MONA

MONA

1. Perempuan Asing

Brak!!

Mona melempar hp nya ke dinding kamarnya hingga hp itu pecah berantakan.

Tangannya bergetar, wajahnya memerah karena menahan amarah yang luar biasa besar dan nyaris meledak.

Mona sejenak membisu, dadanya seperti akan pecah.

Perempuan itu lantas berjalan ke arah tempat tidur, menarik bed covernya dengan kasar, melemparnya sembarangan di atas lantai.

Ia juga menuju meja di mana ia biasa membawa berkas dari kantor ke rumah dan mengerjakannya di sana.

Mona mengamuk seperti orang gila.

Kamar apartemennya hancur, semua dihancurkan sampai benar-benar seperti baru terjadi ledakan.

Lelah mengamuk Mona lantas terduduk lemas di atas karpet kamarnya, menangis sejadi-jadinya di sana.

"Apa ini? Apa yang terjadi? Kenapa? Kenapa? Kenapaaaaa?!"

Mona meremas rambutnya dengan kedua tangannya seolah ingin melepas setiap helai rambut dari kepalanya.

Ia menelungkup di atas karpet, menangis dan semakin menangis.

Dadanya sesak, dadanya sungguh sesak.

**-------------**

Setengah Jam sebelumnya,

"Yakin tidak akan ikut besok Mon? Setelah perceraianmu selesai, cobalah sesekali bersantai Mon, kau terlalu tegang belakangan ini."

Kata Diah, teman sekantor Mona yang tinggal dalam gedung apartemen yang sama namun beda lantai.

Mona tampak tersenyum santai.

"Gampang lah, nanti saja kalau sudah pengen, sekarang ingin rehat saja."

Keduanya masuk ke dalam lift.

"Atau jangan-jangan mau liburan sama anak angkatmu? Siapa namanya? Sasa?"

Diah mengerling pada Mona yang menekan nomor lantai di mana ia tinggal dan juga menekankan nomor lantai Diah tinggal.

"Dari mana kamu tahu?"

Tanya Mona masih dengan senyumannya.

"Ya tahulah, kamu pasang fotonya di meja kantor."

Sahut Diah.

"Hmm pasti Mbak Yuni kan? Dia yang kasih tahu namanya..."

Mona ke arah Diah yang jadi tertawa karena ketahuan.

"Aku dengar minggu lalu kamu ajak anak itu jalan-jalan, benar?"

Tanya Diah.

Lift berjalan ke atas.

Mona mengangguk.

"Sama Ayahnya juga?"

Tanya Diah kepo.

Mona melirik Diah,

"Harus ditanyakan juga ya?"

Mona balik tanya.

Diah jadi tertawa lagi.

"Yaa sori kalau jadi kepo, soalnya kamu kan biasanya cuek banget sama orang, kok bisa-bisanya langsung pergi sama orang asing."

"Mereka sudah bukan orang asing Diah."

Kata Mona.

"Hmm... Aku sudah mencium aroma tak enak, baiklah, aku mengerti."

Kata Diah.

Tepat saat kemudian lift berhenti di lantai lima di mana Mona tinggal.

"Aku duluan."

Kata Mona begitu pintu lift terbuka dan dia keluar dari lift.

"Kenalkan padaku jika memang kalian akan serius, bagaimanapun kita masih ada hubungan saudara."

Kata Diah.

Mona hanya mengibaskan tangannya ke udara.

Ia tampak tersenyum tipis saja.

Masih terlalu dini jika ia harus mengatakan soal Ayah Shanum pada orang lain.

Jika toh ia bicara dengan Mbak Yuni, seniornya di kantor, itu karena Mbak Yuni tanpa sengaja mengangkat telfon Ayah Shanum saat Mona sedang ke pantry dan hp nya ketinggalan.

"Dia tahu aku punya penyakit yang tak mungkin aku punya anak. Dia sudah punya anak, jadi dia tak akan berharap aku punya anak."

Kata Mona pada Mbak Yuni ketika Mbak Yuni menanyakan sosok Ayah Shanum yang baru saja menelfon mencari Mona.

"Kenal di mana?"

Tanya Mbak Yuni sambil memberikan berkas baru untuk Mona.

"Media sosial."

Sahut Mona.

"Mon, kamu serius?"

Mbak Yuni terlihat begitu terkejut dengan jawaban Mona.

Mona menatap Mbak Yuni dengan tatapan matanya seserius mungkin.

"Aku serius Mbak, apa aku seperti sedang bercanda?"

Mbak Yuni saat itu langsung menghela nafas.

"Aku khawatir kau akan terluka Mon, itu saja."

Kata Mbak Yuni.

Dan...

Ya, Mona baru masuk ke dalam unit apartemen nya dan akan bersiap mandi saat ia ia ke kamar untuk meletakkan tas dan berkas kantor yang sengaja ia bawa pulang untuk ia lembur,

saat tiba-tiba hp nya ada panggilan masuk dari nomor tak dikenal.

