Abizar Dan Nana
Nana tidak pernah membayangkan akan menikah dengan pria yang tidak pernah dikenalnya saat usianya baru 19 tahun. Pria ini, Abizar, berusia 22 tahun dan berasal dari keluarga kaya yang cukup terpandang.
Terus apakah jika berasal dari keluarga kaya dan terpandang akan membuat hidupnya lebih baik?
Nana tidak habis pikir dengan orang tuanya yang menjodohkannya dengan Abizar, anak dari temannya, dengan alasan bahwa pria ini adalah yang terbaik untuknya. Omong kosong. Nana sama sekali tidak percaya.
Dia sering membaca cerita mengenai perjodohan. Beberapa diantaranya sang mempelai pria sudah memiliki kekasih. Tetapi demi orang tuanya, dia rela menikah engan wanita pilihan mereka. Dan Nana yakin, Abizar adalah salah satu jenis ini.
Nana berharap menikah dengan orang yang mencintainya begitu juga sebaliknya. Dia menerima pernikahan ini demi orang tuanya. Tidak lebih.
Nana telah menyelidiki kemungkinan orang tuanya memiliki semacam hutang atau balas budi pada keluarga Abizar sehingga dia harus diserahkan pada mereka. Tetapi menurut Ian, abangnya, tidak ada masalah apapun.
Hari ini adalah pertama kalinya Nana melihat Abizar, tepat pada pernikahan mereka. Wajah Abizar halus tanpa cacat, menawan, dan ekspresi datarnya sangat menarik. Nana mengakuinya. Tetapi semua itu tidak berguna jika pada akhirnya lelaki itu cuma bisa menyakitinya.
Nana pernah berpacaran tiga kali dan putus karena semua mantannya selingkuh. Bahkan salah satunya dengan teman terdekatnya sendiri. Dia menjadi trauma dan tidak akan pernah pacaran lagi. Tidak mengalami masalah semacam ini lagi, apakah kali ini dia akan mengalaminya di pernikahan?
Tidak masalah, pikir Nana. Dia menganggap Abizar memiliki kekasih dan mereka bakal cerai cepat atau lambat.
"Jalanin aja dulu. Demi mama," batin Nana.
Dia mengingat ibunya memaksanya menikah sampai berlutut di hadapannya. Mengerikan.
Nana merasakan punggungnya ditepuk pelan. Dia mendongak ke samping dan melihat Ian.
"Abang benar-benar sedih," kata Ian pelan.
Nana langsung jengkel. Dia memeluk Ian sambil mengomelinya, "Apaan si bang. Aku bakal terus disini selamanya bersama abang, mama, sama papa."
"Nggak Na. Kamu bakal dibawa pergi malam ini," kata Ian.
Nana langsung mendongak dan melotot. Dia menggelengkan kepalanya berkali-kali.
"Hal kayak gitu nggak akan pernah terjadi!" Tegas Nana.
Dibawa pergi oleh suaminya? Tidak mungkin. Mereka telah menjadi suami istri tetapi seharusnya si Abizar itu tahu diri jika mereka tidak pernah kenal dan pernikahan ini terjadi karena orang tua mereka.
"Betul. Memang seharusnya nggak terjadi." Ian membalas pelukan Nana.
"Na, kamu sapa keluarga Abizar tuh! Ian lepasin adikmu!" Ibu Alin mengomel.
Nana dan Ian saling melepaskan pelukan. Nana melihat keluarga Abizar sedang menatapnya lekat-lekat. Sedangkan Abizar sedang dikelilingi oleh teman-temannya. Bahkan rata-rata perempuan.
Ibu Alin menggandeng Nana ke keluarga besar Abizar yang sedang berkumpul bersama keluarga besarnya.
Nana sangat gugup. Dia bersalaman dengan seluruh anggota keluarga Abizar.
"Cantik sekali seperti putri dari negeri dongeng," puji salah satu tantenya Abizar.
