NovelToon NovelToon

Abizar Dan Nana

01 Rumor Di Pesta Pernikahan

Nana tidak pernah membayangkan akan menikah dengan pria yang tidak pernah dikenalnya saat usianya baru 19 tahun. Pria ini, Abizar, berusia 22 tahun dan berasal dari keluarga kaya yang cukup terpandang.

Terus apakah jika berasal dari keluarga kaya dan terpandang akan membuat hidupnya lebih baik?

Nana tidak habis pikir dengan orang tuanya yang menjodohkannya dengan Abizar, anak dari temannya, dengan alasan bahwa pria ini adalah yang terbaik untuknya. Omong kosong. Nana sama sekali tidak percaya.

Dia sering membaca cerita mengenai perjodohan. Beberapa diantaranya sang mempelai pria sudah memiliki kekasih. Tetapi demi orang tuanya, dia rela menikah engan wanita pilihan mereka. Dan Nana yakin, Abizar adalah salah satu jenis ini.

Nana berharap menikah dengan orang yang mencintainya begitu juga sebaliknya. Dia menerima pernikahan ini demi orang tuanya. Tidak lebih.

Nana telah menyelidiki kemungkinan orang tuanya memiliki semacam hutang atau balas budi pada keluarga Abizar sehingga dia harus diserahkan pada mereka. Tetapi menurut Ian, abangnya, tidak ada masalah apapun.

Hari ini adalah pertama kalinya Nana melihat Abizar, tepat pada pernikahan mereka. Wajah Abizar halus tanpa cacat, menawan, dan ekspresi datarnya sangat menarik. Nana mengakuinya. Tetapi semua itu tidak berguna jika pada akhirnya lelaki itu cuma bisa menyakitinya.

Nana pernah berpacaran tiga kali dan putus karena semua mantannya selingkuh. Bahkan salah satunya dengan teman terdekatnya sendiri. Dia menjadi trauma dan tidak akan pernah pacaran lagi. Tidak mengalami masalah semacam ini lagi, apakah kali ini dia akan mengalaminya di pernikahan?

Tidak masalah, pikir Nana. Dia menganggap Abizar memiliki kekasih dan mereka bakal cerai cepat atau lambat.

"Jalanin aja dulu. Demi mama," batin Nana.

Dia mengingat ibunya memaksanya menikah sampai berlutut di hadapannya. Mengerikan.

Nana merasakan punggungnya ditepuk pelan. Dia mendongak ke samping dan melihat Ian.

"Abang benar-benar sedih," kata Ian pelan.

Nana langsung jengkel. Dia memeluk Ian sambil mengomelinya, "Apaan si bang. Aku bakal terus disini selamanya bersama abang, mama, sama papa."

"Nggak Na. Kamu bakal dibawa pergi malam ini," kata Ian.

Nana langsung mendongak dan melotot. Dia menggelengkan kepalanya berkali-kali.

"Hal kayak gitu nggak akan pernah terjadi!" Tegas Nana.

Dibawa pergi oleh suaminya? Tidak mungkin. Mereka telah menjadi suami istri tetapi seharusnya si Abizar itu tahu diri jika mereka tidak pernah kenal dan pernikahan ini terjadi karena orang tua mereka.

"Betul. Memang seharusnya nggak terjadi." Ian membalas pelukan Nana.

"Na, kamu sapa keluarga Abizar tuh! Ian lepasin adikmu!" Ibu Alin mengomel.

Nana dan Ian saling melepaskan pelukan. Nana melihat keluarga Abizar sedang menatapnya lekat-lekat. Sedangkan Abizar sedang dikelilingi oleh teman-temannya. Bahkan rata-rata perempuan.

Ibu Alin menggandeng Nana ke keluarga besar Abizar yang sedang berkumpul bersama keluarga besarnya.

Nana sangat gugup. Dia bersalaman dengan seluruh anggota keluarga Abizar.

