sahutan. Tak ada suara cekikikan lagi.
Aku kembali menegakkan kepalaku dan membuka mata. Huft! Akhirnya dia pergi juga.
👻👻👻👻👻
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments
tintakering
biarin aja kin. mungkin dia mo belajar😁
2022-12-03
1