Mona menepikan mobilnya dekat gang kecil yang diapit sebuah minimarket dan sebuah kios kecil fotokopian.
Raditya bersiap turun dari mobil saat Mona kemudian menahannya sebentar.
Mona membuka dompetnya, dan mengulurkan lima lembar uang seratus ribu.
"Apa ini?"
Tanya Raditya.
"Ambilah, bayar listriknya, aku tak mau Sasa tidak bisa belajar dan gerah saat malam hari karena tak bisa menyalakan kipas angin."
Ujar Mona.
Raditya matanya langsung berkaca-kaca.
Lama tangan Raditya mau mengambil uang dari Mona, maka Monapun meraih tangan Raditya dan meletakkan uang itu di sana.
"Katakan pada Sasa, Ibu akan mampir kapan-kapan."
Kata Mona.
"Kapan?"
Gugup Raditya.
Mona nyengir.
"Kenapa kamu begitu gugup setiap kali aku bicara soal rumahmu?"
Tanya Mona.
"Bukan apa-apa hany, aku... Ngg aku merasa..."
Raditya seperti mencoba memilih kata yang yang tepat untuk dia sampaikan pada Mona.
"Aku merasa harus membersihkan rumahku dulu, rumahku nyaris roboh dan sebetulnya sudah tak layak untuk ditinggali. Ah sudahlah, aku terlalu malu menceritakannya."
Kata Raditya.
Mona tertawa kecil.
"Sudahlah, turunlah, aku harus segera ke rumah orangtuaku."
Kata Mona.
Raditya mengangguk.
"Terimakasih hany, hati-hati di jalan, kabari jika sudah sampai."
Kata Raditya.
Mona mengangguk.
Raditya turun dari mobil, membuka pintu belakang mobil untuk mengambil kresek berisi nasi kotak ayam kremes yang dibelikan Mona.
Setelah itu, ditutupnya pintu mobil dan Raditya melambaikan tangannya ke arah Mona yang pamit.
Mobil berjalan menjauh, Mona melihat Raditya berjalan memasuki gang kecil di mana tadi laki-laki itu turun.
Suatu hari Mona pasti akan mampir untuk memastikan memang di sana tak ada perempuan itu.
Sementara, Raditya yang menenteng dua kresek berisi nasi kotak ayam kremes tampak berjalan menyusuri gang kecil menuju rumahnya.
Beberapa tetangga yang berpapasan tampak menyapa dan sempat menggoda melihat Raditya membawa dua kresek nasi kotak di tangannya.
Rumah Raditya kini terlihat di mata, tampak di sana Shanum dan teman-temannya sedang bermain.
Melihat Sang Ayah datang dengan kresek yang terlihat penuh, membuat Shanum langsung berlari menghambur ke arahnya.
"Apa itu Ayah? Apa itu?"
Tanya Shanum heboh.
"Azka mana?"
Tanya Raditya pada Shanum.
"Sama Ibu di rumah Uwak."
Sahut Shanum.
"Coba panggilin suruh pulang, biar makan."
Kata Raditya pula.
Shanum mengangguk, lalu berlari cepat tanpa menghiraukan teman-temannya lagi.
Shanum berlari ke rumah Uwaknya yang hanya selang sepuluh rumah dari rumah Raditya.
Raditya sendiri langsung masuk rumahnya yang kecil dan berantakan.
Ibu Shanum memang jarang membereskan rumah, selain karena sibuk mengurus adik Shanum, ia juga lebih sering berada di rumah Uwak karena di sana bisa bantu-bantu apa saja yang nanti bisa ikut makan di sana.
Raditya meletakkan dua kresek berisi nasi kotak ayam kremes di atas meja TV yang ada di rumahnya.
Meja kayu yang pintunya sudah tak bisa ditutup karena engselnya bermasalah.
Dua lembar uang seratus ribu di taruh di bawah kresek.
Raditya berjalan menuju kamar, melepas kaos abu-abu yang ia pakai dan melemparnya sembarangan di atas kasur kapuk yang di gelar di atas lantai.
Terdengar langkah tergesa di luar rumah dan juga suara Shanum yang riang.
Tak butuh waktu lama ketika Ibu Shanum masuk ke dalam rumah dengan Shanum dan Azka yang masih berusia empat tahun.
Raditya menunjuk ke arah meja TV.
"Ada uang dan nasi kotak, makanlah dan gunakan itu uangnya untuk bayar hutang di warung sebagian."
Kata Raditya.
"Nasi kotak dari siapa? Mona?"
Tanya Ibu Shanum.
"Tidak usah tanya ini itu lagi, tidak usah ikut campur lagi, kamu hanya butuh uang kan? Pakailah."
Kata Raditya.
"Aku tidak mau jika ini dari Mona."
Ujar Ibu Shanum.
Raditya menghela nafas, berusaha menahan emosi.
Kepalanya sudah mau pecah rasanya, dadanya juga terlalu sesak berada di situasi ini.