"Cantik sekali seperti putri dari negeri dongeng," puji salah satu tantenya Abizar.

Nana tertawa masam di dalam hati. Wajah-wajah dari keluarga Abizar hampir semuanya menawan tetapi senyuman mereka jelas palsu. Dia merasa sedang dihina. Tetapi dia juga bisa menunjukkan senyum palsunya.

"Terima kasih," jawab Nana ramah.

Yang paling jelas menunjukkan ketidaksukaan adalah wanita yang sangat cantik paling belakang yang sedang bersandar ke meja. Dia beberapa kali melirik Nana dengan tatapan merendahkan dan menjijikan sambil menikmati segelas minuman. Usianya kira-kira 30 tahun. Nana pikir, kemungkinan besar dia adalah kekasih Abizar.

"GILA!"

Semua melihat ke sumber suara.

Seorang laki-laki entah datang dari mana mengenakan kaos dan celana pendek menepuk punggung Abizar dengan sangat kuat hingga menimbulkan bunyi yang cukup keras dan Abizar tersentak ke depan. Dia memegang pundak Abizar.

"Sampah sepertimu bisa menikah juga. Dan wanitanya-"

Lelaki yang lebih pendek dari Abizar itu menoleh ke kanan lalu berbalik. Matanya bertemu dengan Nana.

"Interesting," lanjutnya sambil memperhatikan Nana.

Nana terperanjat saat melihat lelaki itu. Sepanjang dia melihat ke seluruh penjuru tidak ada yang sepeti itu. Pakaiannya sangat berbeda dengan semua orang disini. Seolah-olah datang untuk mengacaukan acara. Siapa sebenarnya dia? Nana bertanya-tanya.

Abizar disebut sampah di hari pernikahannya.

"Dion. Ikut aku keluar!"

Nana beralih menatap wanita cantik yang dia kira kekasih Abizar. Wanita itu menangkap telinga Dion dan membawanya keluar.

"Oh jadi dia salah satu anggota keluarganya Abizar. Pantesan. Sikpanya begitu," batin Nana.

Nana kembali melihat Abizar. Dia mengingat ijab qabul, lelaki itu mengucapkannya dengan lancar dan cepat. Selama duduk berdua, Abizar juga tidak mengatakan apapun, tidak menolehnya, dan tidak pernah tersenyum.

"Katanya kamu dijodohin ya Zar? Beruntung banget. Sudah nggak kerja tapi duit ngalir terus, dapet istri yang cantik lagi. Tukar posisi dong!"

Hah.

"Sebagai sahabatmu, aku cuma mau bilang, rubah sikapmu jadi lebih baik karena sekarang kamu sudah jadi suami dan sebentar lagi menjadi ayah. Nggak mungkin kan bakal males dan suram seumur hidup."

"Semangat Zar. Kamu pasti bisa. Habis nikah juga sering-sering nongkrong. Gila. Cuma kamu yang nggak pernah nongkrong. Nggak bosen apa sendirian terus?"

"Abizar masih kayak biasanya ya pemalas, sampah," bisik beberapa laki-laki yang sedang tidak berkumpul bersama Abizar tetapi suara mereka sangat jelas.

Sebelum menikah, Nana hanya mendengar informasi yang baik-baik dan mengagumkan tentang Abizar. Intinya jika menikah dengannya, hidupmu sudah terjamin. Nana pikir, kekurangannya Abizar hanya satu, memiliki pacar. Tetapi dia curiga setelah mendengar perkataan teman-teman suaminya itu.

Sampah. Pemalas.

"Abizar orangnya begitu? Nggak mungkin kan?" Batin Nana.

Dia tidak bisa membayangkan bertahan hidup bersamanya.

"Jangan jadikan istrimu sebagai babu ya Zar!" Salah satu temannya berkata lagi.

Nana mengambil napas kemudian menghembuskannya perlahan.