Sebetulnya, Mona termasuk orang yang paling malas mengangkat panggilan dari nomor baru yang tak memperkenalkan diri lebih dulu.

Tapi...

Panggilan itu terus menerus masuk, hingga lebih dari lima kali dan akhirnya ia mengirimkan pesan singkat.

[Selamat petang, Bu Mona, maaf mengganggu, boleh saya telfon?]

Mona mengerutkan kening.

[Siapa?]

Balas Mona, meski sebetulnya ia merasa sedikit heran, karena seingatnya ia tak pernah memberikan nomor pribadinya pada sembarang orang.

Panggilan itu kembali masuk, Mona pun menerimanya.

"Halo..."

Terdengar suara perempuan.

"Ya halo, ini siapa? Dan maaf, ada perlu apa?"

Tanya Mona.

Hening sejenak.

Lalu...

Terdengar isak tangis.

Mona kembali mengerutkan kening.

"Saya Ibunya Shanum Bu..."

Akhirnya suara perempuan itu terdengar kembali.

"Oh..."

Terkejut, tentu saja Mona merasakannya.

Ada apa tiba-tiba Ibunya Shanum menghubunginya?

Dari mana ia dapat nomor hp ku? Begitu yang langsung terbersit dalam pikiran Mona.

"Maaf sebelumnya mengganggu waktunya Bu, banyak yang ingin saya sampaikan, tapi saya tidak tahu harus dari mana dulu."

Kata si perempuan.

"Katakan saja, aku akan dengar."

Ujar Mona.

"Atau kita ketemu saja Bu? Supaya enak bicaranya."

"Bicara tentang apa? Aku besok Sabtu akan pulang ke rumah orangtua, dan Senin sudah harus bekerja lagi. Katakan saja sebetulnya ada apa?"

Mona mulai tak sabar.

"Maaf Bu, selama ini Ibu sudah dibohongi oleh suami saya."

Terdengar kemudian suara si perempuan yang mengaku Ibunya Shanum.

"Apa maksudnya? Dibohongi soal apa?"

Mona mulai tak karuan, perasaannya mulai tak enak.

"Selama ini dia mengaku sudah berpisah dengan saya kan? Padahal kami masih tinggal satu rumah Bu."

"Maksudnya? Shanum..."

"Ya, Shanum masih tinggal bersama saya dan juga suami saya, kami masih tinggal satu rumah."

Mona tiba-tiba merasa tubuhnya bergetar, dadanya bergemuruh.

"Baru pagi tadi saya dijatuhi talak Bu, ini menyakitkan untuk saya, saya dipulangkan ke rumah orangtua, ini tidak adil buat saya."

Perempuan itu menangis, Mona juga tanpa terasa jadi menangis.

Lidah Mona kelu, tak tahu harus bicara apa, ia benar-benar tak tahu harus bicara apa.

Semua bayangan tentang Shanum kembali ada di pelupuk matanya.

Wajah gadis kecil itu, yang membuatnya begitu terenyuh untuk pertama kalinya.

Mendengar kisahnya yang katanya hidup hanya dengan sang Ayah hingga kurang terawat membuat Shanum bernostalgia akan masa kecilnya yang terlewat tanpa Ibu kandungnya yang tiada ketika Mona masih kecil.

Mendapatkan takdir divonis tak mampu melahirkan anak, membuat Mona sangat terpukul sebagai perempuan.

Ia berusaha tegar dan baik-baik saja meskipun itu sebetulnya bohong.

No, Mona tak baik-baik saja.

Ia selalu menangis seorang diri kala malam hari setelah semua pekerjaannya selesai.

Hingga ia bertemu Shanum, ia merasa mereka dipertemukan karena takdir.

Shanum tak memiliki Ibu, dan Mona tak memiliki anak.

Tapi...

"Anda dibohongi Bu, anda dibohongi Ayah Shanum selama ini."

Mona tangannya tergetar, tak mau mendengar apapun lagi ia matikan hp nya, dan...

Brak!!

Ia lempar hp itu ke dinding.

**-------------**

Terpopuler

Comments

Widodo Wilujeng

Widodo Wilujeng

perempuan kok emosi sampai ngamuk kek gitu... mungkin selama hidupnya jauh dari Tuhan, jd gak punya sandaran ketika ada masalah

2022-10-13

0

Lila Anggraini

Lila Anggraini

langsung gregetan di awal bab

2022-08-30

0

༺❥ⁿᵃᵃ​ꨄ۵​᭄

༺❥ⁿᵃᵃ​ꨄ۵​᭄

waaduhhh baru mulai bca thor udh main emosi hihihihiiii
hay thorr ketmu lg, crita cita dh tamat akhir nya aq melompat lg ke sini hehehe

2022-04-23

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!