"Kau sudah janji padaku dan pada orangtuaku untuk tidak lagi main gila dengan perempuan manapun saat pagi tadi kau menjemputku lagi."
Kata Ibunya Shanum.
Shanum dan Azka yang tak tahu apa-apa dengan masalah kedua orangtuanya tampak bingung dan menatap mereka bergantian.
"Kau sudah menemuinya? Sudah bicara padanya bahwa kau masih bersamaku?"
Tanya Ibunya Shanum.
Raditya menatap isterinya.
Perempuan yang ia nikahi sembilan tahun lalu itu kini terlihat begitu kurus, padahal dulu ia sangat cantik, ya sangat cantik hingga membuat Raditya tergila-gila dan ingin segera menikahinya.
Memaksa orangtuanya meminangkan agar Raditya bisa segera memilikinya sebelum diambil orang lain.
Tapi...
Raditya merasakan dadanya seperti dihantam batu besar.
Ia sungguh tak tahu kenapa ada jalan yang membuatnya sampai di titik ini.
"Kenapa kamu diam saja?"
Suara isterinya membuat kesadaran Raditya kembali.
Laki-laki itu terkesiap.
"Aku sudah menemuinya dan Mona bisa menerima itu, ia tak masalah tetap ingin jadi saudara, karena pada dasarnya dia perempuan yang baik, ia hanya ingin dekat dengan Shanum, bukan denganku."
Kata Raditya.
Isteri Raditya menatap suaminya.
"Dia tidak marah?"
Tanya isteri Raditya menyelidik.
Raditya menggeleng.
"Dia tak peduli statusku, dia hanya ingin dekat dengan Shanum saja dan berlangganan obat herbal yang aku jual."
"Dia benar-benar sakit?"
Tanya isteri Raditya, suaranya melunak.
Raditya mengangguk..
"Ya, dia sungguh-sungguh sakit, dia divonis tak akan pernah bisa punya anak, dia juga sudah tidak bisa melakukan hubungan suami isteri karena sakitnya hingga ia bercerai."
Terang Raditya.
Isteri Raditya terkesiap, ia baru tahu ada perempuan semalang itu.
"Jadi dia dekat denganmu bukan karena dia seperti janda yang suka menggoda suami orang?"
Lirih isteri Raditya.
Raditya menggeleng.
"Tidak, dia tidak begitu, dia jatuh cinta pada Shanum, bukan padaku. Itu sebabnya harusnya kau jangan gegabah menelfonnya, dia ketakutan semalaman karena kamu menelfonnya."
"Aku emosi, kau tiba-tiba menjatuhkan talak hanya karena aku marah kau tak berusaha mendapatkan uang lebih untuk biaya sekolah anak-anak dan juga membayar hutang di warung yang makin hari makin menumpuk. Jika hanya mengandalkan membantu Uwak menjual obat herbal itu, kita akan terus kesulitan uang, bahkan kemarin saat Uwak pergi keluar kota saja kita tak bisa makan, kau tahu di sini keluarga yang bisa dimintai tolong hanya Uwak. Dan kalau minta tolong setiap hari lama-lama aku malu dan takut mereka bosan!"
"Iya... Iya, aku akan cari kerjaan lain, berhentilah mengomel dan mempermasalahkan hal kecil lagi. Itu nasi kotak berikan saja satu keresek untuk Uwak, uangnya yang seratus kamu bisa buat pegangan dan yang seratusnya untuk ngisi warung."
Kata Raditya dengan suara cukup tinggi.
Isteri Raditya menghela nafas.
Jika Raditya sudah mulai bersuara tinggi, ia tak lagi berani bicara apapun.
"Buatkan aku kopi, aku mau mandi dulu."
Kata Raditya.
Isteri Raditya mengangguk pasrah.
Ia lantas mengambil uang dari bawah kresek nasi kotak untuk dimasukkan ke saku dasternya.
"Ibu, hari ini Shanum bisa jajan lagi kan Bu? Shanum ingin jajan."
Kata Shanum melihat Ibunya memasukkan uang ke dalam saku daster.
Ibu Shanum mengangguk sambil mengusap kepala Shanum.
"Ya nanti kita ke warung, sekarang kamu makan dulu dengan Azka, ini Ibu antar nasi buat Uwak dulu."
Kata isteri Raditya.
Shanum mengangguk.
**--------------**
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments
Diana Dwiari
Dah aku duga ini adalah sandiwarA radit yg memanfaatkn mona...
Mon dengar hati kecilmu bicRa
2023-07-11
0
🍁𝕬𝖓𝖉𝖎𝖓𝖎•𖣤᭄æ⃝᷍𝖒❣️HIAT
kurang ajar banget si radit..
cuma mau manfaatin mona aja padahal belum cerai dari istrinya..😑
2023-01-02
0
adriana nadirah 🐻💜
jantan tak guna...geramnya😤😤😤😤
2022-07-07
1