Abizar melirik ke belakang dan menatap Nana tajam. Nana langsung mengalihkan pandangan. Meksipun ekspresinya menarik, tetapi tatapannya membuatnya sedikit cemas.

"Apaan si," batin Nana.

Pesta pernikahan berlangsung sampai pukul 11 malam. Seluruh keluarga besar Abizar dan Nana sudah pulang. Begitu juga para tamu. Hanya tersisa dua keluarga kecil. Nana pikir, dia sekarang bisa ke kamar dan tidur. Tetapi ibunya, papanya, dan Ian ke belakang. Nana akan ikut ke belakang tetapi dipanggil oleh Ibu Arum, ibunya Abizar dan diajak mengobrol. Kemudian dia melihat orang tuanya dan kakaknya keluar sambil membawakan tas besar dan tiga koper.

Seketika Nana panik dan dadanya mulai sesak. Dia bahkan masih mengenakan gaun pernikahan.

Nana berjongkok dan menyentuh koper, tasnya, dan barang-barang lainnya.

"Kok dikeluarin ma? Kenapa?" Dia melihat lekat-lekat ke ibunya.

Dia tidak akan pernah tinggal di rumah Abizar. Tidak akan pernah. Kenapa orang tuanya secepat dan sekejam ini melepaskannya? Mereka bahkan tidak mengatakan apapun dulu dan mengemasi barang-barangnya diam-diam. Dia merasa dikhianati.

"Kalau kamu tahu, kamu pasti nggak mau," kata Ibu Alin. Tatapannya penuh kasihan pada Nana.

"Mama sudah tahu dari awal kan? Tapi mama memaksaku. Aku nggak menyangka. Aku berharap bisa menikah sama orang yang kucintai. Tapi demi mama sama papa aku terima menikah sama pria yang bahkan nggak pernah kukenal. Bahkan baru pertama kali liat sosoknya hari ini. Setelah menerima sejauh itu, aku disuruh tinggal sama suamiku Mungkin semua ini wajar. Tapi hatiku sulit menerimanya," jawab Nana . Matanya mulai berkaca-kaca.

"Nana, karena kamu sudah menjadi istri maka kamu harus tinggal sama suamimu. Jadilah istri yang baik ya sayang." Ibu Alin langsung memeluk putrinya.

Nana menggeleng sambil menahan air matanya. Dia membalas pelukan ibunya seperti anak kecil, "Nggak ma. Aku maunya sama mama terus selamanya seumur hidupku."

"Kamu bisa sering-sering datang ke rumah mama kok. Jaraknya kan dekat."

"Aku belum siap menikah. Sudah kutegaskan berkali-kali. Kenapa ma? Kenapa harus aku? Kenapa nggak Bang Ian aja yang diperlakukan begini?"

Ibu Alin mengelus kepala Nana.

Pak Danang, ayah Abizar menyuruh anaknya untuk membawakan barang-barang Nana. Saat Abizar mulai menyentuhnya, tangannya ditepis oleh Nana.

"Minggir!" Ketus Nana.

Ian yang mulai melihat Nana marah besar langsung memeluknya dan membisikkan kata-kata supaya tenang.

"Na. Tenang. Semuanya bakal baik-baik aja. Anggap saja, mereka nggak pernah ada. Lakukan apa yang kamu inginkan. Oke? Bersenang-senanglah disana."

Abizar tetap membawa barang-barangnya Nana supaya cepat pulang. Nana tidak menepisnya lagi. Setelah semua barangnya dibawa, Ibu Arum, ibunya Abizar mengangkat Nana. Nana tidak memberontak. Dia menghapus air matanya.

"Jika ini membuat kalian bahagia, aku pergi," kata Nana.

