Ketika Cinta

Ketika Cinta

BAB 1

Jodoh itu adalah misteri Ilahi yang tidak akan pernah tahu kapan datangnya.

*****

Anin begitulah ia biasa disapa. Pemilik nama lengkap Anindira Maheswari ini masih berusia 14 tahun dan duduk dikelas 8 Sekolah Menengah Pertama di sebuah sekolah negeri ternama. Cewek tomboi berambut pendek ini hobinya kelewat aneh, kalau tidak memanjat pohon dan mengganggu kakaknya, ya bertengkar. Kalau sudah ada yang mengganggunya atau pun mengganggu teman-temannya, ia tak akan segan-segan mengajak bertengkar. Ia tak peduli sama sekali siapa lawan yang akan dihadapinya, sekali pun itu laki-laki yang lebih besar darinya, ia pasti akan meladeninya.

Nyonya Renita dan Tuan Doni selaku bunda dan ayahnya sudah capek menasihatinya agar lebih santun sebagai seorang wanita, paling tidak seperti kakaknya Agni. Tapi Anin tak menghiraukan keluhan orang tuanya itu. Ia selalu bilang kalau inilah dia apa adanya. Kata-kata mujarab yang selalu ampuh untuk menghadapi kedua orang tuanya.

Agni dan Anin memang dua kutub yang berbeda. Agni yang sangat feminim sedangkan Anin sangat tomboi. Agni yang hobi masak sedangkan Anin hobinya cuma makan dan mengganggu kakaknya. Ini mungkin dikarenakan jarak usia mereka yang cukup jauh yaitu 7 tahun. Membuat Anin merasa ia adalah prioritas keluarganya.

-----

Ting. Tong...

Anin berlari ketika suara bel berbunyi. Dengan gerakan cepat Anin membuka pintu itu. Terlihat seorang pria berdiri di depan pintu rumahnya. Ia menatap pria yang ada di hadapannya ini. Pria yang baru pertama kali ia lihat. Anin tak segan mengamati pria itu dari atas ke bawah seperti polisi yang sedang mengamati seorang tersangka.

" Om ini cari siapa?'' tanyanya sambil melipat kedua tangannya." Kata Bunda kalau ada orang asing enggak boleh sembarangan dikasih masuk." Ia ingat betul nasehat bundanya yang satu itu karena dulu ia hampir saja mengalami hal yang tidak mengenakkan saat ada orang yang bertamu ke rumahnya. Hampir saja ia mengundang pencuri karena sembarangan menyuruh masuk tanpa bertanya siapa orang yang datang itu.

'' Kamu tadi bilang apa? Om?" Pria itu protes karena sebutan yang ia anggap tak sesuai untuknya.

'' Iya, memangnya Anin harus panggil apa? Adek, mas atau.....kakek." Anin malah menantangnya balik seolah apa pun yang di ucapkannya tak ada yang salah.

'' Anin, siapa Nak yang datang, " teriak Bunda dari arah dapur.

'' Tuh ditanya Bunda, Om ini siapa?" tanyanya lagi dengan polosnya.

" Nih anak polos atau apa ya," gumam Shan.

'' Ih si Om malah diam aja," protesnya karena ia tak kunjung menyebutkan namanya.

'' Anin....," ujar Bunda menghampirinya di depan.

'' Nih, Bunda, tamunya makhluk aneh ditanya diam aja." Anin yang sudah kesal pergi meninggalkan Bunda dan pria itu.

'' Loh Shan, kamu toh, ayo masuk, Nak."

'' Iya Tante," ujarnya. Shan pun masuk ke dalam rumah itu sambil memandang sekitar, rumah yang dulu sering ia kunjungi saat masih kecil. Tak banyak berubah dari rumah mungil ini.

'' Anin ini enggak sopan sama tamu malah dibilang makhluk aneh," protes Bunda padanya.

'' Anin mana tahu, Bun, kalau Bunda kenal. Dari tadi Om nya ditanya diam aja sih."

'' Kenapa Shan dipanggil Om? panggil kakak bukan om."

'' Ah Bunda repot deh." Anin malah merajuk dan pergi meninggalkan bundanya sendiri.