Nana tertawa masam di dalam hati. Wajah-wajah dari keluarga Abizar hampir semuanya menawan tetapi senyuman mereka jelas palsu. Dia merasa sedang dihina. Tetapi dia juga bisa menunjukkan senyum palsunya.
"Terima kasih," jawab Nana ramah.
Yang paling jelas menunjukkan ketidaksukaan adalah wanita yang sangat cantik paling belakang yang sedang bersandar ke meja. Dia beberapa kali melirik Nana dengan tatapan merendahkan dan menjijikan sambil menikmati segelas minuman. Usianya kira-kira 30 tahun. Nana pikir, kemungkinan besar dia adalah kekasih Abizar.
"GILA!"
Semua melihat ke sumber suara.
Seorang laki-laki entah datang dari mana mengenakan kaos dan celana pendek menepuk punggung Abizar dengan sangat kuat hingga menimbulkan bunyi yang cukup keras dan Abizar tersentak ke depan. Dia memegang pundak Abizar.
"Sampah sepertimu bisa menikah juga. Dan wanitanya-"
Lelaki yang lebih pendek dari Abizar itu menoleh ke kanan lalu berbalik. Matanya bertemu dengan Nana.
"Interesting," lanjutnya sambil memperhatikan Nana.
Nana terperanjat saat melihat lelaki itu. Sepanjang dia melihat ke seluruh penjuru tidak ada yang sepeti itu. Pakaiannya sangat berbeda dengan semua orang disini. Seolah-olah datang untuk mengacaukan acara. Siapa sebenarnya dia? Nana bertanya-tanya.
Abizar disebut sampah di hari pernikahannya.
"Dion. Ikut aku keluar!"
Nana beralih menatap wanita cantik yang dia kira kekasih Abizar. Wanita itu menangkap telinga Dion dan membawanya keluar.
"Oh jadi dia salah satu anggota keluarganya Abizar. Pantesan. Sikpanya begitu," batin Nana.
Nana kembali melihat Abizar. Dia mengingat ijab qabul, lelaki itu mengucapkannya dengan lancar dan cepat. Selama duduk berdua, Abizar juga tidak mengatakan apapun, tidak menolehnya, dan tidak pernah tersenyum.
"Katanya kamu dijodohin ya Zar? Beruntung banget. Sudah nggak kerja tapi duit ngalir terus, dapet istri yang cantik lagi. Tukar posisi dong!"
Hah.
"Sebagai sahabatmu, aku cuma mau bilang, rubah sikapmu jadi lebih baik karena sekarang kamu sudah jadi suami dan sebentar lagi menjadi ayah. Nggak mungkin kan bakal males dan suram seumur hidup."
"Semangat Zar. Kamu pasti bisa. Habis nikah juga sering-sering nongkrong. Gila. Cuma kamu yang nggak pernah nongkrong. Nggak bosen apa sendirian terus?"
"Abizar masih kayak biasanya ya pemalas, sampah," bisik beberapa laki-laki yang sedang tidak berkumpul bersama Abizar tetapi suara mereka sangat jelas.
Sebelum menikah, Nana hanya mendengar informasi yang baik-baik dan mengagumkan tentang Abizar. Intinya jika menikah dengannya, hidupmu sudah terjamin. Nana pikir, kekurangannya Abizar hanya satu, memiliki pacar. Tetapi dia curiga setelah mendengar perkataan teman-teman suaminya itu.
Sampah. Pemalas.
"Abizar orangnya begitu? Nggak mungkin kan?" Batin Nana.
Dia tidak bisa membayangkan bertahan hidup bersamanya.
"Jangan jadikan istrimu sebagai babu ya Zar!" Salah satu temannya berkata lagi.
Nana mengambil napas kemudian menghembuskannya perlahan.
Abizar melirik ke belakang dan menatap Nana tajam. Nana langsung mengalihkan pandangan. Meksipun ekspresinya menarik, tetapi tatapannya membuatnya sedikit cemas.