02 Malam Yang Berisik

Awalnya Abizar menolak menikah dengan Nana. Tetapi setelah dipaksa berkali-kali, dia menyerah. Dia justru jatuh hati pada Nana sejak pandangan pertama. Tetapi dia pikir itu adalah perasaan sementara, mungkin karena wajahnya imut. Dilihat dari perangainya pada ibunya sudah jelas bahwa Nana manja, kekanakan, dan hampir tidak mau melakukan apapun. Keuntungannya adalah, gadis itu baik dan penurut.

"Maaf ya Na harus menikah sama Abizar," kata Pak Danang.

Nana hanya diam memandang ke luar jendela mobil. Wajahnya terlihat sedih dan putus asa. Abizar duduk disampingnya dalam jarak sejauh mungkin. 

"Abizar anak yang baik kok. Kamu nggak akan nyesel," lanjut Ibu Arum, sedikit tegas.

Nana tertawa gila di dalam hati. Anak kandungnya sendiri tidak mungkin di jelek-jelekkan. Seolah-olah dia akan percaya.

Abizar mendorong kursinya ke belakang sampai mentok kemudian tiduran dan mulai bermain game di ponselnya. Nana meliriknya sekilas. Dia yakin, pria ini sama sekali tidak sesuai dengan harapannya.

Sampah, pemalas, maniak game, dan masih banyak lagi.

Semakin jauh dari rumahnya, Nana mulai bisa membayangkan kehidupan pernikahannya. Dia akan diperlakukan sebagai babu, disiksa, dibentak-bentak, dipukul, dan lain-lain. Kemungkinan terkecilnya dia bakal bunuh diri.

Apakah Abizar tahu maknanya saat dia mengucapkan ijab qabul?

Nana telah mendapatkan banyak nasehat dari orang tua dan neneknya tentang menjadi seorang istri. Mamanya memberitahunya bahwa setelah menikah, maka dia harus bisa melayani suaminya, memasak untuknya, mencuci bajunya, mencuci piring, membersihkan seluruh rumah, dan masih banyak lagi. Nana hampir tidak pernah melakukan semuanya saat di rumah. Mamanya yang melakukannya. Jadi dia tidak memiliki cukup banyak pengalaman. Tetapii dia sadar diri, semua itu akan menjadi kewajibannya.

Dia akan bertahan sebisa mungkin untuk tetap menjadi istri yang baik jika kehidupannya nanti bersama Abizar sangat mengerikan.

"Kenapa jadi begini ya?" batin Nana.

Dia menghela napas kecil kemudian memutuskan untuk tidur.

Jam setengah satu mereka sampai di kediaman Pak Danang yang luas. Pak Danang dan Ibu Arum langsung turun kemudian ke belakang mobil untuk membawakan barang-barang Nana.

Nana masih tidur nyenyak. Ibu Arum menyuruh Abizar untuk menggendongnya. Namun saat mendekatinya, seolah-olah dapat merasakannya, Nana membuka matanya dan melotot. Abizar langsung menyingkir dan keluar dari mobil.

"Aku sangat lelah. Biar dia yang bantuin bawain barang-barangnya sendiri," kata Abizar pada orang tuanya sambil berjalan cepat masuk ke rumah.

"ABIZAR!" teriak Pak Danang luar biasa keras. Nana dan Ibu Arum sampai kaget.

Namun Abizar tidak peduli dan tetap berjalan memasuki rumahnya.

Nana turun kemudian mendekati mertuanya.

"Mama sama ayah masuk aja ke dalam biar aku yang bawa semua ini," kata Nana lemah. Kepalanya pusing.

"Kamu masuk aja ke dalam Na!" Perintah Pak Danang.

Nana menggeleng kemudian menarik satu koper. Pak Danang membawakan koper kedua dan tas besarnya. Sementara Ibu Arum membawakan koper ketiganya.

