2. Sakit

Pagi sekitar pukul tiga dini hari, Mona yang lelah menangis dan akhirnya tertidur tampak terbangun.

Matanya lamat-lamat terbuka, memandangi sekitar ruangan unit Apartementnya yang berantakan.

Hp Mona yang hancur terlihat ada juga di sana, mengingatkan Mona akan apa yang ia baru alami beberapa jam yang lalu.

Ibunya Shanum, isteri Bang Raditya.

Mona mengusap wajahnya, entah berapa lama dan berapa banyak air mata yang jatuh dari kedua matanya semalam, yang jelas kini matanya sembab.

Mona bangkit dari posisinya, perempuan tiga puluh tahun itu berjalan ke arah hp miliknya.

Ia kalap luar biasa, terkejut sekaligus merasa begitu terpukul dengan apa yang ia dengar.

Bagaimana bisa laki-laki itu tega memanfaatkan posisinya yang sedang berada di titik terendah?

Bagaimana bisa laki-laki itu seolah memposisikan takdir hidup yang tengah dijalani Mona adalah hal yang bisa ia permainkan?

Mona menghela nafasnya, mungkin memang salahnya, terlalu cepat membuka hati, terlalu cepat berharap jika ia bisa seketika mendapatkan sinar terang setelah gelap dalam hidup nyaris menenggalamkannya.

Divonis tak memiliki sel telur, dikatakan tak mungkin bisa punya anak dalam kondisinya yang sudah begitu menyedihkan, nyatanya membuat Mona kehilangan jati dirinya yang sebetulnya tak pernah mudah membuka hati.

Ah...

Shanum...

Nyatanya, dari sanalah memang harapannya mulai muncul.

Merasa jika ia tak mungkin punya anak dan tiba-tiba seolah ada anak yang muncul dalam kehidupannya tentu saja siapapun menganggap jika itu adalah takdir.

Tapi...

Mona menatap jam dinding, masih terlalu pagi jika ia keluar untuk membeli hp baru, maka Mona memutuskan bebenah saja.

Ya, bebenah unit apartemennya yang masih dalam cicilan tujuh tahun lagi, yang ia beli sampai jungkir balik dan hutang di mana-mana.

Mona, perempuan yang telah melewati banyak masalah yang menempanya menjadi sosok yang sangat kuat dan mandiri, meskipun buruknya ia juga sangat keras kepala.

"Apartment ini aku tidak akan minta bagian."

Kata mantan suami Mona saat mereka akan bercerai.

Mona mendengus.

"Ya memang harusnya ini adalah mutlak punyaku."

Kesal Mona saat itu.

"Tapi semua harta yang dibeli di dalam pernikahan itu harusnya adalah bagian dari gono gini."

Kata Bang Panji, mantan suami Mona.

"Ya kalau dibeli dengan uangmu, tapi kalau dengan uangku tentu lain lagi ceritanya."

Ujar Mona bersikeras jika harta miliknya dan mantan suaminya itu adalah sendiri-sendiri, terutama apartemen yang mereka huni beberapa tahun sebelum akhirnya memutuskan untuk berpisah.

Bagaimanapun untuk proses dari awal pengajuan, uang muka, dan urusan lain-lain Mona lah yang merasa banyak mengeluarkan uang, bahkan untuk setoran tiap bulan juga Mona tanggung sendiri karena mantan suami dulu alasannya sedang bantu orangtuanya membiayai adiknya kuliah sedangkan Bapaknya pensiunannya tidak cukup.

Semula sebetulnya Mona tinggal dengan keluarga suaminya, tapi lama-lama ia tak sanggup lagi karena terus disindir belum juga bisa punya anak.

Merasa semakin tidak nyaman, maka Mona mengajukan unit apartemen yang ia huni sampai saat ini dan untungnya di ACC.

Mona terlihat membenahi semua barang yang pecah berserakan di atas lantai bekas ia mengamuk, setelah kembali rapi, barulah Mona pergi ke kamar mandi untuk mencuci muka, dan setelah itu sibuk mencari bahan agar bisa membuat sarapan.

Apa yang akan dilakukannya nanti saat Raditya menghubunginya? Atau malah lebih baik Mona menghubungi Raditya lebih dulu?

Mona berpikir sambil keluar dari kamar mandi dan berjalan menuju kulkas.

Dibukanya kulkas dengan banyak tempelan jadwal bayar tagihan dengan kertas-kertas kecil di pintunya.

Mona mengambil dua telur, dan juga dua jenis sayur.

Tak ada yang ingin ia makan sebetulnya hari ini, tapi terbiasa sarapan setiap hari nyatanya tak bisa ia abaikan.

