Sahabat

Kalian tahu, apa yang paling menyebalkan dalam hidupku? Hm, tentu saja kemampuan 'anehku'.

Bayangkan saja, aku baru membuka mata sebelum adzan subuh berkumandang. Kupikir hari ini sedang hujan dan genting di atas kamarku bocor sehingga meneteskan air ke mukaku atau bayangan Mama yang masuk ke kamar dengan segayung air sudah tersaji dalam pikiranku secara otomatis. Sangat mengusikku.

Aku membuka mata pelan. Mengerjap samar sebelum kesadaranku tertarik sempurna ke dunia nyata. Hilang sudah mimpi yang tadi kumimpikan. Rasa mual langsung memenuhi perutku.Tak kuat melihat pemandangan di depan mata. Dan sepagi ini, aku sudah memuntahkan semua makanan yang kumakan tadi malam ke lantai.

Huek!

Wajah itu.

Wajah yang pertama kali aku lihat saat membuka mata hari ini.

Wajah hancur dengan satu bola mata keluar. Tengkorak di balik kulit itu terlihat meski berbalut darah yang terus menerus keluar menetes ke bawah.

Wanita yang tadi melayang di atasku tidur itu menghilang begitu melihat semua makanan di perutku keluar. Kurang aseeeeem!!! Heyyy!! Siapa yang tidak mual ketika darah yang berasal dari wajah hancur itu menetesi mukamu? Bau anyir juga langsung memenuhi indera penciumanmu?

"Hihihihi....Indigo....."

Tanpa menoleh pun aku tahu siapa yang baru saja memanggilku. Hey, aku kan artis di dunia astral. Sudah jelas itu para fansku.

"Indigo....hihihihi...."

Wanita bermuka hancur tadi tiba-tiba sudah berada di sampingku. Tepat satu jengkal dari samping wajahku.

"Jangan muncul dengan wajah menyeramkan seperti itu! Menjijikkan!" desisku kesal. Seandainya saja bisa menyentuhnya, sudah pasti sejak tadi ku tendang wajahnya. Biar, biar tambah hancur tuh wajah hancur.

Aku berlalu ke kamar mandi. Aku mau mandi besar sepagi ini. Berasa sudah dinodai diriku. Tapi sebelumnya, aku membersihkan sampahku yang tumpah di lantai kamar.

Fix. Dia merajuk aku abaikan. Dia tuh tak sadar mukanya hampir ilang apa ya?

Lagi pula, aku malas berurusan dengan mereka. Yang jelas, jika aku menuruti salah satu dari mereka, yang lain akan iri dan mengejarku. Ini aja yang gak pernah dituruti masih sering usil. Lha apalagi yang aku perhatikan?

Aku meletakkan handuk di cantelan begitu sampai di kamar mandi. Hal yang pertama kali kulirik adalah rambut yang memenuhi bak air. Persis seperti mie ayam yang baru direbus.

"Dasar makhluk gak punya nyawa!"

"Indigo jahat ihh...."

Aku tertawa garing mendengar suara yang mirip desisan itu, "Baru tahu!!" batinku dengan nada kesal.

Sebenarnya, segala jenis interaksiku--dalam hal ini berbicara dengan mereka-- selalu aku ucapkan dalam batin. You know lah. Mereka itu malas. Punya mulut tapi gak bicara pakai mulut. Lha terus pakai apa dong? Ya mana aku tahu. Tanyakan sendiri pada mereka!

👻👻👻👻👻👻

Aku baru berangkat sekolah setelah Aldan menjemputku. Pemuda itu, begitu aku keluar dari kamar sudah duduk anteng di meja makan bersama Ayah dan Ibuku. Tak ada sungkan-sungkannya, piring di hadapan Al sudah penuh dengan semua hidangan sarapan pagi ini.

Kalian tahu, kenapa dia begitu bebas di rumahku? Dia sahabatku. Dari aku mulai bisa berbicara. Woahhh, lama amat ternyata.

"Kamu abis nongkrong di ujung ya, Al?" tanyaku setelah motor yang kami tumpangi melaju menjauh dari rumahku.

"Ujung mana?" lihatlah! Dia sepertinya pura-pura gak tahu.

Aku memutar bola jengah. Dia jelas tahu maksudku, "Kuburan ujung kampung lah! Mana lagi?!" aku memukulkan kepalan tanganku pada helm di kepala Al.

Ternyata tanganku yang sakit bro!