Halaman depan rumah Abizar sangat luas. Di bagian kanan terdapat kolam ikan dan sebuah taman serta air mancur. Saat memasuki rumahnya, Nana sedikit terkejut karena ruangannya luas dan sangat cantik. Barang-barang mewah berada dimana-mana. Begitu masuk kamu sudah berada di ruang keluarga. Cukup berbeda dengan rumahnya. Ini bisa disebut rumah orang kaya. Mereka memang berasal dari keluarga kaya yang cukup terpandang.

Nana mengikuti mertuanya menuju sebuah kamar yang lampunya menyala. Saat memasukinya, Nana melhat siapa lagi jika bukan Abziar sedang tengkurap di kasur tanpa melepas sepatunya dan jasnya. Pak Danang dan Ibu Arum menaruh kopernya di dekat lemari kecil.

"Betah-betah disini ya Na! Kalau ada apa-apa jangan sungkan bilang ke mama!" Perintah Ibu Arum lembut.

Nana mengangguk, "Terima kasih ma. Yah."

Mertuanya keluar dan menutup pintu kamar.

"Meskipun buat tidur pengantin baru tepi berantakan banget," batin Nana.

Abizar jelas tidak mungkin memikirkan hal semacam ini. Tetapi berbeda dengan orang tuanya. Mereka pasti mempersiapkan segalanya untuk anaknya terutama dalam masalah pernikahan.

Televisi besar bersebelahan dengan monitor dan komputer. Dibawahnya terdapat banyak sekali konsol game dan keyboard. Hal ini adalah bukti bahwa Abizar sering bermain game.

Nana melihat Abizar kemudian bergidik saat mengingat di mobil pria itu mendekatinya. Dia sangat cemas. Kemudian pandangannya beralih ke kado-kado yang berserakan di dekat pintu. Dia ingat mertuanya menyuruh beberapa anggota keluarga untuk membawakan kado-kado pernikahannya.

Nana memutuskan untuk membersihkan make up terlebih dulu kemudian mandi. Dia bersyukur kamar mandinya berada di dalam kamar sehingga tidak perlu bertanya pada Abizar letak kamar mandi. Di sisi lain, saat mendengar suara di kamar mandi, Abizar bangun.

Abizar tidak tidur. Dia hanya memejamkan matanya. Salah satu masalah terbesarnya adalah dia selalu sulit tidur. Bahkan meskipun sangat mengantuk, dia tetap tidak bisa tidur.

Kemarin malam dia bermain game sampai larut dan pagi-pagi buta dibangunkan oleh ibunya untuk bersiap-siap menikah.  Jadi sekarang sangat ngantuk, dia berusaha tidur tetapi tidak bisa.

Abizar melepaskan sepatunya kemudian melemparnya ke pintu. Dia mengambil selimut dan beberapa bantal ditaruh di atas karpet. Dia mulai bermain game. Ini adalah kebiasaannya. Malam digunakan untuk bermain game kemudian pagi digunakan untuk tidur sampai sore. Kantung matanya sangat jelas. Nana mungkin tidak menyadarinya karena make up.

Nana keluar dari kamar mandi dan sudah berganti pakaian. Dia menaruh handuk di atas tas besarnya.

Suara permainan Abizar benar-benar keras. 

"Apa dia nggak bisa liat jam," keluh Nana.

Nana bertekad tidak akan pernah berbicara pada Abizar. Tidak akan pernah sebelum pria itu yang memulainya.

Dia sedikit bingung sekarang akan tidur dimana. Tidak mungkin seranjang dengan Abizar. Disamping lelaki itu ada sofa. Tetapi tidak mungkin tidur disana sekarang karena keberadaan lelaki itu. 

Akhirnya Nana tidur di kasur dan membelakangi Abizar. Lalu dia menutup telinganya. Rasanya luar biasa. Kepalanya masih pusing, telinganya tidak kuat mendengarkan suara permainan Abizar, otak dan hatinya terus memikirkan banyak hal, serta tidur menghadap kiri tidak nyaman. Luar biasa.

"Bisa dikecilin dikit nggak?!"

Nana sedikit berteriak pada Abizar karena sudah tidak tahan.

