Mona keluar dari unit apartemen miliknya, wajahnya sedikit pucat, tapi ia sungguh tak peduli dengan kondisi fisiknya saat ini.
Tujuannya adalah ke counter terdekat, membeli hp baru.
Pengeluaran tak terduga selalu saja ada setiap bulan, dan ini kadang menyebalkan, terutama di saat hidup sedang banyak setoran.
Apartment, mobil, dan juga asuransi kesehatan.
Mona menuju parkiran, mobil kecilnya yang dikredit selama tiga tahun dan baru akan lunas satu tahun tiga bulan lagi itu tampak berderet di antara mobil penghuni apartemen lainnya.
Tit tut...
Kunci mobil terbuka, Mona membuka pintu dan langsung masuk ke mobilnya.
Ah bukan, tapi baru akan masuk, manakala tiba-tiba suara seseorang memanggil.
Suara yang jelas belakangan ini tak asing lagi, suara Ayah Shanum, gadis kecil yang Mona sudah begitu ingin menjadikannya anak dalam hidupnya.
Shanum, yang panggilan kesayangannya adalah Sasa dari Mona.
Laki-laki dengan celana selutut dengan kaos abu-abu itu terlihat tergesa-gesa menghampiri Mona.
Sejatinya Mona ingin sekali segera pergi dari sana.
Lari sejauh mungkin, menghindar sebisa mungkin.
Tapi...
Entah kenapa melihat penampilan laki-laki itu yang seperti begitu payah dan wajahnya yang begitu sedih membuat hati Mona lemah.
Kakinya seperti tertahan di mana ia kini berdiri. Matanya meremang, menatap Raditya yang semakin mendekatinya dan...
Raditya memeluk Mona.
Pelukan itu begitu hangat, erat dan dalam. Sulit digambarkan oleh Mona bagaimana seketika amarah dalam dadanya mampu mereda begitu saja.
"Aku menghawatirkanmu semalaman, kau kenapa? Apa yang terjadi? Kenapa nomormu tak bisa dihubungi?"
Pertanyaan dari suara Raditya yang bergetar seolah meluluhlantakkan semua benci dalam hati Mona.
Hingga saat pelukan Raditya merenggang, dan kedua mata mereka bertemu, Mona tak kuasa lagi untuk tak menangis.
"Jahat."
Hanya itu yang bisa Mona ucapkan.
Tentu saja, apalagi yang bisa keluar dari bibirnya saat ini, ketika hati dan otaknya tak sinkron.
Raditya mengusap wajah Mona dengan lembut, meski telapak tangan itu cukup kasar.
"Kau sakit?"
Tanya Raditya dengan nada yang seolah benar-benar cemas.
Mona terdiam.
Ya sakit, tentu aku sakit, isterimu tiba-tiba menelfonku dan memberitahu kalian belum berpisah. Batin Mona.
"Aku baik-baik saja, lepaskan."
Mona akhirnya bisa kembali menguasai diri.
Perempuan itu menghela nafas.
Hatinya menguatkan dirinya sendiri agar tak terbawa suasana hatinya yang kacau balau.
"Kenapa kau ke sini?"
Mona bertanya tanpa menatap Raditya lagi.
Dada Mona bergemuruh, ia ingin sekali menangis lagi, tapi ia berusaha tak melakukannya.
Raditya menatap dalam-dalam wajah Mona di hadapannya.
Ia tahu sesuatu telah terjadi, pasti, dan ia yakin semua ada hubungannya dengan...
"Isterimu menelfon semalam."
Kata Mona akhirnya.
Suaranya begitu kaku.
Mona melirik Raditya, berharap Raditya terkejut, tapi ternyata tidak, ia biasa saja.
Mona jadi heran.
Kenapa? Batinnya.
"Aku sudah menyangka dia pasti melakukannya."
Kata Raditya.
Mona menatap Raditya.
"Apa maksudnya?"
Tanya Mona.
Raditya celingak-celinguk.
"Bisa kita bicara di tempat lain? Di apartemenmu saja?"
Tanya Raditya kemudian.
Saat pulang jalan-jalan bersama Shanum, Raditya memang sempat diajak mampir ke apartemen oleh Mona.
"Tapi tak ada Shanum sekarang, aku tidak mau hanya berdua denganmu."
Kata Mona.
"Bagaimanapun aku perempuan yang baru saja bercerai, aku harus menjaga diri, kecuali ada orang lain selain kita, aku tak masalah."
Tandas Mona tegas.
Raditya tersenyum.
Ia tahu jika Mona perempuan baik-baik, ia pun menghormat keputusan itu.
"Baiklah, kamu akan ke mana? Kita pergi ke tempat yang akan kamu tuju, biar aku yang bawa mobil."
Kata Raditya akhirnya.
Mona sejenak menimbang, hingga akhirnya memutuskan untuk setuju.
