03 Ucapan

Nana bangun saat mendengar adzan subuh. Dia duduk tapi masih memejamkan matanya dan sambil memegangi kepalanya yang terasa pusing.

"Oh iya aku kan sudah menikah," kaget Nana.

Nana langsung membuka matanya. Dia menoleh ke samping. Di sofa, terlihat Abizar sedang tidur. Layar televisinya masih menyala. Nana menggelengkan kepalanya berkali-kali sambil beristighfar di dalam hati.

Pertama-tama Nana mematikan televisi, sholat subuh lalu membangunkan Abizar untuk sholat.

"Izar. Sholat dulu!"

Dia membangunkan tanpa menyentuhnya.

Izar. Nana mengulang-ulang nama itu di dalam hati. Dia bisa melihat wajah Abizar secara jelas sekarang. Kantung matanya sangat jelas. Bibirnya pucat. Laki-laki ini tampan, tapi sayang, perilakunya buruk.

Ajaib. Dia pikir suami malasnya ini tidak akan bangun tetapi setelah dia membangunkannya dengan satu kalimat itu, Abizar langsung bangun.

Nana langsung meninggalkan Abizar. Rencananya pagi ini adalah mandi, memasak, mencuci baju, dan bersih-bersih. Tidak ada gunanya dia terus-menerus bersedih dan meratapi nasibnya. Dia malu pada mertuanya jika tidak bisa melakukan apapun. Meskipun kemungkinan besar mereka telah mendengar tentang dirinya dari orang tuanya.

Nana memiliki rambut panjang sepunggung. Rambutnya sedikit bergelombang. Dia selalu mengikatnya. Pakaian favoritnya adalah kaos berwarna hijau dan celana pendek berwarna coklat tua.

"Permisi mama, punya obat nggak? Kepalaku sedikit pusing nih," kata Nana saat melihat mertuanya sedang membuka kulkas.

"Abizar kan punya banyak Na."

Jawabannya membuat Nana sangat menyesal sudah bertanya pada mertuanya ini.

"Oh, nanti aku minta padanya,"jawab Nana.

"Kamu mau masak?"

"Iya ma. Mama suka makanan apa? Sini aku masakin. Tapi maaf kalau nggak enak. Hehe."

"Jangan yang manis-manis ya. Abizar nggak suka manis."

"Iya ma."

Tidak suka manis tetapi Abizar menghabiskan jus buatannya yang diberi banyak gula.

Di kulkas ada banyak sekali buah-buahan. Sepertinya Abizar sangat menyukai buah-buahan. Dia akan membuatkannya jus lagi. Ini bukan berarti dia peduli padanya. Tetapi, dia hanya ingin melakukan kewajiban seorang istri.

Jam setengah tujuh Nana selesai memasak. Orang tua Abizar mulai duduk di meja makan dan mengenakan pakaian kerja. Seharusnya mereka libur kan? pikir Nana.

Ayah Abizar adalah direktur di perusahaan kakak iparnya sementara ibunya adalah salah satu pegawai di toko busana. Abizar, pengangguran. Dia anak tunggal makanya sangat dimanja. Terutama oleh mamanya.

"Semalam Abizar main game ya Na?"

Tutupi keburukan suamimu Nana. Entah kenapa, refleks perkataan ibunya langsung muncul di kepalanya.

"Enggak kok yah," jawab Nana. Suaranya kaku sehingga orang tua Abizar tidak percaya.

"Syukurlah. Maafkan dia ya Na. Tapi suatu saat dia pasti bakal berubah kok. Tolong temani dia ya," kata Pak Danang. Ayahnya Abizar.

"Iya yah," jawab Nana.

Dia harus menerima kenyataan bahwa Abizar suka bermain game sepanjang malam sampai pagi. Lalu paginya tidur. Sesuai dengan gosipnya. Sangat tidak sesuai dengan harapannya.

"Lagipula, kami menikah karena terpaksa. Tinggal menunggu kapan kami cerai," kata Nana di dalam hati.

"Antarkan sarapan sama jus buah ke kamarnya Abizar Na. Setiap hari bikinin dia jus buah yang berbeda-beda ya!"

"Iya ma."

Nana mengantarkan sarapan dan jus buah ke kamar Abizar. Kamarnya gelap karena jendelanya masih tertutup. Abizar sedang tidur di kasur dan memakai selimut. Jas hitam dan celananya berserakan di lantai. Kamarnya bau. Nana menaruh nampan diatas meja. Dia langsung membuka jendela kamar dengan cukup kasar sehingga membuat Abizar terbangun.

"Tutup lagi!" perintah Abizar.

Nana menjawab dengan dingin, "Kita butuh udara yang bagus."

Abizar menutup seluruh badannya menggunakan selimut dan membelakangi jendela. Setelah membuka jendela, Nana menyemprotkan pewangi ke seluruh penjuru kamar. Lalu perhatiannya beralih pada kado-kado pernikahannya.