"Apaan si," batin Nana.
Pesta pernikahan berlangsung sampai pukul 11 malam. Seluruh keluarga besar Abizar dan Nana sudah pulang. Begitu juga para tamu. Hanya tersisa dua keluarga kecil. Nana pikir, dia sekarang bisa ke kamar dan tidur. Tetapi ibunya, papanya, dan Ian ke belakang. Nana akan ikut ke belakang tetapi dipanggil oleh Ibu Arum, ibunya Abizar dan diajak mengobrol. Kemudian dia melihat orang tuanya dan kakaknya keluar sambil membawakan tas besar dan tiga koper.
Seketika Nana panik dan dadanya mulai sesak. Dia bahkan masih mengenakan gaun pernikahan.
Nana berjongkok dan menyentuh koper, tasnya, dan barang-barang lainnya.
"Kok dikeluarin ma? Kenapa?" Dia melihat lekat-lekat ke ibunya.
Dia tidak akan pernah tinggal di rumah Abizar. Tidak akan pernah. Kenapa orang tuanya secepat dan sekejam ini melepaskannya? Mereka bahkan tidak mengatakan apapun dulu dan mengemasi barang-barangnya diam-diam. Dia merasa dikhianati.
"Kalau kamu tahu, kamu pasti nggak mau," kata Ibu Alin. Tatapannya penuh kasihan pada Nana.
"Mama sudah tahu dari awal kan? Tapi mama memaksaku. Aku nggak menyangka. Aku berharap bisa menikah sama orang yang kucintai. Tapi demi mama sama papa aku terima menikah sama pria yang bahkan nggak pernah kukenal. Bahkan baru pertama kali liat sosoknya hari ini. Setelah menerima sejauh itu, aku disuruh tinggal sama suamiku Mungkin semua ini wajar. Tapi hatiku sulit menerimanya," jawab Nana . Matanya mulai berkaca-kaca.
"Nana, karena kamu sudah menjadi istri maka kamu harus tinggal sama suamimu. Jadilah istri yang baik ya sayang." Ibu Alin langsung memeluk putrinya.
Nana menggeleng sambil menahan air matanya. Dia membalas pelukan ibunya seperti anak kecil, "Nggak ma. Aku maunya sama mama terus selamanya seumur hidupku."
"Kamu bisa sering-sering datang ke rumah mama kok. Jaraknya kan dekat."
"Aku belum siap menikah. Sudah kutegaskan berkali-kali. Kenapa ma? Kenapa harus aku? Kenapa nggak Bang Ian aja yang diperlakukan begini?"
Ibu Alin mengelus kepala Nana.
Pak Danang, ayah Abizar menyuruh anaknya untuk membawakan barang-barang Nana. Saat Abizar mulai menyentuhnya, tangannya ditepis oleh Nana.
"Minggir!" Ketus Nana.
Ian yang mulai melihat Nana marah besar langsung memeluknya dan membisikkan kata-kata supaya tenang.
"Na. Tenang. Semuanya bakal baik-baik aja. Anggap saja, mereka nggak pernah ada. Lakukan apa yang kamu inginkan. Oke? Bersenang-senanglah disana."
Abizar tetap membawa barang-barangnya Nana supaya cepat pulang. Nana tidak menepisnya lagi. Setelah semua barangnya dibawa, Ibu Arum, ibunya Abizar mengangkat Nana. Nana tidak memberontak. Dia menghapus air matanya.
"Jika ini membuat kalian bahagia, aku pergi," kata Nana.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments
Miss Yukii
Bahhh biasanya yang nempel mah ciwi ciwinya
2023-06-10
0
Miss Yukii
Oh tentu tidak.. tapi tak ada uang juga pusing..
2023-06-10
0
Miss Yukii
Abizar kek nama anaknya tetanggaku..
2023-06-10
0