'' Ha, anak itu. Maaf ya Shan kelakuan Anin memang masih kekanak-kanakan."

'' Iya Tante, tidak apa-apa."

'' Papa kamu mana? katanya mau ke sini juga, kenapa cuma kamu yang datang."

'' Ada tante, tadi ketemu sama om di jalan. Terus ya sudah, Papa minta turun biar sama jalannya sama

Om. Katanya lebih enak jalan sambil mengobrol."

'' Oh gitu. Mereka memang begitu kalau sudah ketemu banyak yang dibahas."

'' Iya Tante."

'' Assalamualaikum." Terdengar suara seseorang mengucapkan salam.

'' Waalaikumsalam."

Dua orang yang ditunggu-tunggu pun akhirnya datang juga.

'' Renita sudah lama tidak ketemu."

'' Kamu terlampau sibuk Di. Tidak mau datang kesini lagi."

'' Bukan begitu. Banyak yang harus ditangani, mamanya Shan sudah tidak ada, jadinya makin sibuk."

'' Jagalah kesehatan Di, jangan memaksakan diri."

'' Tenang Don, sekarang sudah lebih santai. Ada Shan kan."

'' Tapi Shan masih kuliah kan?''

'' Iya Om, Shan masih kuliah sembari bantu-bantu Papa."

'' Kamu memang anak yang berbakti Shan."

Shan hanya tersenyum mendengar pujian dari om nya itu.

'' Oh ya Anin sama Agni mana, Bun?''

'' Agni lagi di dapur menyiapkan minuman ya, kalau Anin paling mengganggu kakaknya."

'' Agni yang paling besar kan, Don?''

'' Iya, Agni yang paling besar. Masih kuliah sama seperti Shan. Yang kecil namanya Anin, masih kelas 8 SMP."

'' Nah itu mereka."

'' Silakan diminum Om, Shan," ujar Agni meletakkan air minuman dan camilan di atas meja.

'' Agni sudah besar, makin cantik lagi. Bagaimana kuliah kamu, Nak?''

'' Lancar om'', ujarnya. '' Om sehat kan?''

'' Alhamdulillah sehat."

Saat mereka asyik mengobrol satu sama lain, Anin merasa kesal karena merasa ter acuhkan. Ia jadi sebal sendiri karena hanya kakaknya yang selalu dibicarakan dan dianggap.

Ia pun pergi diam-diam tanpa sepengetahuan mereka. Anin terus mengomel sambil menghidupkan televisi karena diacuhkan.

'' Ya kali Anin dicueki, Anin dianggap makhluk halus kali ya, nasib deh. Mending lihat kartun," ujarnya sambil mengambil remot lalu menghidupkan TV.

Dengan asyiknya ia menonton film kesukaannya itu sambil tertawa sendiri sampai-sampai ia tak menyadari ada seseorang yang tengah berdiri tepat dibelakangnya, menatapnya dengan serius.

'' Masih nonton kartun?''

Merasa ada seseorang yang berbicara padanya Anin langsung menoleh ke belakang. Raut wajahnya langsung tak enak saat tahu orang yang berbicara padanya itu.

'' Kenapa Om ada disini?''

'' Hei bocah, memangnya aku sudah setua itu dipanggil Om."

'' Terus mau dipanggil apa?''

'' Panggil aku Kakak, mengerti!''

'' Baiklah, Kak. Nama Kakak tadi siapa?''

'' Shan."

'' Shan....the sheep? domba dong," ujarnya tertawa.

'' Ha???'' Shan tak mengerti dengan ocehannya itu.

'' Nama kakak domba, tuh, kayak kartun yang Anin tonton, Shan the sheep."

'' Bocah, itu Shaun."

'' Samalah, cuma beda dikit doang dipermasalahkan, heran."

Shan kehabisan kata-kata menghadapi sikap Anin yang ajaib. Dia dengan sesuka hati berkata ini dan itu tanpa beban. Dia tak bisa berkata apa-apa lagi dengan anak kecil berumur 14 tahun itu.

'' Loh Shan, kamu disini?'' tanya Agni yang heran melihatnya bersama dengan Anin yang serius menonton TV.

