4. Mari Hidup Bahagia

"Kenapa tidak dimakan? Bukankah tadi pesan Gurame goreng?"

Tanya Mona melihat Raditya hanya diam membisu menatap sajian makanan yang ada di meja.

Setelah membeli hp baru di counter langganan, Mona yang gagap sarapan memang akhirnya memutuskan mengajak Raditya makan di resto favoritnya.

Resto dekat pantai yang menyajikan menu standar tapi rasanya cukup istimewa dengan harga tak terlalu mahal.

Resto yang bisa memilih duduk di dalam ruangan atau bisa juga menyewa gazebo untuk makan lesehan itu biasanya di sore hari adalah puncak ramainya orang makan.

Sementara jika siang hari, resto itu juga cukup ramai untuk hari Sabtu-Minggu saja, jika hari kerja resto hanya ramai saat sore sampai malam.

Raditya memaksakan satu senyuman.

Mona bisa merasakan senyuman itu senyuman yang sangat hambar.

"Kau ingat Sasa di rumah?"

Tanya Mona akhirnya.

Raditya menatap Mona.

Perempuan di hadapannya itu nyatanya seperti selalu saja bisa memahami apa yang ia pikirkan dan rasakan.

"Sasa suka ayam, nanti kita bungkus saja. Ah, bukankah jika kamu tidak ada di rumah Sasa dijaga Uwaknya, kita belikan sekalian Uwaknya dan keluarganya."

Ujar Mona.

"Hany..."

Raditya mencoba menahan Mona yang akan memanggil pelayan,

"Tidak apa, aku pesankan saja sekarang, kamu makanlah."

Mona memanggil pelayan yang kebetulan lewat di dekat gazebo tempat Mona dan Raditya kini bersiap bersantap.

Pelayan tergopoh menghampiri, Mona memesan ayam goreng kremes beserta nasi dan lalapnya.

"Paket komplit ya."

Kata Mona, pelayan mengangguk.

Raditya terlihat mencuci tangannya di tempat cuci tangan yang disediakan di samping gazebo mereka.

Setelah cuci tangan, barulah Raditya kembali duduk lesehan berhadapan dengan Mona yang kini menyiapkan nasi di atas piring yang ia ambil dari bakul bambu kecil di atas meja.

"Aku makan ya."

Kata Raditya.

Mona mengangguk.

Raditya menyendok sambal terasi dengan lalap untuk dicampur dengan nasi.

Ada ekspresi yang sulit dimengerti oleh Mona, seperti sedih, seperti tertekan, seperti sebuah perasaan yang bertumpang tindih tak jelas.

Enggan kembali memenuhi pikirannya dengan pemikiran buruk, Mona akhirnya memilih menyantap makanannya saja.

"Lusa aku butuh obat lagi, dikirim pake ojol saja nanti ongkirnya aku ganti."

Kata Mona seusai acara makan selesai.

"Ooh, ya nanti akan aku siapkan, tidak apa nanti aku antar sendiri saja."

Kata Raditya.

"Motormu ke mana? Aku lihat tadi kamu jalan kaki."

Ujar Mona.

"Ooh... Motorku, ngg... Bagaimana ya, aku sebetulnya malas bahas itu."

Raditya terlihat meneguk es tehnya.

Mona mengerutkan kening.

"Cerita saja, kamu tahu aku tak suka bertele-tele bukan? Sama halnya jika ada orang yang bisa cerita kepadaku tapi harus muter-muter lebih dulu, aku juga tidak suka."

"Motorku ditarik leasing, empat bulan nunggak, bahkan listrik juga akan dicabut, dua hari ini tidak ada listrik, karena disegel meterannya."

Tutur Raditya akhirnya.

"Oh ya? Kenapa bisa begitu? Bayar listrik sebulan sampai berapa ratus ribu sampai nunggak tak bisa bayar dan meteran disegel?"

Mona tak habis pikir, kenapa bisa sampai sebegitunya.

"Sebulan seratus tiga puluh ribu saja, tapi namanya uang datang tak menentu, hasil menjualkan obat juga tak seberapa, karena tidak banyak yang tertarik beli."

Kata Raditya.

Mona menghela nafas.

"Tentu saja, tak banyak perempuan sepertiku yang sampai harus rela minum obat herbal karena ada yang salah dalam dirinya."

Ujar Mona lirih.

Nadanya sedih, lebih seperti sebuah keluhan atas nasibnya.

Raditya menatap iba ke arah perempuan di hadapannya.

"Tak usah sedih, kamu memiliki Sasa sekarang, kamu bisa menganggapnya anakmu, bukankah dia memanggilmu Ibu kemarin saat bertemu? Bahkan aku tak mengajarinya memanggil Ibu."

Ujar Raditya.

Mona mengangguk kecil, mengingat momen di mana mereka pertama kali bertemu secara langsung dan Sasa langsung seperti tak malu untuk dekat dengan Mona membuat hati Mona kembali menghangat.

"Mungkin nanti saat reuni sekolah aku akan mengajak Sasa, boleh kan?"

Tanya Mona.

Raditya mengangguk.

"Tentu saja hany."

Jawab Raditya.

Mona tersenyum.

"Kapan waktunya?"

Tanya Raditya.

"Entahlah, aku belum tahu kapan pastinya, tapi ada yang bilang bulan depan, nanti pasti akan dapat undangan dari panitia, aku akan kabari jika sudah dekat."

Ujar Mona.

Raditya mengangguk.