“Masakin aku mie instan sepiring penuh ditambah dua telur mata sapi. Jangan lupa keju, tomat, dan selada. Minumannya jus jambu."

Suara yang cepat dan dingin keluar dari mulut Abizar sambil fokus pada gamenya. Selain tidak tahu waktu, dia juga tidak memikirkan tetangganya yang mungkin mendengarkan suara gamenya dan terganggu.

Nana kaget. Apakah dia baru saja disuruh oleh suaminya dan suruhannya merupakan syarat?

"Kamu barusan menyuruhku?" tanya Nana. Dia bersyukur saat ini masih sabar. Jika tidak, dia sudah memukul wajah suaminya.

Abizar diam sejenak lalu melirik Nana tajam.

Nana langsung menuju ke dapur. Beberapa lampu sudah dimatikan oleh mertuanya. Dapurnya juga sudah gelap. Jika ini di rumahnya, dia tidak berani. Bahkan ke kamar mandi pun harus membangunkan mamanya untuk menemaninya. Keberaniannya saat ini juga didukung kemarahannya pada Abizar.

Dia menyalakan lampunya dan mulai membuka semua lemari untuk mencari mie instan. Semua ini dilakukan semata-mata karena dia telah sah menjadi istri pria itu.

Dia memiliki cukup banyak pengalaman memasak bersama mamanya. Memasak adalah salah satu favoritnya. 

Dia mengingat kembali masa-masa pernikahan. Abizar lebih banyak duduk daripada berdiri seperti dirinya. Bahkan di tengah-tengah teman-temannya dia duduk dan bersandar seperti orang yang sangat kelelahan.

"Apa aku bisa bertahan sama orang kayak gitu?" batin Nana.

03 Ucapan

Nana bangun saat mendengar adzan subuh. Dia duduk tapi masih memejamkan matanya dan sambil memegangi kepalanya yang terasa pusing.

"Oh iya aku kan sudah menikah," kaget Nana.

Nana langsung membuka matanya. Dia menoleh ke samping. Di sofa, terlihat Abizar sedang tidur. Layar televisinya masih menyala. Nana menggelengkan kepalanya berkali-kali sambil beristighfar di dalam hati.

Pertama-tama Nana mematikan televisi, sholat subuh lalu membangunkan Abizar untuk sholat.

"Izar. Sholat dulu!"

Dia membangunkan tanpa menyentuhnya.

Izar. Nana mengulang-ulang nama itu di dalam hati. Dia bisa melihat wajah Abizar secara jelas sekarang. Kantung matanya sangat jelas. Bibirnya pucat. Laki-laki ini tampan, tapi sayang, perilakunya buruk.

Ajaib. Dia pikir suami malasnya ini tidak akan bangun tetapi setelah dia membangunkannya dengan satu kalimat itu, Abizar langsung bangun.

Nana langsung meninggalkan Abizar. Rencananya pagi ini adalah mandi, memasak, mencuci baju, dan bersih-bersih. Tidak ada gunanya dia terus-menerus bersedih dan meratapi nasibnya. Dia malu pada mertuanya jika tidak bisa melakukan apapun. Meskipun kemungkinan besar mereka telah mendengar tentang dirinya dari orang tuanya.

Nana memiliki rambut panjang sepunggung. Rambutnya sedikit bergelombang. Dia selalu mengikatnya. Pakaian favoritnya adalah kaos berwarna hijau dan celana pendek berwarna coklat tua.

"Permisi mama, punya obat nggak? Kepalaku sedikit pusing nih," kata Nana saat melihat mertuanya sedang membuka kulkas.

"Abizar kan punya banyak Na."

Jawabannya membuat Nana sangat menyesal sudah bertanya pada mertuanya ini.

"Oh, nanti aku minta padanya,"jawab Nana.

"Kamu mau masak?"