Entahlah...
Entah kenapa Mona seperti manut saja dengan permintaan Raditya.
Mona mengulurkan tangannya yang memegang kunci mobil.
Tangan yang jarinya terkena pisau.
Raditya meraih tangan Mona, menariknya dan menatap Mona dengan cemas lagi.
"Kenapa?"
Tanya Raditya.
Mona menarik cepat tangannya dari genggaman Raditya.
"Tidak apa, hanya kena pisau."
Sahut Mona dan segera menuju pintu mobil yang di sebelah kemudi.
Raditya menyusul masuk ke dalam mobil, duduk di belakang kemudi.
Pintu mobil ditutup, Raditya menyalakan mesin mobil Mona.
Mona duduk diam di sebelah Raditya, matanya menatap keluar, entah sebetulnya ingin menatap apa.
Yang jelas, ia hanya ingin menghindari bertatapan dengan Raditya, itu saja.
Raditya melajukan mobil Mona keluar dari parkiran dan menjauhi pelataran apartemen di mana Mona tinggal.
"Tari, jangan pernah dengarkan apapun yang dia katakan."
Ujar Raditya.
"Tari? Siapa Tari?"
Sinis Mona tanpa menoleh ke arah Raditya.
Raditya menghela nafas.
"Tari, mantan isteriku."
"Dia masih isterimu, kalian bahkan masih satu rumah."
Kata Mona dengan nada meninggi.
"Bohong, itu jelas bohong hany."
"Bagaimana bisa aku memilih di antara kalian siapa yang bisa aku percaya."
Mona akhirnya air matanya luruh.
Dadanya sakit.
Ia merasa begitu marah.
Marah pada dirinya sendiri yang tak mampu tegas menghadapi Raditya.
Meski sisi hatinya begitu terluka, tapi ada satu sisi hati lainnya pada dirinya yang masih ingin percaya pada laki-laki itu.
Lihatlah dia? Jika dia memang pembohong, bagaimana mungkin ia sampai rela mencarimu saat kamu tak bisa dihubungi? Bagaimana mungkin ia begitu cemas? Jelas ia terlihat tulus bukan? Begitulah bisikan lain dalam diri Mona.
Bisikan yang mencoba melawan hati kecilnya yang terus mendesak Mona untuk berhenti.
Hentikan Mona, berhentilah sampai di sini saja, jangan teruskan nanti kau bisa lebih terluka.
Dan...
"Tari tidak ingin kita bersama hany..."
"Apa alasannya? Jika kalian sudah bercerai harusnya dia tak akan melakukannya bukan?"
Mona menatap Raditya yang berada di belakang kemudi.
"Susah menjelaskannya hany, anggaplah dia terobsesi pada hubungan kami."
"Kau bilang dia yang menyerah atas pernikahan kalian karena masalah ekonomi."
Tandas Mona lagi.
"Iya memang, tapi meski begitu ia tidak mau aku bahagia dengan perempuan lain. Mungkin dia ingin menemukan laki-laki lain lebih dulu."
Kata Raditya.
Mona menghela nafas.
"Omong kosong apa."
Gumam Mona memalingkan pandangan matanya lagi.
"Isteriku itu memang aneh hany, saat masih satu rumah juga dia mengaku jadi janda pada seorang laki-laki. Aku mendengarnya saat pulang kerja, dia telfonan di kamar dan minta beli pulsa."
Mona yang mendengar menoleh lagi pada Raditya.
"Dia tak pernah menganggapku sebagai suami yang layak dihormati, dia sama sekali tak menghargai aku. Ya aku tahu, aku memang banyak kekurangan, tak bisa membelikan dia rumah bagus, kendaraan bagus, memberikan uang cukup untuk jalan-jalan, makan enak, apalagi sampai liburan dan belanja ke mall seperti perempuan lain. Aku tahu betul jika aku adalah laki-laki pas-pasan yang tak punya apapun untuk dibanggakan. Tapi, aku juga tetap laki-laki biasa yang punya mimpi memiliki isteri yang menerimaku apa adanya, mencintai dan menganggapku ada, menghargai keberadaanku."
Kata Raditya penuh emosi.
Mona yang semula sebetulnya sudah ingin marah-marah, akhirnya kembali luruh, ia menatap iba Raditya yang matanya berkaca-kaca.
Mungkin laki-laki itu juga sebetulnya terluka sangat dalam, dan perempuan itu, apa maksudnya melakukan semuanya? Batin Mona kesal.
**------------**
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments
🎎 Lestari Handayani
ini kenapa ada nama aku LG masuk kesini ya🤔🤔🤔
2022-04-18
1
Putrii Marfuah
hadehhh, rayuan maut ya ..moso begitu Aja luluh..
2022-04-16
1
Putrii Marfuah
bisikan setan
2022-04-16
0