Mona menghela nafas, ia ingat hari ini Sabtu harus pulang ke rumah orang tuanya di kota sebelah, ia pun segera memanggil pelayan untuk meminta tagihan.

"Mau pulang sekarang?"

Tanya Raditya.

"Ya, aku akan langsung ke rumah orangtua, aku akan antar kau pulang."

Kata Mona.

Raditya tampak gugup begitu mendengar Mona akan mengantar pulang.

"Ngg... Aku naik angkutan saja, tidak apa kamu langsung pergi ke rumah orangtua."

Mona mengerutkan kening.

Mona akan bertanya kenapa Raditya terlihat begitu gugup hanya karena akan diantar, tapi seorang pelayan datang dengan tagihan dan seorang pelayan lain datang dengan pesanan yang Mona minta untuk dibawa pulang.

Setelah melihat tagihan dan kemudian Mona membayarnya, Mona pun memberikan dua kresek berisi nasi ayam kremes yang untuk dibawa pulang Raditya.

"Ada delapan kotak, jadi kalau lebih bisa dibagikan untuk orang di sekitar rumah juga."

Ujar Mona.

"Kenapa banyak sekali?"

Tanya Raditya.

Mona berdiri dan meraih tas kecilnya untuk diselempangkan di bahunya.

"Hanya delapan, kalau delapan puluh kotak, baru itu banyak."

Sahut Mona yang lantas menyambar kunci mobil di atas meja di dekat Raditya.

"Ayo cepatlah, aku antar pulang, tenang saja aku tak akan mampir, hanya akan mengantarmu sampai jalan dekat rumahmu."

Ujar Mona.

"Memangnya kamu tahu di mana rumahku?"

Tanya Raditya seperti terkejut, ekspresi yang Mona pikir akan ia lihat ketika Mona mengatakan soal isteri Raditya menelfon Mona semalam.

Mona lantas menggeleng.

"Tidak, aku hanya dengar Sasa cerita kalau pulang sekolah dia akan naik bajaj dan turun depan gang menuju rumah."

"Ooh, Sasa cerita begitu?"

Raditya menjinjing dua kresek berisi nasi kotak ayam kremes.

"Ya dia banyak cerita soal teman-temannya di sekolah dan Gurunya yang baik. Ah siapa namanya, Bu Meli, Bu Maryam, dan siapa yang satunya,. aku lupa."

"Bu Guru Evi."

Kata Raditya.

"Ah ya itu, Sasa cerita soal Bu Gurunya."

Mona mantuk-mantuk.

"Kapan dia cerita? Aku tidak tahu kalian banyak menghabiskan waktu cerita berdua?"

Tanya Raditya tak menyangka Shanum anaknya benar-benar bisa dekat dengan Mona.

"Saat kau tidur di kamarmu pastinya, aku dan Sasa makan malam di ruang TV sambil cerita banyak hal."

"Aaah begitu..."

Raditya mengangguk-anggukkan kepalanya.

Ia ingat hari itu ia kelelahan setelah seharian jalan-jalan keliling kota Jogja.

Ya, hari itu Mona memang mengajak jalan-jalan ke Jogja, perjalanan dengan kereta, lalu menginap dua hari dua malam di hotel tepi laut.

Tidur di kamar hotel yang memiliki fasilitas pintu yang terhubung di kamar yang bersebelahan, untuk membuat Sasa merasa nyaman karena tak merasa benar-benar terpisah dari sang Ayah.

"Sasa tak bercerita apapun lagi tentang hal lain?"

Tanya Raditya kala keduanya mendekati mobil Mona di parkiran.

"Soal Ibunya yang masih satu rumah maksudnya?"

Sindir Mona lagi.

Raditya menghela nafas.

"Kenapa membahas itu lagi? Sudah kubilang dia hanya ingin mengganggumu, jangan terus membahasnya seolah kamu benar-benar lebih percaya padanya daripada kepadaku."

Mona mengulum senyum.

"Kenapa sepanik itu? Aku sudah baik-baik saja, tenanglah."

Kata Mona.

Raditya meraih tangan Mona sebelum Mona masuk ke dalam mobil.

"Ada apa?"

Tanya Mona saat tangannya di tarik.

Mona menatap Raditya dalam-dalam,

"Aku serius ingin kita bersama Hany, aku tak peduli kamu sakit apa, aku justru dengan begitu ingin bisa menyayangimu. Aku, kamu dan Shanum, mari kita hidup bahagia."

Kata Raditya.

Mona terdiam sejenak,

Haruskan Mona mengiyakannya? Atau menolaknya saja?

Tapi, bukankah ini yang ia inginkan? Memiliki keluarga seperti orang lain? Memiliki kehidupan rumah tangga seperti orang lain?

Dan...

Entahlah, apa yang kemudian membuat anggukan kepala itu akhirnya dilakukan Mona.

Mungkin memang karena keinginan hati yang paling dalam Mona.

Tentu...

Ia ingin bisa merasakan bahagia juga.

Apa ini salah?

**---------------**

Terpopuler

Comments

Lila Anggraini

Lila Anggraini

modus morotin perempuam

2022-08-30

0

Sapti Ana

Sapti Ana

takut kl si radit macam udang dibalik bakwan😒

2022-04-19

1

Putrii Marfuah

Putrii Marfuah

semua orang ingin bahagia dengan pasangan..
tapi Klo masih ada pasangannya,ya salah..
Wis cek Dan ricek...

2022-04-16

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!