"Iya ma. Mama suka makanan apa? Sini aku masakin. Tapi maaf kalau nggak enak. Hehe."

"Jangan yang manis-manis ya. Abizar nggak suka manis."

"Iya ma."

Tidak suka manis tetapi Abizar menghabiskan jus buatannya yang diberi banyak gula.

Di kulkas ada banyak sekali buah-buahan. Sepertinya Abizar sangat menyukai buah-buahan. Dia akan membuatkannya jus lagi. Ini bukan berarti dia peduli padanya. Tetapi, dia hanya ingin melakukan kewajiban seorang istri.

Jam setengah tujuh Nana selesai memasak. Orang tua Abizar mulai duduk di meja makan dan mengenakan pakaian kerja. Seharusnya mereka libur kan? pikir Nana.

Ayah Abizar adalah direktur di perusahaan kakak iparnya sementara ibunya adalah salah satu pegawai di toko busana. Abizar, pengangguran. Dia anak tunggal makanya sangat dimanja. Terutama oleh mamanya.

"Semalam Abizar main game ya Na?"

Tutupi keburukan suamimu Nana. Entah kenapa, refleks perkataan ibunya langsung muncul di kepalanya.

"Enggak kok yah," jawab Nana. Suaranya kaku sehingga orang tua Abizar tidak percaya.

"Syukurlah. Maafkan dia ya Na. Tapi suatu saat dia pasti bakal berubah kok. Tolong temani dia ya," kata Pak Danang. Ayahnya Abizar.

"Iya yah," jawab Nana.

Dia harus menerima kenyataan bahwa Abizar suka bermain game sepanjang malam sampai pagi. Lalu paginya tidur. Sesuai dengan gosipnya. Sangat tidak sesuai dengan harapannya.

"Lagipula, kami menikah karena terpaksa. Tinggal menunggu kapan kami cerai," kata Nana di dalam hati.

"Antarkan sarapan sama jus buah ke kamarnya Abizar Na. Setiap hari bikinin dia jus buah yang berbeda-beda ya!"

"Iya ma."

Nana mengantarkan sarapan dan jus buah ke kamar Abizar. Kamarnya gelap karena jendelanya masih tertutup. Abizar sedang tidur di kasur dan memakai selimut. Jas hitam dan celananya berserakan di lantai. Kamarnya bau. Nana menaruh nampan diatas meja. Dia langsung membuka jendela kamar dengan cukup kasar sehingga membuat Abizar terbangun.

"Tutup lagi!" perintah Abizar.

Nana menjawab dengan dingin, "Kita butuh udara yang bagus."

Abizar menutup seluruh badannya menggunakan selimut dan membelakangi jendela. Setelah membuka jendela, Nana menyemprotkan pewangi ke seluruh penjuru kamar. Lalu perhatiannya beralih pada kado-kado pernikahannya.

Kemarin tamu mereka sebagian besar adalah teman sekolah Abizar. Dia curiga bahwa Abizar sangat terkenal di sekolahnya. Teman-teman perempuan Nana memuji Abizar rupawan. Nana juga mengakuinya. Tetapi tidak lebih.

"Oh iya, aku harus bersih-bersih," kata Nana.

Nana keluar dan mulai menyapu di seluruh ruangan kecuali kamar mertuanya. Kamar mertuanya dikunci. Sembari menyapu, dia menelpon mamanya.

"Assalamu'alaikum ma."

"Wa'alaikumsalam. Aduh. Pengantin baru nih."

Nana langsung mengeluh, "Ma, Abizar ternyata orangnya kayak gitu banget. Tahu nggak, semalam main game sama nonton film. Paginya tidur. Ayahnya sampai tanya ke aku dia main game enggak semalam. Aku terpaksa bohong. Mama bilang ke aku kalau dia adalah cowo terbaik?"

Beberapa detik tidak ada jawaban dari mamanya. Lalu suara Ibu Alin terdengar pelan,"Kamu harus berusaha merubah dia Na. Sekarang dia sudah menjadi suamimu. Tuntun dia!"