Kemarin tamu mereka sebagian besar adalah teman sekolah Abizar. Dia curiga bahwa Abizar sangat terkenal di sekolahnya. Teman-teman perempuan Nana memuji Abizar rupawan. Nana juga mengakuinya. Tetapi tidak lebih.

"Oh iya, aku harus bersih-bersih," kata Nana.

Nana keluar dan mulai menyapu di seluruh ruangan kecuali kamar mertuanya. Kamar mertuanya dikunci. Sembari menyapu, dia menelpon mamanya.

"Assalamu'alaikum ma."

"Wa'alaikumsalam. Aduh. Pengantin baru nih."

Nana langsung mengeluh, "Ma, Abizar ternyata orangnya kayak gitu banget. Tahu nggak, semalam main game sama nonton film. Paginya tidur. Ayahnya sampai tanya ke aku dia main game enggak semalam. Aku terpaksa bohong. Mama bilang ke aku kalau dia adalah cowo terbaik?"

Beberapa detik tidak ada jawaban dari mamanya. Lalu suara Ibu Alin terdengar pelan,"Kamu harus berusaha merubah dia Na. Sekarang dia sudah menjadi suamimu. Tuntun dia!"

Nana menerima pernikahan ini untuk sementara. Ke depannya adalah warna abu-abu. Tidak jelas. Meskipun begitu, dia masih berharap, "Nggak ma. Aku nggak suka sama dia. Dari dulu aku selalu ingin nikah sama orang yang kusukai."

Nana mulai merengek.

"Nana. Mama minta maaf. Tapi buat sekarang, kamu jalanin dulu ya. Mama sama papa percaya kok kalau Abizar memang yang terbaik untukmu."

"Terbaik dari mananya. Dia itu nggak jelas!" tegas Nana.

Kira-kira sepuluh menit Nana mengobrol dengan ibunya. Ibunya mematikan sambungan telepon saat Nana mulai menangis. Perasaanya dipaksakan. Nana tersenyum perih. Dia kembali memasuki kamarnya.

"Sudah tahu cape karena habis nikah malah main game," kata Nana.

Nana hampir pingsan saat membersihkan rumah Abizar. Rumahnya tidak tingkat tetapi luas. Setelah bersih-bersih, dia mengambil dompetnya di kamar untuk pergi berbelanja. Abizar sedang menikmati sarapannya di kasur.

"Belikan aku banyak jajan!" perintah Abizar tanpa melihat ke Nana sama sekali.

"Duitnya?" tanya Nana sambil mencari-cari dompetnya.

"Pakai duitmu."

Nana tidak mengatakan apapun lagi. Dia pergi berbelanja di supermarket dan membelikan banyak jajan untuk Abizar. Semua ini dilakukan karena dia ingin menjadi istri yang baik. Dia bertekad akan bertahan.

Sepanjang jalan beberapa tetangga yang menyapa Nana. Dia tersenyum dan menjawabnya. Beberapa dari mereka bertanya tentang Abizar. Nana tidak tahu harus menjawab bagaimana. Mereka baru saja menikah kemarin. Mungkin bagi tetangga, aneh melihat Abizar tidak bersamanya.

Yah....mereka menikah karena terpaksa.

Setelah berbelanja, Nana melempar jajanan Abizar ke kasur. Laki-laki itu sudah tidur lagi. Nana duduk di lantai untuk membuka semua kado pernikahan.

Sebelum membuka semua hadiahnya, tiba-tiba Nana merasa sangat lemas dan pusing kembali. Sepertinya dia terlalu lelah. Dia lupa membeli obat tadi. Dia tidak akan bertanya pada Abizar dan memutuskan untuk mencarinya sendiri lalu menemukan banyak sekali obat di laci meja. Banyak yang sudah habis. Abizar mengkonsumsi obat sebanyak ini? Dia tidak pernah mendengar laki-laki itu menderita suatu penyakit. Dia memutuskan mencaritahu obat-obatan ini.

"Abizar nggak menderita penyakit apapun. Tapi dia sering pusing dan nggak enak badan," kata Ibu Arum.

Bagaimana tidak sakit jika hari-harinya saja seperti itu, pikir Nana.

Nana memperhatikan teman-temannya yang memberi kado kemarin. Nana membuka yang paling besar. Kadonya berwarna pink. Dia tidak ingat bahwa temannya pernah memberikannya kado ini. Dia mulai membukanya dan sangat kaget karena isinya balon. Balon-balonnya langsung terbang. Untung ada talinya sehingga Nana mengambil talinya. Dia mencari sesuatu untuk meletuskannya karena di dalam balon terdapat selembar kertas tebal.

Setelah mendapatkan kertasnya, Nana membaca tulisannya.

Dear Abizar,

Semoga kamu bahagia dengan pernikahanmu. Tidak perlu berusaha keras untuk menjadi apa yang diharapkan oleh istrimu. Jadilah seperti biasanya, Abizar sayang.

From: Tantemu, Cantika.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!