Si Al cengengesan, "Kamu kok tahu sih, Kin? Kamu peramal, ya?"

Plok!

Sekali lagi, tanganku harus sakit menghantam kerasnya helm Al.

"Aduh! Jangan KDRT dong! Ini lagi di motor lho," dia berusaha menyeimbangkan motor yang sempat oleng.

"Jawab apa susahnya sih?!" aku berujar keras. Sampai-sampai pengendara lain menoleh ke arahku. Aku? Jelas abai dengan muka masam mereka. Yang serem banget aja aku abaikan kok.

"Iya. Kenapa?"

Aku mengangguk beberapa kali, "Pantes. Lututmu sakit, kan?" aku mengintip lutut kanannya sebentar. Dia, bocah laki-laki itu tersenyum padaku hingga mulutnya robek sampai ke telinga. Darah mengucur dari balik robekan kulit itu. Entah, dulu bagaimana caranya dia bisa meninggal? Miris sekali anak kecil itu dijadikan figur penampakan oleh jin iseng.

"Indi...go..."

"Eh? Kamu kok tahu sih, Kin?" aku kembali memusatkan perhatianku pada Al, "dari sehabis aku bangun tidur tadi pagi, lututku sakit banget. Seperti membawa beban."

Aku mengangguk beberapa kali, "Ya tahu lah. Lha wong ada yang nemplok di lututmu."

Detik selanjutnya, aku hampir jatuh dari motor Al yang tiba-tiba berhenti. Gila si Al. Motor lagi kencang-kencangnya tiba-tiba ngerem mendadak. Untung aku pegangan pada tasnya. Kalo enggak kan bisa malu banget aku jatuh dalam posisi yang enggak elit sama sekali.

Plok!

Aku memukul helm bagian belakangnya, lagi.

"Gila, ya?!" bentakku, "kalo mau mati, mati sendiri aja! Kalo mau celaka, celaka sendiri aja! Jangan ajak-ajak!"

Emang gila Si Al. Aku jantungan. Asli. Rasanya lebih kaget saat diriku bersinggungan dengan celaka dari pada bertatapan muka dengan mereka.

"Salah sendiri nakut-nakutin!" ucapnya sembari turun dari motor yang langsung aku ikuti. Dia terlihat bersusah payah menuntun motor. Kasihan juga sih sama si Al.

"Sini," aku mendorong tubuh Al pelan, kemudian mengambil alih kedua stir motor dari tangannya. Kini, giliran aku yang menuntun motor, membawanya ke tepi jalan. Sedangkan Al berjalan di sampingku.

"Aduh........Kin, kakiku kok berasa tambah sakit, ya?" Al berhenti. Posisinya kini sedan memegangi lutut. Persis gerakan ruku' ketika sholat.

"Sakit banget?" Al mengangguk lemah. Wajah tengilnya kini berubah sedikit pucat padahal cuaca sedang mendung. Aku yakin, ini efek yang dibawa bocah kecil di lutut Al. Tanpa banyak kata, Aku menaiki motor Al, "naik!" perintahku pada Al.

Al berjalan tertatih naik dalam boncengan. Tak lama, aku memutar laju motor, kembali ke asal kami berangkat.

"Lho? Aku gak mau pulang, Kin. Lagian aku gak pa-pa kok," Al sedikit berteriak karena aku semakin menambah kecepatan laju motor.

"Siapa juga yang mau nganterin kamu pulang?"

Entah Al sadar atau tidak, motor yang kukendarai kini sedikit serat lajunya, padahal kecepatan motor sudah mencapai angka 100km/jam. Beban di lutut Al benar-benar menyusahkan.

"Lho? Lha terus kita mau kemana? Kamu jangan aneh-aneh, deh? Jangan ngajak-ngajak kalo mau bolos!"

Aku tak menyahuti ucapan Al, "Pegangan!" entah memang Al yang keras kepala atau malah suaraku yang tak terdengar. Biarlah, yang penting aku sudah bilang, kan?

"Woyy!! Mau kemana sih ngebut-ngebut?" Al mencengkeram pundakku.

"Nganterin pulang bocil yang nemplok di lututmu."

👻👻👻👻👻👻

Terpopuler

Comments

tintakering

tintakering

kalo ada waktu mampir juga di ceritaku thor. siapa tau suka 👍

2022-12-03

0

tintakering

tintakering

bocilnya anteng😊

2022-12-03

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!