Nana menerima pernikahan ini untuk sementara. Ke depannya adalah warna abu-abu. Tidak jelas. Meskipun begitu, dia masih berharap, "Nggak ma. Aku nggak suka sama dia. Dari dulu aku selalu ingin nikah sama orang yang kusukai."

Nana mulai merengek.

"Nana. Mama minta maaf. Tapi buat sekarang, kamu jalanin dulu ya. Mama sama papa percaya kok kalau Abizar memang yang terbaik untukmu."

"Terbaik dari mananya. Dia itu nggak jelas!" tegas Nana.

Kira-kira sepuluh menit Nana mengobrol dengan ibunya. Ibunya mematikan sambungan telepon saat Nana mulai menangis. Perasaanya dipaksakan. Nana tersenyum perih. Dia kembali memasuki kamarnya.

"Sudah tahu cape karena habis nikah malah main game," kata Nana.

Nana hampir pingsan saat membersihkan rumah Abizar. Rumahnya tidak tingkat tetapi luas. Setelah bersih-bersih, dia mengambil dompetnya di kamar untuk pergi berbelanja. Abizar sedang menikmati sarapannya di kasur.

"Belikan aku banyak jajan!" perintah Abizar tanpa melihat ke Nana sama sekali.

"Duitnya?" tanya Nana sambil mencari-cari dompetnya.

"Pakai duitmu."

Nana tidak mengatakan apapun lagi. Dia pergi berbelanja di supermarket dan membelikan banyak jajan untuk Abizar. Semua ini dilakukan karena dia ingin menjadi istri yang baik. Dia bertekad akan bertahan.

Sepanjang jalan beberapa tetangga yang menyapa Nana. Dia tersenyum dan menjawabnya. Beberapa dari mereka bertanya tentang Abizar. Nana tidak tahu harus menjawab bagaimana. Mereka baru saja menikah kemarin. Mungkin bagi tetangga, aneh melihat Abizar tidak bersamanya.

Yah....mereka menikah karena terpaksa.

Setelah berbelanja, Nana melempar jajanan Abizar ke kasur. Laki-laki itu sudah tidur lagi. Nana duduk di lantai untuk membuka semua kado pernikahan.

Sebelum membuka semua hadiahnya, tiba-tiba Nana merasa sangat lemas dan pusing kembali. Sepertinya dia terlalu lelah. Dia lupa membeli obat tadi. Dia tidak akan bertanya pada Abizar dan memutuskan untuk mencarinya sendiri lalu menemukan banyak sekali obat di laci meja. Banyak yang sudah habis. Abizar mengkonsumsi obat sebanyak ini? Dia tidak pernah mendengar laki-laki itu menderita suatu penyakit. Dia memutuskan mencaritahu obat-obatan ini.

"Abizar nggak menderita penyakit apapun. Tapi dia sering pusing dan nggak enak badan," kata Ibu Arum.

Bagaimana tidak sakit jika hari-harinya saja seperti itu, pikir Nana.

Nana memperhatikan teman-temannya yang memberi kado kemarin. Nana membuka yang paling besar. Kadonya berwarna pink. Dia tidak ingat bahwa temannya pernah memberikannya kado ini. Dia mulai membukanya dan sangat kaget karena isinya balon. Balon-balonnya langsung terbang. Untung ada talinya sehingga Nana mengambil talinya. Dia mencari sesuatu untuk meletuskannya karena di dalam balon terdapat selembar kertas tebal.

Setelah mendapatkan kertasnya, Nana membaca tulisannya.

Dear Abizar,

Semoga kamu bahagia dengan pernikahanmu. Tidak perlu berusaha keras untuk menjadi apa yang diharapkan oleh istrimu. Jadilah seperti biasanya, Abizar sayang.

From: Tantemu, Cantika.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!