Mona mendekati dapur membawa dua telur dan dua jenis sayurannya.

Sawi hijau dan wortel, Mona mengambil pisau untuk mengupas wortel, manakala ia ingat wajah Raditya.

Laki-laki itu, haruskah aku membunuhnya saja? Batin Mona.

Tangannya yang menggenggam pisau tampak bergetar, rasanya jika saja rumah Raditya dekat dengan posisinya saat ini, tentu Mona tak akan ragu mendatanginya sekarang juga.

"Aku dalam proses bercerai."

Kata laki-laki itu, ketika mereka baru dekat.

Bermula dari laki-laki itu menjual obat herbal yang bisa menghancurkan kista dan lain sebagainya, dan dia melihat komenan Mona di salah satu grup kesehatan tentang pengobatan kista tanpa operasi, Raditya mengajukan pertemanan dan akhirnya mereka jadi sering berkomunikasi.

Komunikasi yang sejatinya pada awalnya hanya tentang obat herbal yang ditawarkan Raditya, lalu kemudian jadi melebar menjadi seringnya Raditya mengomentari setiap postingan Mona dari yang serius hingga yang hanya bercanda.

Hingga kemudian Mona berlangganan obat herbal yang ditawarkan Raditya, yang dari sana komunikasi keduanya pun semakin intens.

"Kenapa bercerai?"

Tanya Mona saat itu,

"Isteri sudah tidak bisa menerima kondisiku yang hanya punya pekerjaan seperti ini, penghasilan tak menentu."

Jawab Raditya.

"Hmm masalah klasik, bercerai karena ekonomi."

Mona berkomentar.

"Lalu, apa yang paling baru memangnya?"

Tanya Raditya seraya menatap Mona yang duduk di seberang meja restoran Padang di mana mereka melakukan pertemuan untuk transaksi obat herbal yang dijual Raditya.

"Selingkuh, seperti yang banyak di sinetron, atau mungkin yang lebih ekstrim, bercerai karena suami keranjingan games."

Ujar Mona membuat Raditya tertawa.

"Apa aku terlihat berbakat menjadi laki-laki yang suka selingkuh?"

Tanya Raditya.

Mona memberanikan menatap laki-laki di hadapannya itu.

Laki-laki yang tampak sangat maskulin dan lumayan tampan..

Tak lama, Mona terlihat memalingkan pandangan matanya ke arah lain, ia tampak merasa tak nyaman ketika kemudian tatap mata mereka beradu.

"Ah entahlah, aku tak bisa menilai orang lain, salah-salah aku bisa dosa karena mudah menghakimi orang."

Kata Mona.

Raditya tersenyum.

"Aku suka perempuan sepertimu, sangat lugas dan tak bertele-tele."

Kata Raditya memuji.

Mona tak bereaksi apapun, ia hanya merasa hatinya sedikit terusik saat itu.

Ya, biasanya selama ia menikah selalu mendengar suaminya merendahkannya, kini tiba-tiba laki-laki lain datang memujinya meski bukan mengatakan dia cantik, menarik dan lain sebagainya yang biasa dilakukan laki-laki untuk menggombali perempuan.

Tapi...

Justeru itulah yang membuat Mona merasa jika Raditya bukan sedang mencoba mempermainkan hatinya.

Ia merasa Raditya hanya sedang mencoba jujur dalam penilaiannya.

Ah entahlah, mungkin untuk sekian waktu Mona merasa memang itu tulus, namun sekarang?

Mona mengupas kulit wortel yang tipis dan...

Clas!

Pisau yang ia gunakan meleset, darah langsung menetes dari jarinya yang terluka.

Mona segera menuju wastafel, mencuci jari itu, membiarkan darah bercampur dengan air keran dan mengalir di wastafel.

Luka pada jarinya tak sebanding luka di hatinya saat ini.

Perih, sakit, dan menghancurkan.

**-----------------**

Terpopuler

Comments

Putrii Marfuah

Putrii Marfuah

sakit Karena dibohongi...sakiit banget...
yach namanya promosi, pastibyg bagus2 yg dikeluarin..ya gak raditya

2022-04-16

1

Dewi Masithoh Al-adha

Dewi Masithoh Al-adha

komplit pakai bgt kya karya otor ada horor,ada komedi pkoknya komplit deh...
baca yg itu bikin ketawa,yg 1 lg bikin mwek,1 lg bikin tegang...

2022-04-07

1

Resti Restiani Nasa

Resti Restiani Nasa

hah bingung mau komen apa🤔

2022-04-04

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!