'' Iya, tadi habis dari kamar mandi," jawabnya.

'' Oh, sudah kenal Anin kan?''

'' Sudah, tadi juga Anin yang buka pintu."

'' Oh gitu."

'' Aku balik ke depan ya."

'' Oke," ujar Agni tersenyum.

'' Kakak suka ya?''

'' Ha? bicara apa sih kamu."

'' Senyum-senyum gitu."

'' Terus harus bagaimana? nangis?''

'' Ya bukan gitu juga, Kak. Lagian mereka dalam rangka apa berkunjung ke rumah kita?''

'' Ya kan bunda sama ayah sahabatan sama om Adi, sudah lama kan om tidak ke rumah, apa salahnya kesini."

'' Cuma itu?''

'' Kamu ini mikirnya apa sih Nin, heran kakak."

'' Bukannya om datang mau jodoh in Kakak sama domba?''

'' Jodoh in? domba? siapa itu."

'' Itu Shan, domba kan."

'' Anin itu Shaun."

'' Iya ya sudahlah anggap saja sama, Kak. Benarkan kakak mau dijodohin sama Shan, soalnya tadi Anin dengar gitu."

'' Dari mana kamu dengar? Ada-ada aja kamu, Nin."

'' Is, percaya deh sama adiknya."

'' Malas deh ngomong sama kamu, Dek."

'' Gitu deh Kak Agni," protesnya.

'' Bantu Bunda di dapur yuk, bentar lagi makan siang nih."

'' Iya." Dengan langkah malas Anin menghampiri bunda dan kakaknya di dapur.

Bunda tengah sibuk mengaduk-aduk rendang yang hampir mengering agar tidak gosong dan sesekali melihat rebusan yang ada di sebelahnya. Sedangkan Agni sibuk menata ayam goreng yang sudah selesai dimasak serta menaruh sambal terasi yang sudah dibuatnya tadi.

'' Bunda, Anin bantu apa?''

'' Piring-piring sama gelas, Nak, taruh di meja."

'' Oh oke Bun."

Anin mengambil beberapa piring lalu meletakkannya satu-satu di atas meja. Lalu mengambil gelas dan diletakkan persis yang dilakukannya tadi. Masakan yang sudah selesai, ia taruh juga di atas meja.

'' Nin, panggil Ayah, Om sama Kak Shan sana."

'' Iya bun."

Anin melangkahkan kakinya menuju ruang tamu. Ayah dan om Adi masih asyik dengan obrolan nostalgia mereka, sedangkan Shan hanya diam sesekali tersenyum mendengar obrolan mereka itu.

'' Ayah, sudah waktunya makan."

'' Oh iya, ayo kita makan dulu Di, Shan. Bundanya anak-anak masak khusus buat kalian."

'' Jadi bikin repot."

'' Tidak repot, malah senang. Ayo. Ayo."

Mereka pun bergegas ke ruang makan. Disana bunda dan Agni menyambut mereka dengan senyuman.

Lalu mereka menyantap makanan yang telah disediakan itu dengan nikmatnya.

Setelah selesai makan, Anin dan Agni mengumpulkan piring kotor untuk dicuci. Anin yang memang tugasnya mencuci piring harus menghadapi kenyataan piring-piring dan segala teman-temannya sudah bertumpuk dan meraung-raung meminta untuk dibersihkan.

Anin menghela napas panjang. Ia menggulung lengan bajunya dan siap untuk bertempur.

" Baiklah pertempuran dimulai, siap-siap ya piring-piring, tidak ada ampun untuk kalian hari ini.'

Terpopuler

Comments

Qaisaa Nazarudin

Qaisaa Nazarudin

Nyimak,Semoga seru..

2024-07-14

0

Irma Shintya

Irma Shintya

nyimak

2021-10-06

0

Icye Anun

Icye Anun

Kalau boleh la utk umur setiap character jgn terlalu muda... Umur 7-18 tahun masing2 masih di bangku sekolah. Utk umur 14 tahun x memungkinkan ssorg itu matang fikiran spt org yg berumur lebih 21 tahun. So i suggested even you nak buat novel kanak-kanakan pun plz letak standard umur at least 19 years old.

2020-10-29

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!